39 - KATA MAAF

1.8K 203 20
                                    


Lisa telah kembali duduk tepat di samping Jennie, menghadapnya dan menatap saudaranya yang masih saja menunduk. Enggan untuk sedikit saja menoleh padanya. Itu tidak menjadi masalah. Kemajuannya saat ini sudah membuat Lisa sedikit lebih percaya diri dan optimis bahwa hubungan mereka akan semakin membaik.

"Mmm ... lo ... udah gak takut sama gue?" Tanya Lisa ragu-ragu. Jangan menganggapnya bodoh dan memarahinya! Ia hanya ingin memastikan! Tidak ada salahnya, bukan?

Tanggapan Jennie? Itu bahkan membingungkan Lisa. Saudaranya itu menggeleng kemudian mengangguk. Jadi apa jawabannya? Jangan juga berani-berani mengatakan saudaranya bodoh! Ia mungkin hanya kebingungan dengan perasaannya saat ini. Lisa dengan hati yang luas memaklumi itu. Jadi, kalian juga harus!

"Luka lo ..." memilih tidak memaksa untuk memastikan jawaban dari pertanyaannya, Lisa mengalihkan fokusnya pada luka jahitan di pipi Jennie. Perban yang menutupinya itu tampak basah karena air mata yang tadi mengalir deras melewati pipinya. Apakah itu tidak apa-apa? Apakah akan menjadi sakit?

Tangan Lisa mulai terulur untuk menyentuh sebasah apa perban itu, tetapi Jennie refleks menghindar, memundurkan wajahnya. Tampak ketakutan.

Lisa mulai sedikitnya terbiasa dengan perubahan tiba-tiba dari saudaranya. Ia paham. Gerakan mendadak darinya mungkin masih membuat Jennie terkejut hingga merasa takut. Ia hanya harus terus berhati-hati. Sedikit demi sedikit mendekati Jennie.

"Gue gak akan nyakitin lo, Jennie." Ucapnya selembut mungkin, mencoba menatap Jennie tepat di kedua matanya. Namun gagal, Jennie selalu melihat ke segala arah, kecuali dirinya. Saudaranya terus menghindar dari tatapannya.

Lisa merasa tengah mendekati seekor kucing yang selalu mendapat siksaan dari manusia jahat di luaran sana sehingga menjadi rentan dan dipenuhi rasa takut. Secara otomatis membangun perlindungan diri untuk menghindar dari sesuatu yang bisa menyakitinya.

Ah ... jadi di mata Jennie, Lisa adalah manusia jahat itu?

Tidak! Tidak! Teman-temannya lah manusia jahat. Ia meyakinkan dirinya bahwa ia adalah orang yang akan menolong kucing itu, tetapi disalah pahami dan dianggap jahat. Maka dari itu, Lisa tidak akan menyerah hingga ia bisa mendekati kucing itu dan meyakinkan sang kucing bahwa ia tidak akan menyakitinya.

Ia harus membangun kepercayaan dengan sang kucing.

Tangannya kemudian kembali terulur dengan perlahan sampai akhirnya ia bisa menyentuh perban yang ternyata benar saja, sudah sangat basah. Meskipun itu anti air, tetap saja. Hanya untuk berjaga-jaga.

"Perban lo basah. Luka jahitan lo bisa ikut basah kalau di diemin. Mau gue bantu ganti?" Lisa menundukkan kepalanya, terus berusaha untuk bisa saling tatap dengan Jennie.

Jennie tidak menjawab. Namun Lisa bisa melihat jemari tangannya yang ia mainkan di pangkuan. Sepertinya saudaranya itu tampak ragu dan takut-takut untuk menjawab.

Lisa pun mengangguk dan tanpa menunggu jawaban dari Jennie, ia berdiri dari duduknya dan berkata, "tunggu, biar gue ambil kotak obat di lemari."

Lisa melangkah ke lemari P3K yang menempel di dinding dan mengambil bungkusan perban khusus untuk luka jahitan yang ia siapkan untuk Jennie. Memang, beberapa hari kebelakang, ia sesekali berkhayal bahwa ia bisa merawat luka saudaranya sebagai bentuk permintaan maaf. Meskipun awalnya ia tidak yakin bisa mewujudkannya, tetapi lihat lah sekarang. Khayalannya menjadi kenyataan.

Mendapatkan apa yang ia butuhkan, Lisa kembali mendudukkan dirinya. Kini lebih dekat membuat Jennie kembali dilanda ketegangan.

"Rileks, Jennie. Gue bakal pelan-pelan. Lo gak akan terluka. Gue cuma mau bantu lo ganti perban, oke?" Lisa meyakinkan saudaranya. Berusaha memberikan senyum terbaiknya meskipun Jennie terus menghindar dari melihat kearahnya.

SISTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang