Pagi ini langit sangat cerah, matahari membuat hangat manusia yang kedinginan, bahkan embun menguap satu jam lebih cepat dari hari-hari biasanya.
Burung yang berkicau membuat was-was para petani padi yang hendak panen, kupu-kupu kecil berwarna putih memperindah ladang yang subur.
Aku sedang berada di kampung sebelah, tempat di mana aku bekerja paruh waktu. Hari ini seharusnya aku bekerja penuh waktu, tetapi aku ingin menghentikan diriku sendiri untuk bekerja. Aku resign akhir tahun ini. Aku keluar ekstrakurikuler, keluar dari pekerjaan, dan sudah lama juga tidak bertemu dengan Cahaya. Mengetahui aku keluar ekstrakurikuler Lilis merasa bingung dan kecewa.
"Apapun itu, kamu udah ngelakuin yang terbaik. Aku bakalan selalu inget sama kamu, dan bakalan ngerasa kamu selalu ada di sini."
Aku banyak berterima kasih pada Lilis, selain teman baik, dia juga sering memberiku tumpangan saat pulang ekstrakurikuler.
Sedangkan Cahaya benar-benar hilang, entah kapan kali terakhir kami bertemu. Aku ingin sekali menanyakan kabarnya, tetapi nomor ponselnya sudah tidak aktif.
Jika dipikir-pikir, aku sudah menghindari semua kegiatan sosial ku. Sebentar lagi aku Ujian Nasional, aku hanya ingin mempersiapkan diriku sendiri. Aku hanya ingin berhasil dan bersekolah di SMA yang baik.
Aku menghempas semua yang menghalangiku untuk bisa fokus pada diriku sendiri, termasuk menghempas Rafasya. Sekitar dua hari lalu siswa siswi SMP Rusada sudah menyelesaikan study tour nya ke Jogjakarta. Aku membuka laman instagram dan melihat postingan Rafasya bersama Naura yang sedang berfoto di depan candi Prambanan. Itu sangat menggangguku, hingga akhirnya aku menghapus aplikasi instagram dari ponsel.
Berbicara tentang Rafasya, aku sudah mengambil kesempatan untuk menghubungi Rafasya, kata Farel harus satu kali. Dan aku sudah memakainya, aku berjanji, ini adalah yang terakhir kali.
Dari pesawahan, aku berjalan menuju taman yang biasa aku kunjungi, terima kasih taman komplek, walaupun aku tidak tinggal di sini, kamu sudi untuk membiarkan aku datang ke sini setiap waktu.
Setelah sampai, aku disuguhkan pemandangan tukang gulali yang ramai pembeli.
"Embun, kamu itu kayak gulali ini. Manis, dan tidak ada duanya," kata Rafasya saat itu.
Emang gulali itu mana tahu bahwa aku kini sudah putus dengan Rafasya.
Aku duduk dan membuka ponsel, melihat status whatsapp lalu tersenyum. Ayu memposting album grup korea baru, Naya bermain dengan kucingnya, Mila dengan adik-adiknya, Ratna yang fokus dengan bisnis onlinenya, terakhir ada Lilis yang terlihat semangat dengan pesantren mingguannya. Betapa sibuknya masing-masing melakukan hal yang membuat bahagia, kurasa, hingga saat ini aku belum menemukan hobi. Aku kini tidak memiliki kegiatan apapun, akan aku manfaatkan waktu yang berharga ini sebaik mungkin, aku mungkin akan mulai sering menulis buku diary, atau belajar membuat donat bersama Mama.
Ada pesan masuk.
+62 853 6756 ××××
Udah di tempat?Embun Yuniata
Udah, dipercepat ya. Aku malas nungguSekitar lima menit aku menunggu, Rafasya sudah kelihatan batang hidungnya. Aku melinat ke arahnya, jantungku berdegup dua kali lebih cepat tidak seperti biasanya. Satu yang disayangkan, biasanya aku tidak pernah segugup ini apabila hendak bertemu dengan Rafasya.
"Embun udah di sini dari tadi?" tanya Rafasya lalu duduk di sampingku.
Bukannya hendak menjawab, aku malah ingin menangis. Aku sangaat merindukan suara Rafasya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rafasya ✔
Teen FictionStory *3 by Airis Yulia Hanya untuk mengenang, mempelajari, mudah dilupakan atau tidak, semoga apapun yang telah terjadi adalah yang terbaik. selamat membaca bagian akhir dari kisah, "ketika Embun jatuh cinta, kepada sang pemilik Kaca Jendela."