Terhitung, sudah dua hari Jennie terbaring di ranjang rumah sakit dan belum juga sadarkan diri. Padahal dokter yang menangani berkata bahwa luka yang di dapat Jennie tidak terlalu parah hingga bisa membuatnya tidak sadarkan diri berhari-hari. Namun kembali lagi, itu hanya perkiraan manusia yang bisa saja salah. Dokter Song pun sudah berkunjung kemarin dan akan ikut memantau.
Jennie, ia mungkin ingin istirahat dan tertidur lebih lama.
"Mommy, Lisa takut ..."
Saat ini Lisa dan Mommy Kim tengah duduk di sisi ranjang, menatap orang yang mereka sayang dengan perasaan khawatir. Mereka berdua tidak pernah sedetikpun berjauhan dengan Jennie. Bahkan mereka belum sama sekali keluar dari ruangan. Sedangkan Daddy Marco, ia tidak bisa meninggalkan perusahaan sehingga mengharuskan ia berangkat bekerja. Namun, ia akan langsung pulang ke rumah sakit dan bahkan ia yang akan memesankan atau membawakan makanan untuk istri dan putri tercintanya.
"Takut kenapa, sayang? Kita harus percaya kalau Jennie bakal baik-baik aja." Mommy Kim merangkul Lisa yang langsung menyandarkan kepalanya ke bahu.
"Tapi kenapa Jennie belum bangun?" Lirih Lisa.
"Jennie mungkin masih pengen tidur. Tapi Mommy yakin sebentar lagi dia bangun kok. Kamu juga harus yakin." Jawab Mommy Kim tersenyum lembut.
"Lisa janji, kalau Jennie bangun nanti, Lisa bakal minta maaf dan perbaikin hubungan kita. Lisa bakal bales semua perbuatan baik Jennie selama ini dan jadi saudara yang baik, sesuai sama keinginan Jennie." Tangan Lisa terulur untuk menggenggam Jennie.
Saat tangan itu saling terpaut, tiba-tiba Lisa bisa merasakan jari-jari Jennie bergerak. Segera, ia menatap Mommy Kim dengan wajah terkejut.
"Mommy! Jennie ... tangan dia gerak!" seru Lisa pelan.
Kompak mereka menatap kembali pada Jennie.
Sepasang mata itu mulai terbuka secara perlahan. Beberapa kali mengerjap sebelum akhirnya Jennie melihat sekeliling ruangan. Raut wajahnya tampak kebingungan. Mungkin karena ia merasa terakhir kali saat ia sadar, dirinya tengah berada di dalam gudang. Sendirian. Namun sekarang, ia berada di ruangan yang sangat ia tahu adalah rumah sakit.
Ia mulai merasakan dan melihat sebelah tangannya yang di infus. Mengerutkan keningnya, ia pun tersadar dan merasa tangan yang lainnya tengah terbalut sentuhan hangat. Mata sayu itu kemudian beralih, melihat tangan seseorang yang tengah menggenggamnya. Perlahan matanya mengikuti setiap inci lengan tersebut dan berakhir pada wajah yang sudah tidak asing baginya.
Mata mereka bertemu.
Lisa.
"Jennie, akhirnya lo sadar." Ucap Lisa dengan senyum bahagia. Ia sangat bersyukur melihat saudaranya yang akhirnya membuka mata.
Tangan Lisa kemudian terulur untuk menyentuh pucuk kepala Jennie. Tetapi, sebelum telapak tangan itu berhasil bersentuhan dengan rambut, Jennie ... menghindar.
Lisa mengerutkan keningnya, kemudian pandangannya beralih kembali menatap Jennie.
Mata itu ...
Mengapa tatapan Jennie padanya tampak penuh ketakutan? Apa yang salah?
Lisa menepis itu semua dan mencoba kembali menampilkan senyum cerahnya.
"Hai Jennie. Ini gue, Lisa. Lo udah aman sekarang." Lisa kembali berucap, berusaha untuk tenang. Tangannya kembali terulur, dengan tatapan yang tidak lepas dari mata Jennie.
Namun, respon yang diberikan Jennie tetap sama. Ia kembali menghindar. Bahkan, mata sayunya kini mulai berkaca-kaca dan ia terus menggelengkan kepalanya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SISTER
Teen FictionLisa anak yang populer, bebas, punya banyak teman, sering pergi keluar hingga larut malam dan tidak betah berdiam diri di rumah. Tiba-tiba memiliki saudara tiri bernama Jennie yang sifatnya sangat bertolak belakang. Ia anak yang cukup pendiam, hanya...