Dua Puluh Delapan

4.3K 286 5
                                    

Zani mendengkus kesal lantaran ban motornya bocor. Gadis itu melirik Thalia di sampingnya yang hanya mengangkat bahu tanda tak tahu harus apa, ke bengkel pun jauh. Mereka berdua saat ini masih berada di parkiran kampus, niatnya tadi Thalia mau menebeng ke Gramedia, tapi sepertinya dia harus mengurungkan niatnya karena motor Zani yang bocor.

"Kok bisa bocor?" tanya Thalia.

"Mana gue tahu. Tadi dari rumah emang agak kempes," jelas Zani.

"Bawa bengkel?" saran Thalia.

"Ck, jauh, kaki gue bisa-bisa pegal," keluh Zani.

"Ya, daripada lo gak pulang. Gue temenin deh, terus nanti gue nebeng ke Gramedia."

Benar kata Thalia, kalau dia hanya mengeluh seperti itu, yang ada dia tak pulang-pulang. Walau tak mau, Zani pun terpaksa mendorong motornya, dibantu oleh Thalia di belakangnya. Jarak antara bengkel dan kampus sekitar tiga ratus meter dan mereka harus mendorong motor sejauh itu.

"Ya Allah, semoga aja ada malaikat baik hati yang menawarkan bantuan buat kita," doa Thalia di belakang Zani. Suaranya cukup keras dan beberapa pengendara motor melihat mereka.

"Aamiin," sahut Zani mengaminkan doa Thalia.

"Atau kalau enggak, kirim pak Ezel buat bantuin kita," doa Thalia lagi membuat Zani seketika menghentikan langkahnya.

Gadis itu menurunkan standar motornya, kemudian berbalik seratus delapan puluh derajat hingga berhadapan dengan Thalia. Doa Thalia barusan benar-benar menjengkelkan, bagaimana bisa doanya meminta Ezel untuk datang membantu mereka?

"Doa lo ada yang lebih bagusan dikit, gak sih?" tanya Zani membuat Thalia menyengir mendengar pertanyaannya.

"Ya, bagus doang, kalau pak Ezel datang bantuin kita."

"Terlalu berharap malah bikin kecewa."

"Gue berharapnya sama Allah," balas Thalia tak mau kalah.

Zani pun sudah tak membalas, dia kembali mendorong motornya menuju bengkel. Mendorongnya bersama Thalia, keringat Zani sudah mengucur deras, dan rambutnya basah karena keringat. Terik matahari begitu menyengat, membuat keringat tak berhenti mengalir dari pelipis keduanya.

Di tengah-tengah keduanya mendorong motor, bunyi klakson mobil membuat keduanya berhenti melangkah. Thalia menoleh ke belakang, kemudian saat melihat mobil yang sangat dia kenal, pun meloncak kegirangan. Itu mobil Ezel, Thalia sangat mengenal mobil Ezel.

Kemudian Ezel memajukan mobilnya hingga sejajar dengan Zani dan Thalia, pria itu menurunkan kaca jendela mobilnya, kemudian sedikit menunduk melihat Zani dan Thalia.

"Motornya kenapa?"

"Bocor, Pak." Bukan Zani yang menjawab, tetapi Thalia yang menjawab pertanyaan Ezel. Mata Thalia bahkan berbinar karena kedatangan Ezel.

Ezel pun keluar dari mobilnya, mengambil alih motor Zani untuk di dorong ke bengkel.

"Biar saya saja." Perkataan Ezel membuat Zani mundur. Dia membiarkan Ezel mengambil alih untuk mendorong motornya. Toh, dia juga sudah sangat lelah mendorong motor karena mendorong motor di terik matahari yang begitu menyengat.

"Bisa bawa mobil, 'kan? Biar saya saja yang dorong motornya," lanjut Ezel.

Zani menggeleng cepat, dua tahun sudah tak mengendarai mobil membuat dia lupa bagaimana cara mengendarai mobil. Thalia juga tak bisa.

"Gak usah, deh, Pak. Kita bisa dorong sendiri, kok," tolak Zani. Membuat Thalia melotot tak percaya mendengarnya.

Hei, yang benar saja? Ini panas, kakinya juga pegal, setidaknya Zani harus peka. Tadi juga gadis itu mengeluh. Eh, sekarang pas ada bantuan datang malah menolak. Ini dikasih hati maunya jantung.

Ezel pun melepaskan tangannya di setir motor Zani, kemudian mengeluarkan ponselnya dari saku celana bahannya, lalu menempelkan ponselnya di telinga kirinya. Zani yakin, Ezel pasti sedang menghubungi seseorang. Keduanya orang itu diam, membiarkan Ezel menelepon.

Kemudian tak lama Ezel menyimpan ponselnya lagi di sakunya. Zani tadi sempat mendengar Ezel membahas perihal motornya yang bocor, lalu meminta orang itu untuk segeralah datang. Tolong, jangan katakan kalau Ezel memanggil montir di bengkel langganannya.

Zani mengenal baik seperti apa bengkel langganan Ezel. Bayarnya mahal, bahkan hanya untuk menambal ban saja mahal, uangnya mana cukup.

"Jangan bilang kalau Bapak manggil orang di bengkel langganan, Bapak," kata Zani. Horor sekali kalau mendengar Ezel mengiyakan perkataannya.

"Memang iya."

Zani meringis, membayangkan isi dompetnya yang pastinya akan berkurang. Padahal dua hari yang lalu dia mendapatkan uang saku dari mamanya, itu pun untuk membeli snack untuk peserta seminar proposalnya nanti serta snack untuk dosen pembimbing dan penguji.

"Saya mana ada uang, Pak? Bapak lupa kalau saya udah miskin," balas Zani.

Tak suka mendengar perkataan Zani barusan, Ezel memukul pelan bibir Zani. Dia menggeleng pelan karena tak habis pikir dengan perkataan Zani barusan.

"Saya yang nanggung. Motornya parkir di depan minimarket dulu, nanti kita langsung ke bengkelnya," jelas Ezel

Sementara itu, Thalia yang sadar kalau dia hanya akan menjadi obat nyamuk antara Ezel dan Zani, pun berkata, "Saya gak usah ikut aja, deh. Motornya taruh sini aja, saya nungguin orang bengkel yang ambil."

Zani seketika menoleh pada Thalia, matanya melotot bermaksud meminta gadis itu juga ikut. Kalau Thalia tak ikut, nanti dia hanya berdua dengan Ezel, parahnya lagi Ezel pasti membahas masa lalu mereka.

Zani mendekati Thalia, lalu berbisik, "Ikut aja ke bengkel. Lo temenin gue."

"Ya kali, gue jadi obat nyamuk. Gak pa-pa, lo bareng pak Ezel aja. Gue sekarang jadi ship lo sama pak Ezel," balas Thalia juga berbisik pada Zani.

"Heh, gue udah punya pacar."

"Dih, cowok brengsek kayak Ifzal malah dibucin-in. Pokoknya lo ikut aja, gue bisa ke Gramedia besok atau lusa. Motor nih urusan gue. Cuma nungguin tukang bengkelnya aja."

Zani sudah tak membalas, dia pun pasrah ikut dengan Ezel. Hal itu membuat Thalia tersenyum kecil, menggoda Zani yang ikut dengan Ezel.

"Ya udah, deh, Pak," kata Zani dengan suara memelas.

Gadis itu pun masuk ke mobil Ezel kala Ezel membuka dia pintu. Masuk di mobil Ezel, membuat perasaan Zani sudah tak enak. Gadis itu sangat yakin, setelah ini Ezel akan membahas masa lalu mereka. Demi Tuhan, Zani benar-benar tak ingin membahas masa lalu.

Lalu disusul oleh Ezel yang ikut masuk mobil dan duduk di bagian kemudi. Ezel menyalakan mobilnya dan sebelum pergi, dia menekan klakson bermaksud untuk pamit pada Thalia. Ezel mengendarai mobilnya, membawa Zani membelah jalanan ibu kota yang cukup padat, apalagi sekarang waktunya orang-orang pulang ke rumah setelah seharian beraktivitas.

"Ke rumah saya, mau gak?" tanya Ezel menawarkan untuk ke rumahnya.

Zani yang tadinya fokus pada jalanan, pun menoleh pada Ezel. Matanya memicing curiga pada Ezel. Fix, Ezel pasti akan membahas masa lalu, apalagi dia diajak ke rumah pria itu, pastinya akan bertemu dengan orang tua pria itu dan akan membahas masa lalu. Itu pasti trik Ezel.

"Mama saya kangen sama kamu," ucap Ezel seakan tahu pikiran Zani. "Katanya udah lama banget gak ketemu."

Apa lagi ini, ya Tuhan? Zani sepertinya tak bisa lepas dari masa lalunya.

***
Yuhuuu

Part menuju konflik awal nih. Udah siap?

Harus siap, dong.

Yang nanya-nanya Ifzal, tunggu aja. Dia bakal muncul, tapi belum tahu di part berapa. Sebenarnya untuk part ini bukan hanya bagian motor Zani yang bocor, tapi karena udah mencukupi minimal kata, besok bakal update lagi. Lanjutan dari part ini, pagi on proses kok.

Jangan lupa tinggalkan jejak

Bye bye

Revisweet [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang