☁Duapuluhdelapan

3.1K 369 46
                                    

"Jika hati kita berat untuk memuliakan orang lain, sekurang-kurangnya jagalah lisan kita dari menghina orang lain."

- Habib Umar Bin Hafidz_










🌼🌼🌼

Selamat membaca📖💚

•••••

Sepertinya ucapan Ayah semalam sama sekali tidak masuk di kedua telinga Rara. Terbukti saat ini ia dengan santainya menikmati semangkok bakso seraya duduk di pinggir jalan.

Bel pulang sudah berbunyi sejak 10 menit ya lalu, tidak ada satupun siswa yang berkeliaran di jalanan kecuali Rara seorang.

"Mang!"
"Rara satu mangkok lagi," teriaknya.

Mang penjual bakso itu mengacungi jempolnya "Siap Neng Rara."

Rara tersenyum senang ketika berhasil menghabiskan satu mangkok bakso lagi.
Ketika ia akan memesan satu mangkok lagi handphone di saku bajunya berdering. Ketika melihat siapa yang menghubunginya dengan cepat Rara mengangkatnya

"Wa'alaikumussalam, Bun."

"Iya, nanti Rara pulang."

"Iya-iya sekarang, ini Rara udah di jalan. Rara matiin, daaaaah Bun." Rara memutuskan panggilan itu sepihak, jika Bunda ada di hadapannya saat ini mungkin ia akan diomeli habis-habisan

Rara membuang napas kasar, "mang, uangnya Rara simpan di atas meja, Rara pamit pulang dulu."

"Iya, hati-hati, Neng!" Rara mengangguk sebagai jawabannya.

Rara menarik nafas dalam-dalam dan berlari dengan kecepatan full. Dalam waktu lima menit ia sudah harus sampai di rumah, jika tidak, maka uang jajannya akan di potong selama satu minggu. Jika di potong, maka ia tidak akan bisa menikmati bakso kesayangannya lagi.

***

Dengan nafas terengah-engah, Rara melangkahkan kakinya memasuki rumah.

"Assalamualaikum, Bunda. Rara pul....,"

Sungguh, rasanya Rara ingin mengubur dirinya sekarang juga. Ia baru menyadari jika di ruang tamu ada banyak orang dan mereka semua menatap ke arahnya.

Bunda melotot menatap Anak gadisnya itu.
Dan di balas cengiran khas Rara.

Rara mendekat ke arah mereka dan menyalami satu persatu tangan mereka, ia baru menyadari jika di sini ada gus nya.

"Maafin Rara ya Umi, Abi." Ujarnya menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal.

Abi dan Umi mengangguk dan tersenyum.

"Udah jadi kebiasaan Rara kayak gitu Umi, Abi," sahut Rafa, membuat Rara menatapnya tajam.

"Jangan kayak gitu lah, Raf," timpal seorang cowok yang duduk di samping Arga.

Rara menoleh dan menyipitkan matanya, "kok kembar?" Tanyanya menatap Arga dan cowok yang di sampingnya bergantian.

"Kenalin nih, gue Satria. cowok paling tampan sejagat raya," kata Satria dengan pedenya.

KEKAL ABADI (TERSEDIA DI SHOPEE FIRAZ MEDIA) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang