Kemarin malam Rafasya bilang.
"Kalau kamu ada masalah, kalau kamu merasa sepi, marah, kecewa sama seseorang bilang aja ke aku. Kalau emang aku gak bisa bantu kamu, setidaknya, aku bisa dengerin segala keluh kesah kamu, jangan selalu memendam sesuatu sendiri ya, Embun."
Aku tertegun. Kata-kata ini, pernah diucapkan oleh Cakra. Tidak sama, namun mirip. Tapi pada ujungnya, Cakra yang membuatku sepi, marah, kecewa, dan terlilit masalah.
Aku menggigit bibir, sedikit keras.
"Waktu aku memutuskan buat deketin kamu, aku liat kamu sering murung, kamu kayanya gak pernah cerita sama siapa-siapa, aku pengen ada dipinggir kamu saat itu juga. Tapi aku dulu pengecut, dan gak tau harus gimana. Aku cuman bisa liat kamu."
"Rafa," ucapku.
"Kalau suatu saat, justru kamu yang ngebuat aku kecewa, aku harus cerita sama siapa?" dan entah untuk alasan apa, aku menangis setelah mengucapkan pertanyaan itu.
Telepon masih tersambung, sedangkan aku malah terisak. Merusak suasana, tentu saja.
"Embun, kenapa kamu nangis? Aku ngebuat kamu sedih ya? Maaf ya, Embun," ucapnya, terdengar bersalah.
"Rafa, aku emang cengeng, makasih ya, Fa." Aku mengusap air mata dipipi dengan punggung tangan.
"Aku cuman terharu aja, aku terlalu fokus ke depan, mengharapkan sesuatu yang gak pasti, sedangkan di belakang aku, ada kamu, dan aku gak sadar itu." Aku masih terisak, sedangkan aku mendengar suara kekehan di seberang sana.
"Kamu pasti gampang nangis ya, Embun? Ya, udah, deh. Aku gak bakalan buat kamu nangis lagi."
"Nggak kok, Fa. Kamu gak bikin aku nangis, cuman akunya yang cengeng."
Isakan ku berganti dengan senyuman, sesingkat itu suasana hati ku berubah, hanya karena Rafasya. Orang yang belum lama aku temui.
Sampai saat ini aku masih duduk dikursi reyot sambil memperhatikan foto Rafasya.
Aku mengusap pelan wajah Rafasya, hm... Apakah aku akan mendapatkan cinta Rafasya saat ini.
Tunggu? Apakah aku mulai menyukainya.
Aku membaca sebuah arikel diinternet, apabila ada yang menyukai seseorang, itu akan berlangsung selama empat bulan. Lebih dari itu, namanya rasa cinta.
Dan, apakah aku sudah menyukainya?
Seseorang mengambil foto Rafa, aku mendongak dan melihat Ayu.
"Ini foto kelas, uuuh, ini pak Dava, wali kelas kita sebelum diganti sama pak Amar. Ini pasti kelas 7 E! Dasar, perebut wali kelas! Aku benci kelas ini, benci!"
Baru datang sudah mengoceh, itulah Ayu.
"Ini Rafasya," kataku sambil menunjuk pada seseorang.
"Ooh jadi ini toh Rafasya, eh, aku pernah lihat dia! Sering malah, kayanya rumah dia masih sekitar sini deh, gak asing soalnya."
Aku mengangguk. "Kenapa, aku jadi pengen sekomplek sama kamu ya Ayu?"
"Biar bisa deketan sama Rafa?" tanya Ayu.
"Kayanya sih, iya, hehehe."
Aku menggelengkan kepala, jangan, jangan sampai aku tinggal di komplek, nanti aku jadi warga termiskin, rumah rangkai, banyak kucing, dan bocor. Aish, gak, gak boleh.
"Bun, ternyata Rafasya lucu juga ya, kalau aku sih, bakalan suka sama dia."
Aku mengambil foto itu dari tangan Ayu. "Gak, gak boleh suka sama Rafasya. Dia punya aku!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rafasya ✔
Ficção AdolescenteStory *3 by Airis Yulia Hanya untuk mengenang, mempelajari, mudah dilupakan atau tidak, semoga apapun yang telah terjadi adalah yang terbaik. selamat membaca bagian akhir dari kisah, "ketika Embun jatuh cinta, kepada sang pemilik Kaca Jendela."