𝓗𝓪𝓹𝓹𝔂 𝓡𝓮𝓪𝓭𝓲𝓷𝓰
Langkah kaki Aslan memasuki sebuah cafe. Ia mengedarkan pandangan, mencari-cari seseorang. Hingga netranya berhenti pada sosok gadis yang duduk di dekat kaca. Dia pun melangkah ke meja tersebut. Ketika sampai, Aslan dikejutkan dengan keadaan Darissa yang tampak kacau.
Lalu, tiba-tiba tubuhnya terhuyung karena tak siap menerima pelukan Darissa yang begitu kencang.
Beberapa detik Aslan diam berusaha mencerna. Namun, ia masih linglung karena keanehan dari gadis ini. Bahu Darissa bergetar dan terdengar isakan pelan. Aslan segera membalas pelukan tersebut.
"Hey, lo kenapa, Sa?"
Tapi tak ada respon.
Aslan pun berinsiatif untuk mengelus punggung gadis itu. Dalam posisi ini, keduanya saling larut berpelukan. Cukup lama, hingga Aslan mulai merasakan tangisan gadis itu mereda, isakannya sudah tak lagi terdengar. Namun, bahu gadis itu masih sedikit bergetar.
Aslan segera mengendurkan pelukan. Ia memegang kedua pundak Darissa, lalu menarik dagu gadis itu. Dapat ia lihat, matanya membengkak dan sembab akibat menangis. Lalu, bibirnya yang biasa pink itu juga tampak pucat, Aslan semakin bingung, sebenarnya Darissa kenapa?
"Sa, duduk dulu ya." Ujar Aslan dengan lembut, ia membawa gadis itu agar kembali duduk di kursi.
Hari sabtu di pagi ini, Aslan dikagetkan dengan ratusan panggilan Darissa, lalu, gadis itu juga menyuruhnya ke cafe tempat biasa mereka bertemu. Aslan bingung namun ia tetap mengiyakan.
Padahal, hari ini ia berniat ke markas saja untuk menemui Zidan, lalu setelah itu pergi ke rumah Shean, ia juga berniat mengajak gadis itu pergi. Tetapi, Aslan menahan semuanya nanti, demi Darissa.
Kini, keduanya duduk berhadapan dengan meja yang membatasi. Aslan masih setia menunggu penjelasan Darissa mengajaknya bertemu.
Darissa merasakan tatapan yang menghunus tajam mengarah padanya. Ia mendongak perlahan. Kedua matanya sendu.
"Aslan, gue diancam.."
"Siapa?" Tanya Aslan, mulai panik. Ia mengepalkan tangannya. Siapa yang berani mengancam Darissa? Siapa orang itu sampai membuat Darissa menangis?
"Hiks.." Lagi-lagi cairan bening lolos dari matanya. Darissa menunduk dan meremas pelan cardigannya. "G-gue takut.. Gue juga bingung cara bilangnya gimana.." lirihnya.
Aslan bangkit dan duduk di kursi dekat gadis itu. Ia menarik kursi Darissa agar menghadapnya lalu menggenggam kedua tangan Darissa dengan erat.
"Ada gue, Sa. Jangan takut, sekarang bilang siapa yang ancam lo, hm?"
Darissa mendongak. Gadis itu menghela nafas pelan.
"Cuma lo yang tau ini, jangan bilang siapapun, gue mohon.."
"Iya, Sa. Gue janji cuma gue yang bakal tau." Aslan memegang kedua bahu gadis itu dan menatapnya penuh keyakinan.
Darissa memejamkan mata sekilas dan menyeka air matanya. "Beberapa hari yang lalu, gue dapat chat dari nomor nggak dikenal, dia bilang.."
Aslan menaikkan sebelah alisnya, ketika gadis itu kembali diam, matanya berkaca-kaca, Aslan pun menghela nafas kasar.
"Jangan nangis terus, Sa.." ujarnya lembut berusaha menekan emosi dalam, agar tak marah pada gadis ini. Aslan sudah geram karena Darissa yang lebih banyak menangis dibandingkan menceritakannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ASLAN
Teen Fiction‼️ FOLLOW SEBELUM BACA ‼️ Ini kisah Aslan, sosok kejam yang ditakuti murid-murid. Awal pertemuan mereka, Aslan itu cuek, aneh dan tertutup. Namun, dibalik itu semua Aslan adalah pria yang berbahaya. Semua murid menjulukinya SI PENGUASA KEJAM...