Seperti biasa, setelah mengantarkan Jennie pulang ke apartemen tadi siang, Lisa akan kembali pergi bersama teman-temannya hingga larut malam. Seperti sekarang, ia baru saja sampai di apartemen pada pukul setengah satu malam. Membuka pintu apartemennya, Lisa kemudian melangkah masuk ke dalam, melepas sepatu dan menggantinya dengan sandal rumah. Menatap sekitar, Lisa mendapati ruang tengah yang kosong dengan televisi yang mati.
Aneh, pikir Lisa.
Padahal biasanya Jennie selalu berada di sana menunggu ia pulang, terduduk di sofa dan terkadang sampai terkantuk-kantuk menahan matanya yang ingin terpejam dengan televisi yang ia biarkan menyala dengan volume yang cukup keras. Ya, Lisa mengamati semua itu setelah hampir dua minggu tinggal berdua bersama Jennie.
Dalam hati Lisa sedikit penasaran, apakah Jennie sudah tidur di kamarnya atau belum? Apa ia sudah berani tidur dengan kondisi seorang diri di apartemen? Namun rasa penasarannya segera ia tepis. Lisa tidak ingin memperdulikan saudara tirinya tersebut. Terlebih lagi sejak kejadian di ruang kelas tadi pagi di mana Jennie di serang oleh Krystal dan fakta bahwa Jennie lah yang lebih dulu menggoda Kai. Itu menurut cerita yang ia dengar dari Somi tadi saat mereka berkumpul. Jadi sebenarnya, salah Jennie sendiri yang berani bermain dengan Krystal. Itu yang ada di pikiran Lisa. Jika ia tahu lebih awal bahwa Jennie lah yang lebih dulu mencari masalah, ia tidak akan repot-repot merasa canggung entah karena iba atau khawatir ketika melihat luka lebam di pipi Jennie dan tangan yang di balut perban pada saat mengantarnya pulang.
Menatap sekilas pintu kamar Jennie yang berada tepat di sebrang kamarnya, Lisa kemudian melenggang masuk ke dalam kamar dan langsung membersihkan dirinya.
Tiga puluh menit berlalu, Lisa keluar dari walk in closet dengan piyama tidurnya saat dari luar terdengar seperti suara pintu terbuka. Penasaran, Lisa segera berjalan ke arah pintu dan membukanya dengan sangat perlahan. Mencoba mengintip kamar Jennie, Lisa mendapati pintu yang terbuka. Terlihat kamar Jennie yang sangat terang, berbanding terbalik dengan kamarnya yang gelap karena tadi Lisa sudah mematikan lampunya, berniat untuk tidur.
Tidak berapa lama terdengar suara televisi yang menyala. Sontak Lisa keluar dari kamar dan kali ini mengintip ke ruang tengah. Di lihatnya Jennie yang tengah duduk meringkuk di atas sofa dengan selimut yang membungkus dirinya. Dengan mata sayunya yang sesekali terpejam, ia memaksa diri untuk menonton televisi yang berada tepat di hadapannya.
Lisa benar-benar merasa bingung dengan apa yang sedang di lakukan Jennie. Apa ia terbangun dan tidak bisa tidur? Atau ia sedang menunggu dirinya pulang? Apa Jennie belum sadar bahwa ia telah pulang? Lisa menjadi pusing dengan pikirannya sendiri. Terdiam cukup lama sambil terus memperhatikan Jennie, akhirnya dengan beberapa pertimbangan, Lisa perlahan menghampiri saudara tirinya tersebut ke ruang tengah.
"Lo ngapain?" tanya Lisa berdiri di hadapan Jennie. Sedangkan Jennie yang melihatnya tersentak kaget dan bangun dari duduknya.
"Lisa?" Jennie menatap Lisa bertanya. Ia sepertinya benar-benar tidak tahu jika Lisa sudah berada di apartemen.
"Apa?" benar dugaan Lisa bahwa Jennie tidak menyadari kepulangannya. Terlihat dari ekspresi Jennie yang terlihat bingung.
"Kamu udah pulang? Kapan?" tanya Jennie masih dengan tangan menggenggam selimut yang menutupi tubuhnya.
"Tadi. Gak liat gue udah bersih pake piyama gini?" ucap Lisa menatap Jennie malas.
Namun detik berikutnya, mata Lisa tertuju pada perban yang terdapat di punggung tangan Jennie.
"Maafin, tadi aku nunggu di kamar terus ketiduran. Aku gak tahu kalau kamu udah pulang"
"Dih terserah, gue gak peduli. Gak ada yang nyuruh lo nungguin gue balik. Lo kan lakuin itu karena lo takut sendirian di apartemen malem-malem dan gak bisa tidur. Tapi itu buktinya lo bisa tidur juga"
KAMU SEDANG MEMBACA
SISTER
Teen FictionLisa anak yang populer, bebas, punya banyak teman, sering pergi keluar hingga larut malam dan tidak betah berdiam diri di rumah. Tiba-tiba memiliki saudara tiri bernama Jennie yang sifatnya sangat bertolak belakang. Ia anak yang cukup pendiam, hanya...