Zani
Assalamualaikum, Pak.
Mohon maaf mengganggu waktunya, saya Zanitha Eiliyah mahasiswi semester 7 Universitas Bumi Semesta. Saya mau bimbingan, Pak. Sekiranya di mana saya bisa menemui Bapak?🙏Ceklis dua, tetapi masih belum dibaca oleh Ezel. Memang setiap kali dosen itu Zani chat, pasti lama dibalas, kadang juga tak dibalas dan hanya dibaca saja. Zani heran, dia salahnya di mana sehingga dosen itu tak membalas pesannya, padahal dia sudah mengirimkan Ezel pesan yang sopan.
Gadis itu terus melihat ponselnya, bahkan dia juga membuka room chat antara dirinya dan Ezel. Dosen menyebalkan itu online, tetapi sama sekali tak membalas pesan dari Zani. Berapa lama sih membalas pesan? Tak sampai satu menit. Banyak dosen yang sangat jarang membalas pesan mahasiswa atau juga jarang mengangkat panggilan dari mahasiswa, kemudian di saat mahasiswa terlambat dari teman-temannya yang lain, selalu disalahkan dan dibilang lambat urus segala macamnya, padahal dosen yang susah dihubungi.
Ada banyak juga mahasiswa yang terlambat dalam segala hal karena lama berurusan dengan dosen, termasuk Zani. Kalau saja dia menemukan dosen baik yang sekali bimbingan langsung ACC, pasti segala urusan Zani lancar jaya tanpa adanya hambatan. Sayangnya, dia tak mendapatkan dosen seperti itu kecuali dosen pembimbing duanya.
Pukul delapan pagi ini, harusnya Zani membantu mamanya di toko roti, tapi dia beralasan akan bimbingan proposal skripsi, dan mamanya pun tak memaksa. Namun, sayangnya gadis itu tak menemukan Ezel di gedung dosen. Meja Ezel kosong, hanya ada beberapa skripsi dan kertas tugas mahasiswa tingkat bawah di sana. Ezel memang susah dicari, bimbingan ke rumahnya dia juga tak izinkan.
Pernah sekali Zani datang ke rumah pria itu dengan alasan bimbingan, karena Ezel sama sekali tak ada di kampus. Zani masih sangat ingat bagaimana marahnya Ezel waktu itu.
Gadis itu kembali melihat pada ponselnya, lima belas menit telah berlalu, tetapi Ezel masih belum membalas pesannya. Tak kunjung mendapatkan balasan dari Ezel dan pesannya hanya dibaca, Zani pun memilih menghubungi Ezel. Tapi sayangnya, baru sambungan pertama panggilannya sudah dimatikan oleh Ezel.
"Sialan!" umpat Zani seraya menggebrak meja. Hal itu sukses membuat dirinya menjadi pusat perhatian di kantin kampus.
Gadis itu bangkit dari duduknya, dia harus ke gedung dosen lagi untuk melihat apakah Ezel ada di mejanya atau tidak. Dia harus bimbingan hari ini karena sebentar lagi memasukkan semester 8. Zani hanya ingin seminar proposal sebelum semester delapan, agar dia bisa tenang.
"Mau kemana, Zan?"
Tepat di depan pintu masuk kantin, Zani bertemu dengan Thalia juga Maura, dan hal itu dijadikan Zani kesempatan untuk meminta keduanya untuk menemani. Kadang Zani merasa malu juga pergi sendiri ke gedung dosen, apalagi ada banyak mahasiswa di sana, dia merasa menjadi pusat perhatian.
"Kebetulan, temenin gue ke gedung dosen," pinta Zani langsung menarik tangan keduanya menuju gedung dosen, bahkan gadis itu sama sekali tak meminta persetujuan dari keduanya.
"Gak selesai-selesai?" tanya Thalia sembari mengikuti langkah Zani menuju gedung dosen.
"Please, deh, gak usah ditanya," protes Zani mendengkus kesal.
Hal yang paling dibencinya di dunia saat ini adalah, ditanya hal yang berbau skripsinya.
Sudah bimbingan, belum?
Proposal skripsinya udah ACC?
Udah sampai mana proposal skirpsinya?
Belum selesai juga?
Kapan seminar proposalnya?
Dan masih banyak lagi, kadang Zani ingin sekali menyumpal mulut orang-orang yang bertanya dengan kaos kakinya, tetapi sayang sekali, dia tak mampu. Hampir semua yang bertanya tersebut adalah keluarga besarnya. Thalia sudah tak bertanya, sementara Maura mengikuti kemana sana Zani menariknya. Toh, Zani juga sering menemaninya bimbingan.
Ketika sampai di depan gedung dosen, ada beberapa mahasiswa yang duduk di kursi tunggu, pasti juga memiliki urusan dengan dosen di dalam. Di dalam gedung tersebut, ada beberapa dosen dan mahasiswa yang tengah bimbingan. Mata Zani tertuju pada meja Ezel yang kosong, membuatnya menghela napasnya, lelah karena menunggu Ezel sejak pukul delapan pagi tadi. Ini kalau Ezel tak datang di kampus, Zani akan mendatangi rumah pria itu, biar saja dia marah. Walau Ezel dosen, dia tak boleh seenaknya dengan mahasiswa.
"Gak ada, anjir," sungut Zani.
Gadis itu bahkan sudah mencak-mencak tak jelas lantaran tak menemukan keberadaan Ezel di mejanya. Kalau tahu seperti ini, Zani memilih untuk membantu mamanya di toko kue. Buang-buang waktu.
"Udah dihubungi?" kali ini, yang bertanya adalah Maura, dia merasa kasihan melihat sahabatnya yang selalu di-PHP Ezel.
Zani memutar bola matanya malas, dia juga mendengkus kesal lantaran Ezel tak ada.
"Udah gue chat, telepon juga udah, malah gak direspon. Dikira gue juga gak ada kerjaan, apa?!"
Zani mengungkapkan kekesalannya.
"Gue udah nyiapin mental kalau-kalau tuh dosen marah, dia-nya malah gak ada. Sialan emang. Tuh dosen buang-buang waktu aja, dia pikir gue gak capek nungguin dari jam delapan pagi sampai sekarang?!" gerutu Zani.
Mata gadis itu berkaca-kaca, menandakan kalau dia sebentar lagi akan menangis. Siapa yang tak menangis kala perjuangannya malah tak dihargai? Zani sudah revisi hingga tengah malam, bahkan dia sampai tak makan untuk revisi, kemudian di saat mau bimbingan, dosen itu malah tak ada. Parahnya lagi, pesannya hanya dibaca, serta panggilannya dimatikan. Bukankah secara tak langsung Ezel tak menghargai perjuangannya untuk mencapai gelar.
"Mentang-mentang pendidikannya tinggi, sampai gak mau menghargai orang. Mentang-mentang dia dosen, jadi seenaknya dengan mahasiswa."
Jelas saja, sejak tadi Zani menggerutu didengar oleh semua orang yang duduk di kursi tunggu depan gedung dosen. Gadis itu bahkan sudah menangis dan Thalia langsung menariknya ke pelukan.
"Ssstt ... udah, Zan. Lo didengerin sama semua orang," bisik Thalia.
"Nyebelin banget tuh dosen," lanjut Zani mengungkapkan kekesalannya.
Seperti ini lebih baik, daripada diam saja kala tak dihargai. Sekalipun dia hanya mahasiswa, setidaknya dia juga harus dihargai. Ini usahanya malah tak dihargai, jangankan dihargai, dilihat saja tidak.
"Udah, gak usah ngomel-ngomel, gak guna. Pak Ezel gak bakal datang. Kita mending ke kantin, makan-makan," timpal Maura.
Salah satu dari mahasiswi duduk di kursi tunggu yang mendengar perkataan Maura, langsung bertanya, "Nyari pak Ezel, ya, Kak?"
Maura mengangguk, sementara Thalia langsung melepaskan pelukannya, dan Zani langsung menatap pada mahasiswi yang tengah duduk di kursi tunggu itu.
"Pak Ezel hari ini gak masuk, ada rapat di hotel Pradika," imbuh mahasiswi itu.
"Tahu dari mana?" tanya Thalia.
"Pak Ezel tadi nelpon saya, Kak."
What?! Ezel menelepon mahasiswi ini, tapi sama sekali tak membalas pesannya dan hanya dibaca saja. Memangnya berapa lama menjawab pesannya? Tak sampai satu menit juga. Zani meneliti penampilan mahasiswi di kursi tunggu itu.
Kulitnya putih, wajah mulus serta di-make up tipis, bibir tipis dan memakai lipbalm merah. Cantik. Pantas saja Ezel menghubungi gadis itu.
"Dasar cowok mata keranjang," umpat Zani meninggalkan gedung dosen dengan perasaan dongkol.
Tahu saja Ezel dengan yang good looking. Tiba-tiba saja, gadis itu teringat akan perkataan Maura, yang mengatakan kalau Ezel itu dendam padanya. Sepertinya memang benar. Fix, Ezel dendam padanya.
Tapi dendam karena apa? Orang yang lebih dulu minta putus itu Ezel sendiri. Atau jangan-jangan Ezel dendam karena Zani tolak beberapa hari yang lalu?
***
Hayoo...
Siapa yang panggilan atau chatnya sering diabaikan dosen?
Author jg sering gitu 😂
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian yah
Vote dan komennya ditunggu.
Bye bye

KAMU SEDANG MEMBACA
Revisweet [TERBIT]
RomansaNomor Peserta: 081 Tema: Campus Universe Blurb : Judul skripsi Zani bermasalah, membuatnya harus berurusan dengan dosen pembimbing 1 yang juga merupakan mantan kekasihnya. Parahnya, Zani berkali-kali revisi hingga membuatnya mual melihat banyaknya p...