Aslan | 25

3.7K 287 42
                                    

𝓗𝓪𝓹𝓹𝔂 𝓡𝓮𝓪𝓭𝓲𝓷𝓰

    Detik demi detik berlalu. Sekarang sudah pukul sebelas malam, namun Shean masih belum bisa tidur. Gadis itu terus bergerak, mencari posisi nyaman agar dirinya cepat terlelap. Namun sudah satu jam lebih mencoba, hasilnya tetap nihil.

    Shean menghela nafas. Akhirnya, gadis itu memutuskan bangun dan pergi ke dapur untuk mengambil minum.

    Begitu melewati kamar Jenna, Shean bisa mendengar suara ibunya yang tampak meninggi—Terdengar marah-marah. Gadis itu mendekatkan dirinya ke arah pintu yang sedikit terbuka, memasang telinga dan matanya baik-baik.

    Shean menatap ibunya yang tengah berjalan mondar-mandir dengan ponsel di genggamannya. Pemandangan ini sudah terjadi semenjak seminggu belakangan ini.

    Setelah memutuskan hubungan dengan Aslan secara tak langsung. Shean mulai merasakan ada yang aneh dari Jenna. Ibunya sering melamun, sering pulang cepat dan tampak terlihat kacau.

    Bahkan, beberapa kali ia memergoki ibunya meminum alkohol di kamarnya. Shean bingung. Ia ingin bertanya, tapi terlalu takut akan semakin mengganggu pikiran ibunya.

    Seminggu belakangan ini, Aslan juga tak lagi mendekatinya, ia hanya sering mendengar kabar melalui gosip bahwa Aslan lebih sering membolos bersama temannya. Sejak itu, semua murid berspekulasi bahwa Aslan dan Shean telah putus. Shean tak peduli. Ia juga tak berniat mengklarifikasi. Biarlah semua orang berspekulasi tentangnya.

    Shean mundur dan mengurungkan niatnya ke dapur. Gadis itu kembali ke kamarnya dengan perasaan campur aduk.

    Shean duduk di tepi kasur. Sejujurnya, ia sempat mendengar-dengar bahwa ada masalah di perusahaan Jenna. Ia mengetahuinya lewat berita terkini, berita yang mengatakan bahwa perusahaan itu di ambang kehancuran.

    Shean pun kalut dan gusar memikirkannya. Padahal sebelum itu, Shean tahu bahwa perusahaan besar yang mempekerjakan Jenna sebagai sekertaris itu masih lancar, bahkan berkembang pesat.

    Tapi, tiba-tiba saja, perusahaan itu mengalami kerugian besar yang Shean pun tak tahu dan mengertinya.

    Ia menggigiti kukunya, seketika ucapan Aslan kembali terngiang.

   "Lo nantang?"

   "Mau gue buktiin sekarang? Mau nyokap lo beneran celaka?"

   Shean bergerak gelisah. Ia berdiri dan melirik ponsel barunya. Apa pria itu benar membuktikan ucapannya? Apa jangan-jangan perusahaan itu.. Aslan yang melakukannya?

   Shean menggeleng. Itu tidak mungkin. Aslan tak mungkin memilikki kuasa sebesar itu.

    Shean memejamkan mata dan segera menghempaskan dirinya ke dalam selimut. Lelah sendiri, akhirnya Shean memutuskan untuk segera tidur.

***

    Pagi harinya pukul 08.05, Shean bangun dari tidurnya, ia bergegas membersihkan diri dan turun ke bawah. Keningnya mengkerut ketika melihat meja makan tampak kosong, ia beralih naik kembali ke kamar Jenna. Perlahan, gadis itu membukanya.

   Shean mengerjapkan mata melihat Jenna yang sedang menatap fokus laptop. Ia mencium bau alkohol yang begitu menyengat, bahkan, Shean bisa merasakan bau rokok juga. Apa Jenna habis merokok?

    Shean melangkahkan kaki menghampiri ibunya yang masih tak sadar akan kehadirannya.

   "Ma,"

ASLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang