32. Botol Mineral

131 13 5
                                    

"Bel, kamu tau gak, bedanya bintang sama kamu?" tanya Algavaro membuat Abel menaikkan satu alisnya.

Di bawah langit gelap yang bertabur bintang, Algavaro dan Abel berdiri di sebuah balkon. Balkon tersebut dihiasi lampu lampion dan ada beberapa hidangan di atas meja, di tengah-tengah meja terdapat setangkai bunga mawar merah dan lilin.

Algavaro menunjuk salah satu bintang yang paling besar di langit dengan jari telunjuknya, membuat Abel ikut mengarahkan pandangannya ke langit. "Kamu lihat bintang itu? Dia adalah salah satu yang terindah yang dimiliki langit." Algavaro beralih menatap Abel, lalu meraih sejumput rambut Abel dan menyelipkannya ke belakang telinga. "Kalau kamu adalah satu-satunya hal terindah yang aku miliki," ucap Algavaro diakhiri senyuman manis.

Pipi Abel memerah. Melihat senyum manis milik Algavaro bisa-bisa membuat Abel diabetes.

"Selama ini, aku selalu berusaha buat nggak suka sama kamu, Gav. Tapi nggak bisa. Semakin aku berusaha, semakin besar rasa suka yang tumbuh di hati aku," ucap Abel. "Kamu selalu baik ke aku, kamu selalu ngejagain aku. Terimakasih karena udah nerima aku apa adanya."

Algavaro meraih tangan Abel lalu menggenggamnya. "Nggak ada yang lebih berarti daripada perasaan kita masing-masing. Aku cinta kamu, pun sebaliknya. Bukan hanya untuk saat ini, tapi untuk selamanya."

•••

"Aku juga cinta kamu," ucap Abel dalam tidurnya.

Lintang yang baru saja sampai pun memicingkan matanya heran. "Ini anak gue cariin ternyata molor di perpus," ucap Lintang dengan perasaan dongkol.

"Bel!" Lintang mencoba membangunkan Abel. "Abel!" teriaknya sehingga membuat Abel kaget dan langsung menegakkan duduknya.

"Ya ampun, Abel! Lo ngapain menyendiri di perpus!" seru Lintang.

Lintang menghela napas saat melihat temannya malah diam tidak merespons. Entah sudah berapa lama dia tidur di perpustakaan. Pantesan, dari tadi Lintang cariin Abel nggak ketemu-ketemu ternyata lagi molor.

"Bel, bisa-bisanya lo molor di sini padahal gue nyariin lo sampe muter-muter sekolah!" Lintang kemudian duduk di samping Abel dengan perasaan dongkol. "Heh! Kenapa, sih, diem aja, kesambet Lo?"

Abel menatap Lintang datar. "Biarin gue ngumpulin nyawa dulu napa!"

"Ya udah gue tunggu satu menit. Abis itu lo harus jawab pertanyaan gue!"

Mereka berdua duduk diam. Sementara Lintang terus menatap Abel yang sedang mengucek matanya.

Beberapa detik diam sebelum akhirnya Abel memukul meja, pukulan yang tidak terlalu keras namun bisa membuat Lintang dan penjaga perpus kaget.

"Ah lo ganggu mimpi gue tau gak!"

"Siapa itu? Jangan berisik!" teriak penjaga perpus dari meja layanan.

"Maaf, Bu," balas Lintang ramah kepada penjaga perpus.

Lintang langsung menggeser kursinya mendekati Abel begitu penjaga perpus kembali sibuk dengan pekerjaannya. "Eh lo mimpi apa njir?! Aku juga cinta kamu. Kasih tau gak, mimpi apa?!" tanya Lintang antusias, seketika amarahnya tadi hilang sekejap.

Bukannya menjawab, Abel malah senyum-senyum sendiri. Entah apa yang sedang dibayangkan, apa dia sudah baper dengan mimpi tadi?

"Heh!" Kini giliran Lintang yang memukul meja, membuat Abel dan penjaga perpus menoleh ke arah Lintang bersamaan.

"Dibilangin jangan berisik! Satu kali lagi kalian berisik, keluar dari perpus!" tegas penjaga perpus, beliau memang galak, tapi tidak melebihi bu Catur.

ALGAVAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang