"Lisa..." Jennie memanggil dengan suara pelan sambil menengokkan kepalanya, manatap Lisa yang tengan mengemudi.
Seperti biasa sejak tadi hanya ada keheningan di dalam mobil, sampai di mana Jennie yang sudah tidak sanggup menahan untuk memberitahu Lisa apa yang ingin ia bicarakan.
"Hmm" Lisa hanya menjawab dengan gumaman.
"Emm.. aku.."
Jennie berkata terbata di tambah suaranya yang semakin pelan membuat Lisa berdecak sebal. "Ck! Lo bisa gak sih kalau ngomong tuh yang jelas! Jangan bikin gue kesel! Ngomong yang bener!"
Mendengar kekesalan Lisa malah semakin membuat nyali Jennie menciut.
"Maaf..." hanya kata itu yang bisa keluar dari mulutnya."Gue gak butuh lo minta maaf! Gue cuma mau lo ngomong tanpa gagap, terus suara lo yang bisa gue denger jelas!"
Jennie menghela nafas pelan. Bagaimana ia tidak tergagap, Lisa selalu menakutkan di matanya. Setiap ia berbicara dengan Lisa, ia selalu mendapati muka saudaranya yang kesal seperti tidak menyukai jika ia berbicara. Atau lebih tepatnya Lisa memang jelas tidak menyukainya bukan?
"Cepetan! Kalau ngomong lo masih kayak gitu, gak usah ngomong sekalian!"
Lihat? Yang ada Jennie malah semakin tertekan mendengar Lisa yang mengeluarkan suaranya dengan intonasi tinggi.
Ia pun menelan saliva dengan susah payah dan mencoba sebisa mungkin mengatur suara yang akan ia keluarkan senormal mungkin.
"Aku cuma mau bilang, temen kamu yang namanya Hanbin belakangan ini suka chat aku. Mmm... apa kamu yang kasih nomor aku ke dia?" Tanya Jennie dengan tangannya yang saling meremas, gugup.
Lisa pun menghela nafas kasar, "Iya. Kenapa? Lo keberatan, gak suka kalau gue kasih nomor lo ke orang lain?" Ucapnya dengan sebelah alis yang terangkat, menatap Jennie tajam.
Sebenarnya, bukan ia yang memberikan nomor handphone Jennie, tetapi Somi. Saat di cafe terakhir kali, Hanbin langsung meminta nomor Jennie pada ia, Somi, dan Minnie. Namun, belum sempat Lisa beralasan bahwa memberikan nomor handphone orang lain tanpa seizin pemiliknya sedikit tidak sopan, Somi sudah lebih dulu memberikannya dengan sangat bersemangat. Ingin sekali ia protes tetapi ia tidak ingin terlalu terlihat membela. Itu karena beberapa kali teman-temannya merasa curiga jika dirinya tidak setuju Hanbin memilih Jennie sebagai target selanjutnya. Tetapi memang kenyataannya seperti itu bukan? Entahlah, Lisa juga tidak mengerti. Yang pasti bukan karena ia peduli pada Jennie. Ia hanya malas berurusan dengan saudara tirinya tersebut. Iya kan?
"Bukan, bukan kayak gitu" Jennie berkata sambil menggoyangkan kedua tangannya di depan wajah.
"Terus?"
"Aku cuma mau kasih tahu kamu aja..." balas Jennie yang kini menundukkan wajahnya.
Sedangkan Lisa mengerutkan alisnya, heran. Apakah hanya itu yang ingin di ucapkan saudaranya? Sangat tidak penting!
Meskipun begitu, mendengar Hanbin yang benar-benar menghubungi Jennie membuat Lisa menjadi sedikit penasaran. Hingga akhirnya ia bertanya, "Terus lo bales chat dia?"
"Mmm... iya, karena aku gak enak sama kamu kalau aku gak bales chat Hanbin. Dia kan temen kamu" Jennie tersenyum kecil karena merasa tindakannya mungkin tepat dan tidak akan membuat Lisa marah jika ia membalas pesan temannya. Ia tidak akan di bilang sombong, jual mahal, atau tidak sopan. Apapun kata-kata tidak mengenakan yang selalu Lisa ucapkan padanya. Lagi pula, Lisa sendiri yang memeberikan nomor teleponnya kan? Jadi, jelas itu pertanda bahwa ia harus membalas pesan Hanbin. Meskipun ia tidak tahu apa maksud dan tujuan Hanbin berkirim pesan padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SISTER
Teen FictionLisa anak yang populer, bebas, punya banyak teman, sering pergi keluar hingga larut malam dan tidak betah berdiam diri di rumah. Tiba-tiba memiliki saudara tiri bernama Jennie yang sifatnya sangat bertolak belakang. Ia anak yang cukup pendiam, hanya...