35. Pernyataan

0 0 0
                                    

Sebenarnya, aku tidak pernah menyangka akan mengucapkan hal seperti itu kepada Rafasya, setelah dipikir lagi, apakah aku dan Rafasya putus? Secepat itu?

Yang membuat aku bertanya-tanya, kenapa Rafasya tidak menyangkalku, tidak sekalipun membuat upaya untuk menghentikanku. Setahuku, apabila memang Rafasya menyukaiku, kenapa Rafasya tidak sekalipun menanyakan lagi tentang aku, setidaknya, tanyakan lagi padaku kenapa aku harus mengucapkan hal itu.

Tapi Rafasya sama sekali tidak mengucapkan apa-apa. Aku khawatir, inilah yang Rafasya inginkan.

Sampai saat ini juga Rafasya masih offline Whatsapp, seharusnya Rafasya sudah pulang dari rumah sakit saat ini. Seharusnya juga Rafasya sudah mampu untuk sekedar memegang ponsel.

Pesan masuk.

+62 853 **** ****
Kamu udah di tempat? Aku sepuluh menit lagi sampai

Aku jawab iya, entah kenapa Farel bisa mempunyai nomor ku. Dia saat ini meminta waktu ku untuk datang di tempat ini, taman yang terakhir kali kami bertengkar di awal pertemuan kami. Katanya ada sesuatu yang ingin disampaikan.

Aku duduk dengan tenang, kepala mengarah ke langit dan mata dipejamkan. Membiarkan helaian rambut tipisku diterpa angin. Angin, tolong bawa pergi bebanku juga.

Kurasa ini sudah sepuluh menit, aku bisa merasakan kehadiran seseorang di sampingku.

"Apa yang ngebuat kamu ngerasa tenang hari ini?" tanya Farel.

"Aku gak ngerasa tenang," jawabku masih memejamkan mata.

"Pertemuan kita diawali hal gak baik, aku boleh minta maaf sama kamu."

"Nggak bisa, gara-gara kamu aku putus sama Rafasya."

Entah apa yang membawaku untuk berprasangka bahwa kehadiran Farel membuat hubungan aku dan Rafasya yang tidak baik. Hingga akhirnya putus.

"Kamu udah putus?"

"Hmm."

"Kapan?"

"Gak tau."

"Bagus kalau gitu."

Sontak aku membuka mataku, memang benar Farel ingin membuat aku dan Rafasya berpisah.

"Aku gak peduli ya kamu mau sahabat Rafasya atau siapapun, tapi tindakan kamu nyakitin aku tahu gak? Dan sekarang, kamu udah ngerasa puas? Setelah merusak hubungan orang lain?"

Farel tersenyum dan balik menatapku.

"Aku emang jahat, bahkan di awal pertemuan kita. Awalnya, aku ngelakuin ini untuk Rafasya. Tapi sekarang aku berbalik, aku ngelakuin ini buat kamu, Embun."

"Biar aku sengsara gitu? Kamu ngerusak masa indah aku."

"Waktu aku ngeliat kamu nangis buat Rafasya, aku jadi tahu sebesar apa rasa cinta kamu ke Rafasya, aku benar-benar ngelihat ketulusan dari dalam diri kamu. Awalnya aku merasa kasihan kepada Rafasya karena suka sama kamu, tapi sejak saat itu, aku jadi kasihan sama kamu karena suka sama Rafasya."

Aku tidak paham dengan apa yang dibicarakan perusak hubungan orang yang satu ini.

"Putus sama Rafasya adalah keputusan yang tepat, Bun, kamu udah ngelakuin yang seharusnya. Daripada kamu terus menerus sakit hati, cemburu, karena Naura."

Rafasya ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang