☁Duapuluhsembilan

2.8K 329 9
                                    

"Ya Allah, jika doaku terhalang oleh dosaku, maka kabulkan saja doa orang tuaku".












🌼🌼🌼

Selamat membaca📖 💚

••••

Saat ini Rara dan Fana sedang berada di pusat perbelanjaan kota, dengan tujuan membeli gamis yang akan Rara gunakan untuk acara nanti malam.

Sedari tadi yang mereka lakukan hanya berkeliling saja tanpa ada satu pun gamis yang terbeli, alasannya karena ukuran gamis semuanya besar, sama sekali tidak cocok untuk Rara yang kecil.

"Coba lo tes ini."

Fana menyodorkan gamis berwarna moka yang berukuran sedang ke Rara.

Dengan raut malas, Rara meraih gamis itu dan langsung memakainya tanpa ke ruang ganti seperti kebanyakan orang-orang.

"Fafa udah dong," pinta Rara kesal ketika Fana kembali memilihkannya yang berwarna sangat mencolok mata.

Fana mengangkat gamis tersebut, "ini mau nggak?"

Rara menggeleng tegas, "nggak! Apaan Warnanya kayak gitu, nanti mata orang pada sakit." Warna merah muda, yang benar saja.

"Canda kali, Ra." Vana kembali menyimpan gamis itu.

"Rara pilih ini aja," kata Rara mengangkat gamis yang sempat ia pakai tadi.

"Satu aja?"

Rara mengangguk, ia sudah lelah berjalan ke sana kemari dengan kondisi perut kosong.

Fana mengambil alih gamis yang ada di tangan Rara. "Mbak, tolong bungkus kan yang ini."

"Satu aja, Dek?" Fana mengangguk dan membayar gamis itu.

"Kita mau ke mana lagi?"

"Makan aja, Rara lapar soalnya," jawab Rara.

"kuylah."

***


19 : 26

Rara terlihat cantik dan anggun dengan gamis berwarna moka dan jilbab syar'i hitamnya. Wajahnya terlihat sangat natural tanpa make up sedikitpun.

Berkali-kali Rara melirik wajahnya di cermin.


"Yey, nikah, nikah, nikah!" Teriaknya meloncat-loncat.

"Nikah-nikah, buruan turun!" Cetus Rafa berdiri di ambang pintu menatap Rara tajam.

Rara menyengir menatap Abangnya, "Rara cantik nggak, Bang?"

"Kek monyet," balas Rafa lalu melangkah pergi.

Rara menatap Abangnya tajam, " Rara cantik tau!!" Teriaknya dengan wajah cemberut, ia mengambil kasar tasnya dan melangkah kan kakinya keluar kamar.

"Masha Allah, putri Ayah cantik sekali," sambut Ayah.

Rara yang tadinya cemberut, seketika melebarkan senyumannya karena mendengar ucapan Ayah.

"Makasih Ayah," balas Rara memeluk Ayah.

"Sama-sama."

Rara menoleh menatap Rafa dengan tatapan kemenangan.

"Ayuk berangkat," ujar Bunda yang juga baru selesai berdandan.

_

Sesampainya di cafe, ternyata keluarga Abi sudah ada di sana. Mereka duduk di kursi yang memang di khususkan untuk mereka.

Rara menatap Arga dari jarak yang sedikit jauh. "Takbir Ra. Takbir!" batin nya, ketika melihat penampilan Arga yang bisa membuat iman para wanita goyah.

Rara memegang jantung nya yang berdetak lebih cepat,  "nikmat Tuhan mu yang mana yang kamu dustai."

"Rara kok cuman berdiri di sana sayang," ucap Umi.

Mendengar nama Rara, Arga mengangkat pandangannya. Ia terpaku sejenak ketika melihat penampilan Rara, yang bisa di katakan Masha Allah. Arga menggeleng kan kepalanya seraya berkali-kali berucap istighfar, tidak seharusnya ia menatap Rara sedemikian rupa. Tapi jujur, "cantik," batinnya seraya tersenyum tipis.

Rara berjalan ke arah mereka seraya memegang ujung jilbabnya erat, "tenang, Ra. Ini belum nikah kok," Batinnya berusaha untuk tidak gugup.

"Masha Allah calon menantu Umi cantik sekali," kata Umi membuat Rara menundukkan kepalanya.

"Umi, liat tuh pipi calon menantunya jadi merah gitu," timpal Abi.

Rara semakin tersipu malu, ia paling tidak bisa diginiin, bawaannya pengen terbang sambil nangis.

Melihat itu, Arga terkekeh pelan, "Umi, Abi. Calon istri Devan jangan di goda-goda terus," tambah Arga.

Rara mengangkat pandangannya, calon istri? Omeygattttttt Ya Allah Rara pengen pulang .

Melihat Rara yang salah tingkah membuat mereka tertawa. "Sudah-sudah, kita langsung ke topik saja," ujar Abi.

Rara menghembuskan nafas lega, akhirnya penderitaannya berakhir juga. Tapi pipinya sepertinya masih merah akibat karena ucapan Arga tadi.

Ketika Rara hendak mengambil jus lemon dingin yang ada di atas meja, Arga sudah terlebih dahulu menggantinya dengan jus lemon yang hangat miliknya.

"Minum punya saya saja, ini terlalu dingin. Iu juga belum saya minum," kata Arga menjelaskan.

Rara mengangguk paham, tau saja bahwa dia tidak bisa minum yang dingin ketika malam,"makasih gus." Arga mengangguk.

"Jadi, berdasarkan kesepakatan kami. Pernikahan kalian di adakan satu minggu lagi. Bagaimana, apa kalian berdua setuju?" Tanya Abi. Kedua orang tua mereka menatap Arga dan Rara bergantian.

Rara menanti ucapan dari Arga.

"Insha Allah, saya setuju." Arga mengangguk tanpa keraguan sedikitpun. Abi dan Umi tersenyum melihatnya.

Rara menundukkan kepalanya ketika mereka menatapnya. "Rara mau nanya satu hal boleh?"

Mereka semua mengangguk.

"Sekolah Rara gimana?" Ia sempat melupakan sekolahnya tadi. "Rara kalau nikah nanti nggak bisa sekolah lagi ya?" lanjutnya.

Umi tersenyum, "bisa dong, Sekolah itu sudah menjadi milik Arga. Masa nanti dia ngeluarin istrinya sendiri."

Rara tersenyum senang, dengan penuh semangat ia menganggukkan kepala.

"Alhamdulillah," ucap mereka.

Malam ini adalah malam paling bersejarah di hidup Rara. Antara percaya dan tidak bahwa dia akan segera menikah dengan sosok gus yang dia kagumi selama ini. Malam ini juga ia berjanji akan merubah dirinya sedikit demi sedikit menjadi lebih baik lagi, dan juga berubah agar lebih dewasa lagi.

_

Maaf lama.

See u💗

KEKAL ABADI (TERSEDIA DI SHOPEE FIRAZ MEDIA) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang