Sembilan Belas

4.6K 313 15
                                    

Karena kemarin dirawat Ezel dengan telaten dan minum obat secara teratur, paginya Zani merasa agak mendingan. Tubuhnya sudah tak sepanas kemarin, tetapi kepalanya masih sedikit pusing juga sakit.

Gadis itu melirik pada Ezel yang kini sibuk dengan laptop juga printernya. Memprint proposal skripsi Zani, padahal Zani sudah mengatakan kalau dia bisa memprint sendiri. Kemarin dan hari ini, Ezel begitu baik. Sepertinya Ezel salah minum obat, parahnya lagi, dia memperbaiki proposal skripsi Zani.

Hari ini, Ezel hanya memiliki satu jadwal saja di pukul delapan pagi, jadi pagi-pagi sekali, Ezel pulang ke rumahnya untuk mengganti baju. Pria itu semalam menginap di rumah Zani, dengan Zani di kamar dan dia yang berada di ruang tamu. Setelah mengajar, Ezel langsung kembali ke rumah Zani. Menyiapkan makan siang Zani juga menyiapkan obat untuk Zani.

Di tengah-tengah keheningan keduanya, suara pintu diketuk terdengar. Atensi Ezel teralihkan pada pintu rumah Zani yang diketuk berkali-kali, seolah-olah orang di luar sana tak sabar untuk bertemu dengan sang pemilik rumah.

Zani baru saja bangkit dan berniat membukakan pintu, tetapi suara Ezel membuatnya kembali duduk.

"Biar saya saja, kamu duduk."

Ezel pun bangkit dari duduknya, melangkah menuju pintu dan membukanya. Pria itu mendapatkan Ifzal berdiri di depannya, dengan rahang Ifzal yang kini sudah mengetat melihat Ezel berada di rumah kekasihnya.

"Pak, siapa?" tanya Zani.

Namun, belum juga Ezel menjawab, Ifzal sudah menerobos masuk, tanpa permisi dan menghampiri Zani dengan mata yang menatap Zani tajam. Dia tak suka melihat kekasihnya dengan Ezel, dia benar-benar tak suka. Kenapa juga  Ezel masih mendekati kekasihnya? Dosen pembimbing Zani benar-benar tak tahu diri juga tak tahu malu, setelah menyakiti Zani, dia datang lagi mencoba mendekati Zani.

"Udah sembuh?" tanya Ifzal setelah dia duduk di samping Zani.

Zani hanya mengangguk. Entah kenapa, jika sudah berada didekat Ifzal, Zani jadi jinak. Bahkan sekalipun mereka tengah ada masalah, dia jadi melupakan semuanya.

"Udah agak mendingan," jawab Zani. "Soalnya kemarin dirawat sama pak Ezel."

Ifzal berdecak kesal mendengarnya. Kenapa nama Ezel dibawa-bawa? Dia tak suka. Sedangkan Ezel, kembali duduk di tempatnya semula, untuk melanjutkan memprint proposal skripsi Zani.

"Udah minum obat? Aku bawain obat buat kamu."

Lagi, Zani mengangguk. Dia rasa, dia sudah tak butuh obat lagi, mengingat semalam Ezel membelikan dia obat.

"Citra gimana?"

"Kok nanyain Citra? Aku kemari mau jagain kamu, katanya mama kamu gak ada di rumah, Beb," ucap Ifzal sedikit menekan panggilannya untuk Zani. Hal itu dilakukan untuk menyadarkan Ezel, bahwa Zani kekasihnya dan tak ada lagi tempat buat Ezel kembali dengan Zani. Zani miliknya.

Sementara Ezel, sejak tadi kini menahan kekesalannya pada Ifzal. Kalau saja kemarin dia terlambat datang, bisa jadi terjadi sesuatu dengan Zani, apalagi Zani kemarin yang tak makan seharian. Pria itu tahu, Zani menghubungi Ifzal saat pagi hari, tapi Ifzal tak meresponnya. Kemudian saat siang hari, Ifzal mengubungi Zani, setelahnya sudah tak ada lagi. Ezel yakin, kekasih Zani itu pasti sibuk dengan Citra.

Pria itu juga mengepalkan tangannya erat mendengar perkataan Ifzal yang begitu menyebalkan. Kalau saja tak mengingat dia dan Zani sudah tak memiliki hubungan sama sekali, Ezel sudah akan menghajar Ifzal habis-habisan. Dia memang menyakiti Zani, tapi mungkin Ifzal lebih parah menyakiti Zani.

"Aku buatkan kamu minum dulu, tunggu sini."

Ifzal tersenyum manis, dia melirik Ezel yang  hanya diam di tempat duduknya, kemudian  berkata, "Gak usah buat yang susah-susah."

Mendengar itu, Ezel langsung bangkit dari duduk, membuat kursi berbahan plastik yang dia duduki terjatuh. Kenapa Ifzal begitu seenaknya dengan Zani? Apa dia tak ingat kalau Zani sakit? Ezel saja melarang keras Zani membuka, walau itu lebih tempatnya dari Zani, tetapi Ifzal dengan seenaknya menyuruh Zani membuatkan dia minum.

"Zani, gak perlu. Kamu lagi sakit," ucap Ezel membuat Ifzal mendelik tajam padanya. Namun, Ezel tak peduli.

"Gak pa-pa, Pak. Ifzal 'kan tamu."

"Saya juga tamu, tapi gak sampai minta dibuatkan minum sama kamu," balas Ezel sedikit menyinggung Ifzal.

Ifzal tertawa sumbang, membuat Zani juga Ezel memperhatikannya.

"Iya, lupa, Bapak memang tamu, Zani adalah rumahnya dan saya adalah tuan rumahnya. Lalu kenapa tamu begitu lama bertamu di rumah saya?"

Balasan dari Ifzal sukses membuat Ezel marah. Ezel bukan orang bodoh yang tak tahu maksud dari perkataan Ifzal barusan. Hal itu menunjukkan bahwa Zani adalah milik Ifzal, sementara dia hanya orang yang sekadar singgah di hidup Zani.

"Saya rasa, orang yang bertamu gak sampai selama ini. Harus tahu waktu," lanjut Ifzal membuat Ezel semakin geram mendengarnya.

Sadar kalau dia dan Zani memang tak ada hubungannya apa-apa dan dia yang tak memiliki hak atas Zani, Ezel pun menghela napasnya kasar. Pria itu mengambil kursi plastik yang tadinya jatuh, meletakkan dengan benar, kemudian kembali duduk di sana. Melihat itu, Ifzal tersenyum senang. Ezel harus sadar diri, juga harus sadar posisinya saat ini.

"Kenapa malah ngomong hal yang gak penting, sih?!"

Zani yang tadinya hanya menyimak, sebenarnya paham apa maksud Ifzal, tapi dia tak berani bersuara, hal itu hanya akan memperkeruh suasana. Pada akhirnya, gadis itu berpura-pura tak mengerti. Walau bagaimanapun, yang merawatnya sakit kemarin hingga dia bisa sehat sekarang adalah Ezel, bukan Ifzal.

Setelah itu, sudah tak ada lagi suara yang terdengar, Zani menggunakan kesempatan itu untuk ke dapur dan membuatkan kedua pria itu minuman. Tubuhnya tak selemas kemarin, berjalan sudah mampu, hanya kepala saja yang masih sakit juga pusing. Alhasil, gadis itu membuat teh hangat untuk keduanya. Untuk camilan, di meja ruang tamu sudah ada setoples nastar juga setoples bolu kering buatan mamanya.

Di ruang tamu, kedua orang itu saling menatap dengan sengit. Terutama Ifzal yang begitu tak suka dengan keberadaan Ezel di sini.

"Kenapa Pak Ezel masih di sini? Sudah ada saya, Pak, jadi gak perlu khawatir. Zani baik-baik saja, gak usah sampai dirawat berlebihan kayak gini."

Ezel tertawa mengejek kekasih Zani itu. Jelas saja Zani kini sudah baik-baik saja, itu semua karena dia yang merawat. Kekasih macam apa sebenarnya Ifzal?

"Kalau saya gak datang kemarin, bisa saja Zani udah gak ada hari ini," balas Ezel.

Ezel menjeda perkataannya, karena dia saat ini tengah fokus mematikan laptop Zani, kemudian melanjutkan perkataannya, "Kamu bisa kembalikan Zani pada saya kalau kamu tidak mencintainya. Dia sengsara karena berpacaran dengan kamu."

"Bapak udah nyakitin dia sampai dia pernah gak mau buka hatinya untuk siapa-siapa," ungkap Ifzal tak ingin kalah.

"Dan kamu gak tahu apa-apa tentang saya, Ifzal. Kembalikan Zani pada saya dan kamu bisa bersama sahabatmu itu."

Kali ini, yang tersulut amarah adalah Ifzal. Tangan pria itu terkepal erat. Berani sekali Ezel meminta Zani padanya secara langsung di saat dia dan Zani masih memiliki hubungan. Apa Ezel kira Ifzal akan mengizinkannya?

***

Kalian tim Ezel atau Ifzal nih?

Jangan lupa tinggalkan jejak

Bye bye

Revisweet [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang