Lima

5.8K 350 1
                                    

Kedua insan berbeda jenis itu, janjian akan berangkat ke kampus bersama. Namun, sudah hampir setengah jam Ifzal menunggu, Zani sama sekali belum keluar dari kamarnya. Ifzal bahkan sudah dibuatkan teh juga disuguhkan dengan sandwich oleh mama Zani.

"Maaf, ya, Zani emang suka lama," ujar Afni tersenyum kecil pada Ifzal.

Ifzal hanya mengangguk sekilas seraya tersenyum, dia tak bisa mengungkapkan kekesalannya di rumah Zani atau di depan Afni, yang ada image-nya yang baik di depan Afni jadi buruk. Pria itu berdeham pelan, dia tak biasa mengobrol dengan Afni, paling-paling juga mengobrol hanya sekadar bertanya kabarnya juga hubungannya dan Zani.

Belum ada lima menit Afni membawakan Ifzal teh juga sandwich, Zani sudah keluar dari kamarnya tanpa merasa bersalah sama sekali. Sementara Ifzal sudah menatapnya tajam. Pria itu sangat tak suka dengan orang yang tak tepat waktu, dia bahkan sampai menatap Zani tajam.

"Ifzal udah nungguin lama," kata Afni.

Diomeli mamanya, membuat Zani menunduk lesu, menyesali perbuatannya. Dia juga lama karena Ifzal yang terlalu cepat datang, sementara mereka janjian jam delapan pagi. Jam segitu, masih kurang dosen yang datang, bahkan mahasiswa pun juga sama. Aneh saja menurut Zani, di saat dia semester awal dan datang ke kampus pukul tujuh pagi, kampus sudah ramai. Namun, di saat dia semester tujuh, kampus baru ramai jika sudah pukul sembilan pagi.

"Iya, Ma."

Zani pasrah saja diomeli, toh dia juga salah karena lama bersiap-siap. Gadis itu sibuk mencari baju yang cocok dipakai, karena dia dan Ifzal kembali berangkat ke kampus bersama setelah beberapa minggu tak berangkat bersama. Walau gadis itu tak memakai dress seperti Citra setiap dia lihat di story WhatsApp dan Instagram Ifzal.

"Ya udah, langsung berangka aja, yuk," ajak Zani. Kalau dia berlama-lama di sini, yang ada mamanya hanya akan mengomel tanpa henti.

Ifzal pun mengangguk, dia juga tak ingin berlama-lama di sini karena ingin secepatnya ke kampus dan ingin secepatnya bertemu dosen pembimbing. Keduanya pamit pada Afni dengan mencium punggung tangan Afni, setelahnya keluar dari rumah dengan mengendarai mobil Jazz milik Ifzal.

***

Ketika keduanya sampai di kampus, Zani langsung turun dari mobil tanpa menunggu Ifzal, karena Ifzal tak akan mungkin membukakan dia pintu. Sedangkan Ifzal, setelah mengunci mobilnya serta menyalakan alarm, dia langsung meninggalkan Zani dan melipir ke gedung dosen.

Melihat kekasihnya yang sudah pergi tanpa pamit lebih dulu padanya, Zani menghela napasnya panjang. Kalau dia jadi Citra, apa yang akan dilakukan Ifzal jika ingin keluar dari mobil? Membukakannya pintu? Atau menunggunya keluar lebih dulu?

Gadis dua puluh satu tahun itu melangkah menuju perpustakaan, dia ingin merevisi proposal skripsinya di sana, ingin menyelesaikan secepatnya. Banyak teman-temannya yang sudah mulai meneliti, bahkan ada juga yang sudah menyusun skripsi di semester tujuh ini. Kalau ditanya, apakah Zani panas melihatnya? Oh, tentu saja Zani panas, apalagi ada yang selalu bimbingan bersama. Judulnya yang lebih dulu diacc tapi dia yang paling lama bimbingan proposal skripsi.

Sesampainya di perpustakaan, Zani mencari tempat yang sekiranya dekat dengan colokan karena baterai laptopnya tak penuh. Gadis itu berlesehan di tengah-tengah rak buku yang kebetulan memang di sana terdapat meja pendek. Kala dia telah men-charge laptopnya, Zani langsung berdiri mengambil buku referensi serta jurnal dan skripsi yang kebetulan berada di belakangnya. Mencari skripsi dan jurnal yang sama dengan judulnya, serta mencari buku mengenai metode penelitian kualitatif.

Setelah mendapatkan semuanya, Zani tak ingin buang-buang waktu, dia ingin menyelesaikan proposal skripsinya hari ini, agar besok bisa bimbingan proposal skripsi. Mula-mula gadis itu memperbaiki latar belakang masalahnya, mengikuti seperti saran pembimbingnya. Tentu saja menyusun latar belakang masalah itu membutuhkan waktu lama, apalagi harus menyusun mulai dari yang umum ke khusus.

Jadi membuat latar belakang masalah itu, yang pertama dibahas adalah hal yang umum, terakhir adalah hal yang khusus. Contohnya seperti judul skripsi Zani yang membahas tentang media pembelajaran berbasis teknologi dengan menggunakan aplikasi Google Classrooms. Pertama akan membahas perihal teknologi yang dijadikan sebagai media pembelajaran, kemudian membahas perihal Google
Classroom, kemudian mengidentifikasi rumusan masalah dalam proposal skripsi. Jelas saja hal seperti itu memakan waktu lama, karena harus memikirkan bagaimana susunan dari latar belakang masalah.

"Zan."

Panggilan dari suara yang sudah sangat dia kenal, membuat gadis itu menoleh ke kiri. Ada Maura yang tengah mendekap laptop juga proposal skripsi yang sudah dijilid warna hijau sebanyak tiga rangkap. Zani yakin, sahabat karibnya ini pasti tengah menyelesaikan revisi skripsinya.

"Revisi lagi, Zan?" tanya Maura kemudian mendudukkan tubuhnya di depan Zani.

Zani mendengkus kesal. Dia memutar bola matanya malas karena ditanya hal seperti itu. Menjengkelkan.

"Mentang-mentang udah selesai sempro dan udah skripsian, sombong banget lo," ucap Zani tetapi pelan. Dia jelas masih ingat kalau sedang berada di perpustakaan.

Maura tertawa kecil. Gadis itu suka sekali membuat sahabatnya ini panas melihatnya yang sudah selesai seminar proposal juga sudah menyusun skripsi. Semua teman-teman sekelas mereka tentu tahu bagaimana perjuangan Zani yang mengajukan judul sebanyak lima belas kali dan bimbingan berkali-kali karena harus revisi.

"Heran gue, pak Ezel kayaknya dendam banget deh sama lo, makanya bimbingan sama dia lama," ungkap Maura.

"Aneh 'kan?! Padahal yang putusin dia, bukan elo," lanjut Maura.

Zani menatap Maura tajam, bahkan terlihat memperingati gadis di depannya untuk tutup mulut, takut ada yang mendengar apalagi mengingat kalau dia dan Ezel waktu itu menjalin hubungan tanpa ada yang tahu. Sementara Maura, cengengesan dengan kedua jarinya terangkat berbentuk huruf V. Jelas yang mengetahui hubungan Zani dan Ezel hanyalah mama Zani, Maura, Thalia, serta Ifzal, itupun ketiga—orang selain mamanya—tahu Zani dan Ezel menjalin hubungan dengan Ezel kala keduanya putus.

"Gak mungkin dia dendam, mungkin emang proposal gue aja yang gak sesuai pedoman karya ilmiah," balas Zani.

Gadis itu tak mau berpikir negatif, apalagi saat mengingat kalau Ezel adalah orang yang profesional juga perfeksionis. Ezel tak suka melihat hal yang menurutnya cacat, maka dia akan langsung memperbaikinya. Bahkan, proposal skripsi Zani saja yang ada satu huruf salah, langsung Ezel suruh ganti.  Perfeksionis sekali bukan? Bagi Ezel, semuanya harus terlihat sempurna di matanya. Resuma mahasiswa yang terlihat tak rapi membuat Ezel kadang kesal membacanya, hal itu menurut Ezel mengganggu mata. Zani sudah mengenal tabiat Ezel, yang serba sempurna dan rapi.

"Ya, tapi coba lo bayangin. Pertama, judul lo bermasalah bahkan sampai sekarang masih bermasalah, benar 'kan?"

Zani mengangguk, tak mengelak atau menyanggah. Judulnya sudah pasti masih bermasalah dengan Ezel, karena pria itu kemarin saat bimbingan masih bertanya perihal judulnya.

"Kedua, lo revisi berkali-kali walau lo udah ngikutin arahannya. Bukannya itu secara gak langsung, kalau tuh dosen beneran dendam sama lo?"

Zani menggeleng kuat, lagi-lagi dia berpikir positif. Bimbingan dengan Ezel dia selalu revisi dan Ezel selalu mengatakan apa saja yang kurang dari proposal skripsinya. Ezel adalah orang yang profesional, tak akan pernah mencampur adukkan hal pribadi dan pekerjaan.

"Pak Ezel gak kayak gitu, Maura," sanggah Zani.

"Kita 'kan gak tahu isi hati dan pikiran orang lain. Bisa aja dia ngomong gak suka, tapi di hati suka. Dan bisa aja dia bilang suka padahal gak suka. Kita gak tahu isi hatinya gimana."

Perkataan Maura membuat Zani terdiam seribu bahasa.

"Siapa tahu aja 'kan pak Ezel lama-lamain lo bimbingan karena emang mau balas dendam, kita gak tahu isi hati dan pikirannya."

Hal itu, sukses membuat Zani kembali terdiam. Gadis itu memikirkan perkataan Maura yang mungkin ada benarnya.

***

Revisweet [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang