Entah ini adalah perasaanku, atu memang inilah kenyataannya. Tapi aku benar-benar merasa bahwa tahun dua ribu delapan belas ini sangatlah cepat. Terlepas dari aku bertemu dengan Rafasya dan merasakan kebahagiaan.
Sudah berjalan dua bulan aku duduk di kelas sembilan, selain aku merasa aku semakin disibukan oleh pekerjaan paruh waktuku, aku juga jadi semakin malas untuk belajar.
Pagi ini aku berangkat lebih pagi karena ada piket kelas, menyilangkan lengan di depan dada, aku menyusuri koridor sambil melihat selebaran yang ditempel ke seluruh kaca jendela kelas.
Aku yakin, ini akan menjadi topik yang paling banyak dibicarakan.
Sudah aku duga, akan ada wajah Rafasya diantara tiga kandidat itu. Juga, dia satu-satunya kandidat yang memilih wakil laki-laki.
"Embun, mulai sekarang, mungkin aku gak bakalan terlalu aktif adiwiyata, aku lolos seleksi OSIS kemarin," katanya waktu itu.
Aku hanya bisa menyemangatinya, itulah keputusan yang bulat baginya, aku pikir ini sudah menjadi kewajibanku untuk mendukMasalahnya Rafasya, kita jadi hiking minggu ini kan?" tanyaku minggu kemarin.
"Embun, kamu gak tahu? Ketua OSIS sekarang kan ada di kelas kamu. Sabtu sama minggu ini bakalan ada acara Latihan Dasar Kepemimpina Siswa, aku gak akan bisa," jawabnya.
Bukan tidak tahu, aku saat itu lupa bahwa akan diadakan acara itu.
Besoknya Rafasya menghampiriku waktu pulang sekolah.
"Halo, Rafasya," sapaku.
Ia tersenyum, lalu kami berjalan menuju gerbang. Sudah beberapa minggu ini, ia memang jadi lebih sering mengantarku sampai gerbang atau perbatasan komplek saat pulang sekolah.
"Aku ada informasi buat kamu, Bun," katanya.
"Apa?" aku sangat penasaran.
"Aku terpilih buat jadi kandidat calon ketua OSIS, aku seneng banget bisa sampai dititik ini. Makasih, ya, udah semangatin aku terus, udah ngasih banyak motivasi, kalau gak ada kamu, aku kayanya gak bakalan seberani ini," katanya sambil tersenyum.
Rafasya menggenggam tanganku.
"Nanti, kalau misalnya aku udah resmi jadi anggota OSIS, aku bakalan lebih sibuk di sekolah. Tapi, aku pasti bakalan bagi waktu aku buat kamu juga." Rafasya meyakinkanku.
Aku mengangguk. "Makasih, Rafasya."
Aku mempererat genggaman tangannya saat Rafasya berusaha untuk melepasnya.
"Kamu gak bisa anterin aku pulang sampe rumah hari ini, sebelum kamu bener-bener sibuk sama kegiatan OSIS mu itu," pintaku.
Rafasya menggelengkan kepalanya. "Hari ini aku ada kerja kelompok, aku udah ditunggu di kelas, harus cepet-cepet dikerjain biar pulangnya gak kesorean, nanti sore aku kabarin kamu, ya."
Rafasya melepaskan genggaman tanganku lalu pergi setelah melambaikan tangannya.
Apa boleh buat? Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Dengan langkah kaki berat, aku terpaksa meninggalkan sekolah.
Dan sekarang, kejadian itu sudah satu minggu.
Seseorang membuyarkan lamunanku dengan tepukan di pundak.
Saat aku lihat, itu Hari.
"Cie, pacarnya calon ketos," katanya berniat usil.
Pacarnya Naura ternyata Hari, teman sekelasku sekarang. Dia satu-satunya orang yang sadar bahwa aku selalu bertemu dengan Rafasya di sekolah, dia juga tahu kalau aku pacar Rafasya. Semua itu karena Naura.
"Hari, kamu pernah ngerasa cemburu gak sih kalau Rafasya sama Naura sering bareng kemana-mana?" tanyaku penasaran dengannya.
"Aku sama Naura, pacaran lebih duluan daripada kamu sama Rafasya. Aku udah terlalu biasa sama itu," jawabnya dengan santai.
Aku mengangguk lalu masuk kelas untuk melaksanakan piket.
~••~
Dari tadi, aku hanya menyusuri meja-meja di kelas, sudah satu minggu aku mencari tulisan Rafasya. Tapi nihil.
"Bun, waktu LDKS aku gabut dengerin materi terus. Jadi aku tulis sesuatu buat kamu, kamu harus cari di meja jajaran depan, tinta biru."
Masalahnya orang-orang banyak yang nulis di atas meja dengan tinta biru juga, aku memutuskan untuk menyerah saja mencarinya.
Beberapa orang berjas tiba-tiba masuk ke dalam kelas, saat ini memang sedang jam kosong, kelas yang awalnya ricuh langsung hening. Aku bahkan duduk di sembarang bangku.
"Maaf mengganggu waktunya sebentar teman-teman. Kehadiran kami di sini, ingin memperkenalkan tiga kandidat calon ketua dan calon wakil ketua OSIS SMP Rusada masa bakti dua ribu delapan belas sampai dua ribu sembilan belas, selain memperkenalkan diri dari ketiga kandidat akan menyampaikan visi dan misinya. Untuk itu mohon perhatian semuanya," ucap seseorang yang tidak aku ketahui namanya siapa.
Aku tidak memperhatikan ketiga kandidat, pun tidak mendengarkan visi misi masing-masing dari mereka. Aku hanya pura-pura sibuk menulis saja. Entah kenapa, itu tidak membuatku tertarik.
Aku tenggelam dengan kegiatan tidak berguna ku, sampai pada akhirnya aku sadar bahwa kelas sudah kembali hening. Saat aku melihat sekitar, seluruh pasang mata mengarah kepadaku.
Aku jadi kikuk dan merasa sangat heran, apa yang menarik perhatian mereka semua?
"Maaf, ada apa, ya? Aku ngelakuin kesalahan?" tanyaku agak gemetar.
"Orang-orang di depan Kakak tidak menarik perhatian kah?"
Aku menoleh ke depan kala mendengar pertanyaan dari suara yang sudah tidak asing bagiku. Ya, itu suara Rafasya.
Aku menatap Rafasya dengan ekspresi yang tidak bisa terdeskripsikan.
"Ma-maaf," aku semakin merasa takut.
Aku salah, karena tidak menghargai orang yanh sedang berbicara di depan. Tapi aku tidak menyangka saat Rafasya bertanya seperti itu, dan ini perdana ia berkata 'Kakak' padaku. Itu seperti mengisyaratkan bahwa ia berlagak tidak kenal aku.
"Apabila visi misi kami tidak menarik perhatian Kakak, itu tidak masalah. Tapi yang salah, diriku sendiri yang tidak bisa mengalihkan pandangan Kakak dari meja. Seharusnya Kakak merasa bangga memiliki pacar sepertiku," ucap Rafasya lugas.
Aku membeku, dengan satu kali tarikan napas, orang-orang langsung mulai bergosip.
Aku terus memandangi Rafasya. Kenapa ia sangat tersenyum lebar? Apakah ia menikmati kerisihanku?
Apa maksudnya ini? Ia mengumumkan hubungan kami secara resmi?
~••~
Salam manis,
Airis Yulia
KAMU SEDANG MEMBACA
Rafasya ✔
Ficção AdolescenteStory *3 by Airis Yulia Hanya untuk mengenang, mempelajari, mudah dilupakan atau tidak, semoga apapun yang telah terjadi adalah yang terbaik. selamat membaca bagian akhir dari kisah, "ketika Embun jatuh cinta, kepada sang pemilik Kaca Jendela."