19 - MULAI PEDULI?

1.7K 193 30
                                    

"Nanti lo masuk ke kampusnya bareng sama Jisoo dari halte, oke? Jadi lo gak usah jalan. Kemarin gue udah chat dia"

Lisa tengah menyetir mobilnya menuju kampus bersama Jennie di sebelahnya.
Jennie terlihat sudah stabil. Tadi pagi ia berkata jika ia ingin mulai masuk kelas dan beraktivitas seperti biasa membuat Lisa yang mendengarnya merasa lega.

"Lo denger gue Jennie? Kalau denger lo harusnya jawab" matanya sekilas menatap Jennie yang tengah menunduk sambil meremat kedua tangannya.

"Iya Lisa... makasih yah" Jennie tersenyum kecil. Lalu pandangannya dengan cepat beralih keluar jendela mobil.

"Kenapa? Lo takut? Lo masih gak nyaman buat keluar?" Lisa jelas tahu dari gerak gerik Jennie jika ia terlihat gugup sekarang.

"Nggak Lisa..." lirih Jennie tampak ragu.

Lisa menghela napasnya pelan kemudian menepikan mobilnya ke bahu jalan untuk berhenti.

"Jennie dengerin gue..." badan Lisa telah sepenuhnya menghadap Jennie. Begitupun tangannya yang menarik bahu Jennie agar menghadapnya. "Kita sekarang pergi ke kampus. Tempat yang udah biasa buat lo kan? Lingkungan yang lo juga udah tahu dan terbiasa? Jadi, gak usah mikir yang lain-lain lagi. Lo suka belajar? Baca buku? Ke perpustakaan? Ketemu sahabat-sahabat lo? Pikirin hal-hal yang bikin lo seneng dan nyaman, oke?" Lisa mencoba untuk menenangkan.

Jennie menarik napasnya pelan dan mengangguk, "Aku bakal baik-baik aja Lisa..." ucapnya tengah meyakinkan dirinya sendiri.

"Iya, lo bakal baik-baik aja" Lisa membantu meyakinkan saudaranya.

"Makasih..." Jennie kini tersenyum dengan tulus.

Lisa berdeham. Merasa canggung, ia segera menghadap ke depan dan kembali melajukan mobilnya.

"Nanti pulangnya tetep bareng gue. Minta Jisoo buat turunin lo di halte lagi. Jangan pulang bareng dia"

Perkataan Lisa membuat Jennie kembali menengok terkejut. Sudah cukup lama sejak Lisa marah dan tidak lagi mengantar jemputnya, bukan? Dan sekarang Lisa kembali ingin mengantar jemputnya. Jennie dengan cepat mengangguk dengan senyuman yang tidak luntur.

Sedangkan Lisa? Ia hanya melihat dari ekor matanya tanpa berniat menoleh sedikitpun. Bibirnya sedikit terangkat memperlihatkan senyum samarnya yang bahkan Jennie tidak sadari.

Entahlah, Lisa hanya merasa kini ia memiliki tanggung jawab terhadap Jennie. Bukan karena ia peduli. Ia hanya menjalankan salah satu hukumannya. Membantu Jennie dalam proses penyembuhan juga termasuk bertanggung jawab pada saudaranya kan? Iya kan? Lisa terus meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia tidak sepeduli itu pada Jennie. Ia terpaksa karena hukuman.

.
.
.

"Woy! Kemana aja sih lo! Dua hari ini gak masuk. Mana chat kita gak pernah lo bales lagi" tanya Somi.

"Iya nih. Hanbin sama yang lain juga nanyain lo. Sejak kejadian di arena balap lo bener-bener ngilang tau gak" tambah Minnie.

Mereka kini tengah berada di kantin, berkumpul sebelum kelas di mulai.

"Sorry, gue dua hari ini pulang ke rumah Daddy. Gue sakit dan dia ngelarang gue pegang handphone" balas Lisa yang dengan lancarnya berbohong.

"Tumben banget lo sakit. Mana nurut aja lagi gak boleh pegang handphone sama Daddy lo" ucap Minnie menanggapi.

"Emang gue gak boleh sakit? Lagian mana bisa gue ngelawan Daddy gue di kondisi badan lemes gak bisa ngapa-ngapain" Lisa memutar bola matanya.

"Oh iya, lo belum cerita gimana waktu lo nganter si cewek cupu? Atau sekarang gue ganti panggilannya jadi cewek aneh karena kelakuan dia waktu itu gak jelas banget, kayak orang gila" tawa Somi.

SISTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang