Tujuh

5.2K 339 4
                                    

Pagi-pagi sekali, Zani sudah datang ke kampus. Dia ingin bimbingan, tak seperti kemarin yang batal bimbingan karena dosen itu tak ada di kampus. Gadis itu sudah bersumpah sejak kemarin, kalau dia akan datang ke kampus pagi-pagi sekali. Benar saja, Zani datang ke kampus pukul enam pagi, di saat belum banyak mahasiswa di kampus, hanya ada satpam juga cleaning servis saja. Bahkan gedung dosen pun belum dibuka.

Oh, biarkan saja. Zani tak peduli, dia hanya ingin bimbingan hari ini. Kalau ditunda-tunda, yang ada dia kehilangan jejak Ezel lagi. Gadis itu melirik jam tangan yang melingkar dipergelangan tangan kirinya, waktu telah menunjukkan pukul setengah delapan, berarti jam kerja sebentar lagi dimulai. Para mahasiswa juga beberapa staff kampus berdatangan, sayangnya gedung dosen sama sekali belum terbuka, mungkin karena belum ada satu pun dosen yang datang. Tak masalah bagi Zani, dia akan tetap menunggu Ezel hingga Ezel datang.

Satu per satu dosen mulai berdatangan, gedung dosen pun sudah dibuka, hanya saja Ezel belum tiba dan Zani tetap setia menunggu dosen pembimbingnya itu seraya memainkan ponselnya. Cukup lama menunggu, membuat gadis itu kesal, dia meletakkan ponsel di pahanya.

"Jangan-jangan pak Ezel gak datang lagi," gumam Zani. Dia melirik jam tangannya, sebentar lagi pukul delapan pagi, tetapi Ezel belum tiba.

Kalau sampai pukul setengah sembilan Ezel tak datang juga, Zani akan menghubungi dosen itu. Gadis itu kembali memainkan ponselnya, seraya menunggu Ezel, tetapi tak lama kemudian, Ezel tiba dengan mobil Pajero putihnya. Melihat kedatangan Ezel, senyum Zani mengembang, bahkan begitu lebar. Sedangkan Ezel, masih tak sadar dengan keberadaan Zani, dosen pembimbing sekaligus mantan kekasih Zani itu sibuk dengan kertas-kertas di tangannya. Bahkan saat masuk ke gedung dosen pun, Ezel tak menyadari keberadaan Zani.

Tak peduli dimarahi seperti dulu, Zani tetap mengekori Ezel. Biar saja Ezel marah, salah sendiri kemarin tak datang dan membuat Zani batal bimbingan, yang Zani inginkan saat ini adalah bimbingan agar secepatnya seminar proposal skripsi sebelum pembayaran UKT semester delapan dibuka.

Ketika Ezel baru saja menyimpan kertas-kertas di tangannya tadi ke meja, dia terlonjak kaget melihat Zani sudah di depannya.

"Mau ngapain?"

"Saya mau bimbingan, Pak," jawab Zani.

Jantung gadis itu sebenarnya berdebar-debar, takut kalau Ezel memarahinya. Walau bagaimanapun Zani bersumpah akan memarahi Ezel atau memaki-maki pria itu, tetap saja dia tak berani, apalagi mengingat kalau Ezel adalah dosen di kampus sekaligus dosen pembimbing, yang ada proposal skripsinya malah tak diACC sama sekali.

"Saya aja baru sampai, belum juga duduk, tapi kamu sudah datang minta bimbingan," omel Ezel.

"Saya kemarin udah hubungi Bapak, tapi gak dibalas juga, telepon dari saya juga dimatikan," jelas Zani.

"Kamu menyalahkan saya? Kamu kira pekerja saya cuma mau bimbing kamu?"

"Maaf, Pak," ucap Zani. Jelas saja dia tak bisa membantah, proposal skripsi yang menjadi taruhannya jika dia membantah.

Melihat Zani yang tak berkutik sama sekali, Ezel pun menghembuskan napas panjang. Sepertinya dia sudah keterlaluan dengan mahasiswi bimbingannya ini. Kemarin dia tak sempat ke kampus karena ada seminar nasional di hotel Pradika. Makanya telepon Zani dia matikan.

"Jam sebelas nanti temui saya di ruang LP2M. Saya ada di sana sebentar. Pagi ini saya ada jadwal, jadi gak bisa bimbingan sekarang."

Zani mengangguk, lalu berkata, "Baik, Pak."

Setelahnya, Zani pamit undur diri, tak lupa juga dengan mengucapkan terima kasih dengan dosen itu. Namun, dalam hati Zani, sejak tadi sudah mencak-mencak lantaran diomeli.

Revisweet [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang