Enam Belas

4.7K 329 16
                                    

Afni mengelus lembut puncak kepala anaknya, membuat Zani tersenyum mencoba menenangkan mamanya yang takut meninggalkannya sendiri di rumah. Hari ini, Afni akan berangkat ke kampung halamannya—Makassar—untuk menjenguk nenek Zani yang sakit di sana. Wanita paruh baya itu khawatir meninggalkan anaknya sendiri di rumah, apalagi Zani seorang perempuan, bagaimana kalau terjadi sesuatu dengan anaknya?

Zani sendiri, menolak untuk ikut, dia tak bisa pergi menjenguk neneknya karena harus menyelesaikan revisinya secepat mungkin.

"Mama takut ninggalin kamu," ujar Afni. Tangannya turun mengelus pipi Zani yang terasa hangat. Wajah Zani pucat, hal itu juga yang membuat Afni berat meninggalkan anaknya sendiri di rumah. Kalau Zani sakit, siapa yang akan menjaganya? Siapa yang akan merawatnya?

"Gak pa-pa, Ma. Aku bisa jaga diri, kok," ucap Zani mencoba menenangkan Afni.

"Kamu pucat, kalau sakit gimana? Siapa yang rawat nantinya?"

Zani tertawa pelan, lalu berkata, "Aku udah besar. Kalau sakit 'kan tinggal minum obat."

Afni menghembuskan napasnya panjang, dia tak bisa memaksa anaknya di saat anaknya tengah berjuang untuk meraih gelarnya. Pada akhirnya, mamanya Zani memilih mempercayai perkataan anaknya, bahwa dia bisa menjaga dirinya sendiri.

"Ya udah, jaga diri baik-baik. Kalau ada apa-apa telepon Ezel."

Zani mengernyit heran. Kenapa dia harus menelepon Ezel kalau terjadi apa-apa? Zani memiliki kekasih, tentu saja kalau terjadi sesuatu dia menghubungi Ifzal.

"Kok telepon pak Ezel, Ma?"

"Ya kalau kamu telepon Ifzal juga gak bakal dia respon, pacar kamu itu 'kan sibuk sama temannya."

Zani menggeleng pelan. Dia tak menyangka dengan mamanya malah menyuruh dia menelepon Ezel. Hei, dia dan Ezel sudah tak memiliki hubungan apa-apa, mana mungkin dia mau menghubungi Ezel.

"Mama aneh, aku sama pak Ezel udah gak kayak dulu."

"Terserah, deh, mau nelpon siapa. Mama berangka dulu. Tidurnya harus teratur, jangan lupa makan gak boleh telah," pungkas Afni pamit pada anaknya serta memberikan wejangan-wejangan pada anaknya. Sedangkan Zani hanya mengangguk saja, dia tak yakin benar-benar tidur teratur juga makan dengan teratur ketika mengingat kalau dia lagi-lagi revisi.

***

Setelah mamanya berangkat sore tadi ke Makassar, Zani langsung merevisi proposal skripsinya tanpa henti hingga malam tiba, berhenti pun cuma untuk shalat. Zani rasa, tak ada kesempatan untuk berleha-leha karena minggu depan pembayaran UKT sudah dibuka, dia harus secepatnya selesai proposal skripsi di semester tujuh ini, agar saat semester delapan dia akan fokus pada ujian komprehensif juga skirpsinya.

"Ini cara buat nomor halaman agak dekat dengan paragraf ini gimana?" tanya Zani pada diri sendiri.

Gadis itu meraih ponselnya yang terletak tepat di samping laptopnya, kemudian mencari di Google perihal pengaturan halaman. Namun, dia sama sekali tak menemukan apa yang dia cari. Kemudian gadis itu beralih pada aplikasi YouTube untuk mencari pengaturan halaman di sana, dan tetap sama gadis itu tak menemukan apa yang tengah dia cari.

Zani putus asa kalau dia suruh untuk memperbaiki penomoran di Microsoft Word, dia memang tak begitu paham dengan masalah penomoran halaman di Microsoft Word, walau teman-teman kelasnya, memberikan dia julukan Ratu Microsoft Word.

"Sialan, tuh, pak Ezel. Kayaknya dia tahu banget kelemahan gue," sungut Zani kemudian beralih membuat aplikasi WhatsApp untuk menghubungi Maura yang lebih paham dengan penomoran halaman di Microsoft Word.

Revisweet [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang