Sebenarnya aku ingin sekali tidak masuk sekolah dulu untuk hari ini, semalam aku hanya menangis sehingga menyebabkan mataku sembab. Aku juga belum mengerjakan tugas sekolah, tetapi hari ini aku memaksakan diri pergi ke sekolah karena ada ulangan harian yang tidak mau aku lewatkan.
Hari ini juga aku piket, itu artinya aku harus datang lebih pagi di sekolah.
Pagi ini dingin sekali, aku hanya bisa memeluk diriku sendiri, berjalan bagai melayang menuju kelas. Dengan pikiran yang kacau balau entah kemana jalur pikiranku yang seharusnya.
Sesampainya di kelas aku mengangkat bangku ke atas meja, tujuannya agar menyapu lantai dengan mudah. Sialnya, pikiranku yang kacau menyebabkan fisik ku juga lemah, aku menjatuhkan bangku membuat orang yang ada di dalam kelas terkejut.
"Woy! Bisa angkat bangku gak? Sapu-sapu aja sana!" bentak seseorang.
"Maaf," aku menundukkan kepala kepadanya.
Ia terlihat kesal, begitu juga dengan aku, kesal pada diri sendiri.
Aku menyapu dari bangku ke bangku lalu tak sengaja melihat sesuatu yang membuatku terdiam, apakah ini yang selama ini aku cari? Tulisan di meja depan dengan tinta biru, sesuatu yang ditulis oleh Rafasya.
"Embun Suka Marah!" Itu tulisannya. Aku mengusapnya dengan perlahan, kenapa bisa-bisanya aku tidak menemukan tulisan ini setelah sekian lama?
Mataku kembali berkaca-kaca, perasaan bersalahku kepada Rafasya semakin besar. Bagaimana aku akan bertemu Rafasya saat ini? Bahkan aku terlalu malu untuk mengucapkan permintaan maaf.
Tidak mau mendapatkan masalah lagi, aku segera menyapu lantai agar cepat selesai.
Satu jam berlalu bel masuk pelajaran pun berbunyi, semua murid sudah masuk ke dalam kelasnya masing-masing, begitupun juga para guru yang telah siap dan semangat untuk membagikan ilmu kepada muridnya.
"Selamat pagi semuanya! Untuk doa hari ini yang pimpin Embun."
Setiap hari selalu seperti ini, yang memimpin doa selalu bergantian. Mengapa namaku disebut di waktu yang tidak tepat?
Aku masih terdiam.
"Embun," panggil guru Bahasa Inggris.
"Embun, kamu lagi sakit?"
Aku mengalihkan pandangan ke depan. Sedetik kemudian aku memimpin kelas untuk berdoa, walaupun sepertinya hanya dengan setengah kesadaranku.
"Oke, untuk mengawali pembelajaran kali ini, Ibu ingin kalian semua mengerjakan tugas yang Ibu kasih, udah kalian kerjakan di rumah?"
Semua orang menjawab sudah. Hanya aku yang tidak merespon. Mata jeli guru mengarah padaku, pasti Ibu guru tahu aku belum mengerjakan tugas.
"Satu per satu orang ke depan dan tulis jawaban dari pertanyaan tugas itu di papan bor ya, dimulai dari Embun."
Aku menghembuskan nafas pasrah, pasti aku yang akan menjadi sasaran empuk untuk dimarahi pagi ini.
Aku membaca pertanyaan itu, dan aku tidak paham. Mila mencubit sedikit tanganku, saat aku menoleh, ia menyodorkan jawaban dengan kertas kecil padaku.
Dengan gerakan cepat aku mengambil kertas itu lalu segera berdiri dan maju ke depan. Aku membawa sepidol, tanpa membuka tutupnya aku langsung menulis. Orang-orang menertawakan aku, kulihat Mila dan Ratna menepuk jidatnya.
Dengan cepat aku membuka penutup sepidol itu dan segera menulis, bodoh, aku menulis dengan huruf huruf nya yang sangat kecil, tidak mungkin ada satu orang pun yang bisa membaca ini dari bangkunya.
![](https://img.wattpad.com/cover/261233964-288-k439994.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rafasya ✔
Teen FictionStory *3 by Airis Yulia Hanya untuk mengenang, mempelajari, mudah dilupakan atau tidak, semoga apapun yang telah terjadi adalah yang terbaik. selamat membaca bagian akhir dari kisah, "ketika Embun jatuh cinta, kepada sang pemilik Kaca Jendela."