Tiga Puluh Enam

4.3K 318 34
                                    

Ifzal menggeram kesal setelah kepergian Zani dan Ezel, dia tak suka mendengar perkataan Zani yang menyuruhnya untuk introspeksi diri. Bukankah itu menandakan kalau hubungan mereka sedang ada di ujung tanduk? Pria itu menggeleng cepat, tak ingin membayangkan hal yang tak diinginkan. Demi apapun, Ifzal tak ingin pisah dari Zani.

"Aku cinta sama kamu, Zan. Berapa kali lagi aku harus bilang sama kamu?" gumam Ifzal pelan.

Pria itu kini tak memedulikan Citra yang ada di belakangnya, yang hanya diam menatapnya. Walau Ifzal bergumam pelan, Citra masih mendengar apa saja yang dikatakan Ifzal. Lucu sekali, Ifzal lebih sering bersamanya, tapi hati Ifzal hanya untuk Zani. Gadis itu tersenyum kecut, dadanya terasa ngilu kala mengingat perkataan Ifzal tadi.

"Kita pulang," kata Ifzal tanpa menoleh sekalipun dengan Citra.

Ifzal melangkah dengan cepat, membuat Citra melebarkan matanya lantaran Ifzal sudah cukup jauh darinya. Gadis itu pun mengejar Ifzal, berlari kecil berusaha mensejajarkan dirinya dengan Ifzal, tetapi tetap tak bisa, langkah Ifzal malah semakin cepat.

"Zal, tunggu," rengek Citra membuat Ifzal menghela napasnya lelah dengan Citra.

Pria itu menghentikan langkahnya, tetapi sama sekali tak menoleh pada Citra, dia hanya menunggu Citra bersejajar dengan dirinya. Setelah Citra sudah sejajar dengannya, Ifzal kembali melangkah dengan cepat, membuat Citra juga ikut mempercepat langkahnya. Bahkan Citra sampai berlari kecil agar bisa sejajar dengan Ifzal.

Diliriknya Ifzal yang ada di samping kanannya, rahang Ifzal mengeras, menandakan kalau pria itu sedang marah. Bahkan tangan Ifzal mengepal erat. Semarah itu Ifzal karena Zani menyuruh untuk introspeksi diri? Citra benar-benar tak menyangka, sebesar itu pengaruh Zani pada diri Ifzal.

Ketika keduanya telah sampai di parkiran juga telah masuk di mobil, Ifzal sama sekali tak bersuara, begitu pun dengan Citra. Akan tetapi, Citra masih juga melirik pada pria itu. Ifzal masih terlihat marah, membuat Citra segan untuk mengeluarkan suara. Bisa-bisa amarah Ifzal meledak.

Baiklah, dia akan berbicara dengan Ifzal ketika mereka sampai di rumahnya.

Mobil Ifzal pun menyusuri jalanan yang cukup padat itu, si pengemudi memfokuskan dirinya pada jalan. Ketika jalanan agak lenggang, Ifzal menghentikan mobilnya di pinggir jalan, membuat Citra mengernyit heran.

Apa Ifzal ingin membeli sesuatu?

Gadis itu pun menoleh, menatap Ifzal yang hanya diam dengan mata yang terus menatap lurus ke depan. Ada apa ini?

"Turun," perintah Ifzal tak terbantahkan.

"Hah?"

Citra melongo tak percaya. Selama mereka pergi bersama, Ifzal sama sekali tak pernah menurunkan dirinya di pinggir jalan seperti ini, bahkan pulang saja, Ifzal selalu mengantarnya hingga depan pintu rumahnya. Tapi kenapa pria itu malah dengan teganya menyuruh dia turun, di pinggir jalan pula. Lalu dia bagaimana?

"Aku bilang turun, Citra," ulang Ifzal menyuruh Citra turun.

Gadis itu menggeleng cepat, menolak Ifzal yang menyuruhnya untuk turun. Jelas saja dia tak mau, pergi dengan Ifzal dan pulang juga harus dengan Ifzal.

"Turun," ulang Ifzal lagi.

"Enggak! Apa-apaan, sih?" tolak Citra. Mana mau dia turun, Ifzal harus mengantarnya pulang.

"GUE BILANG TURUN, ANJING!" hardik Ifzal membuat Citra sontak terkejut. Mata gadis itu memanas lantaran Ifzal yang membentaknya.

"Kamu udah berani bentak aku?"

Bukannya menjawab, Ifzal malah terkekeh kecil. Jelas saja dia berani, memangnya Citra siapa? Hanya sahabat saja, tak lebih dan tak kurang.

"Ini semua gara-gara kamu, kalau seandainya kamu gak minta temenin ke perpustakaan daerah, semuanya gak akan kayak gini," tutur Ifzal marah pada Citra.

Hal itu sontak saja membuat Citra benar-benar tak habis pikir.

"Kamu nyalahin aku?" tanya Citra. "Zal, kamu sendiri yang mau. Aku gak maksa," lanjut Citra sukses membuat Ifzal terdiam.

Benar, Citra sama sekali tak memaksanya, justru dia sendiri yang mau dengan suka rela menemani Citra ke perpustakaan daerah. Namun, Citra juga salah,  kenapa Citra kembali mengajaknya ke mall untuk ke time zone?

"Kamu juga ngajak aku ke mall hanya untuk ke time zone, padahal aku ada janji sama Zani. Ingat, Citra, kita hanya sahabatan, gak lebih."

Ifzal benar-benar tak mau kalah, dia masih saja mencari celah untuk menyalahkan Citra, itu semua karena dia tak terima dengan Zani yang menyuruhnya untuk introspeksi diri. Pria itu yakin, kalau hubungannya dan Zani saat ini berada di ujung tanduk, belum lagi dengan adanya Ezel di dekat Zani.

"Kamu gak bilang kalau kalian ada janji," pungkas Citra kemudian langsung turun dari mobil Ifzal. Gadis itu menutup pintu mobil Ifzal kasar, tak peduli dengan Ifzal yang berteriak tak terima.

Setelah Citra keluar dari mobilnya, Ifzal langsung menancapkan gasnya, meninggalkan Citra sendiri di pinggir jalan. Hal itu membuat Citra menangis. Sedih karena Ifzal sudah berani membentaknya, bahkan menurunkannya di pinggir jalan.

Zani adalah orang yang merusakkan hubungan persahabatannya dengan Ifzal. Semenjak Ifzal dan Zani menjalin hubungan, Citra rasa, Ifzal sudah tak peduli padanya. Ifzal lebih peduli pada Zani, selalu saja memikirkan Zani. Apa-apa Zani. Dan Citra membenci gadis bernama Zani.

***

Tangan Ezel mengelus punggung Zani yang bergetar akibat menangis. Sudah begitu lama Zani menangis, tetapi masih belum berhenti juga. Ezel bahkan tak tahu harus berbuat apa. Sekadar memeluk Zani untuk menenangkan gadis itu, dia tak berani, takut Zani marah padanya. Mereka baru saja berbaikan tadi, mana mungkin dia ingin membuat Zani kembali marah padanya?

Isak tangis Zani membuat Ezel kesal, kenapa Ifzal begitu berpengaruh di hidup Zani? Tadi saja, Ezel rasanya ingin menghajar Ifzal karena sudah membuat Zani menunggu lama, tetapi ingat kalau mereka saat itu berada di tempat umum. Bisa-bisa mereka menjadi pusat perhatian dan parahnya, mungkin akan ada berita tak mengenakkan terdengar di kampus.

"Udah, tenangkan diri kamu," kata Ezel.

"Jahat banget, ya, Pak? Saya udah nunggu berjam-jam, tapi dia malah sama Citra," ujar Zani. Tangan gadis itu menutup wajahnya, menangis di telapak tangannya tanpa henti.

Ezel sebenarnya tak tahu harus apa. Biasanya, kalau mamanya menangis, Ezel selalu memeluk mamanya, menenangkan mamanya di pelukan. Tapi ini Zani, bukannya tenang, Zani malah semakin marah padanya, atau bahkan bisa lebih dari yang dia bayangkan.

Zani melepaskan tangannya yang tadi menutup matanya, kemudian menatap Ezel dengan matanya yang sembab sehabis menangis. Isak tangis gadis itu sudah berhenti, tetapi air matanya masih tetap mengalir.

"Boleh saya peluk Bapak? Saya butuh sandaran, Pak. Saya juga butuh orang yang menenangkan saya," pinta Zani langsung dijawab anggukan cepat dari Ezel.

Ini yang pria itu tunggu-tunggu dari tadi, menenangkan Zani dalam pelukan. Dia rasa, menenangkan seorang perempuan yang sedang menangis itu hanya dengan cara dipeluk. Zani pun langsung memeluk tubuh Ezel, menenggelamkan wajahnya di dada bidang Ezel, tak peduli kalau kemeja Ezel basah karena air mata juga cairan yang keluar dari hidungnya. Ezel juga tak peduli, asal Zani bisa tenang.

"Jatuh cinta memang sakit, Zani. Banyak yang memilih menutup hatinya dibandingkan memilih untuk jatuh cinta. Tapi menurut saya, orang yang memilih untuk jatuh cinta, hidupnya akan bahagia. Lebih berwarna. Jangan kapok untuk jatuh cinta, gak semua orang sama dengan orang yang tengah kamu cintai saat ini," tutur Ezel membuat tangis Zani semakin pecah.

Namun, Zani merasa dia telah salah jatuh cintanya pada orang. Dia salah jatuh cinta pada Ifzal.

***

Huaaaaa

Akhirnya ....

Selamat dengan 10k pembaca. Makasih banyak loh, dalam waktu sebulan lewat 8 hari udah banyak aja yang baca. Niatnya mau update cepat tadi, tapi gak bisa karena hari ini banyak kerjaan.

Jangan lupa tinggalkan jejak

Vote dan komennya aku tunggu

Bye bye

Revisweet [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang