Aslan | 17

3.5K 282 69
                                    

𝓗𝓪𝓹𝓹𝔂 𝓡𝓮𝓪𝓭𝓲𝓷𝓰

     Aslan melangkahkan kakinya di lorong sekolah. Beberapa tatapan tertuju pada pria itu. Mereka berbisik-bisik serta memberikan tatapan heran. Munculnya Aslan setelah seminggu lebih tak sekolah membuat mereka bertanya-tanya, rumor yang mengatakan bahwa pria itu pembunuh Reanno masih belum meredup, karena itu mereka heran mengapa pria itu malah hadir disini.

      Mereka fikir, dengan hilangnya Aslan menandakan bahwa pria itu takut atau malu. Ternyata itu hanyalah sebuah dugaan.

     Tatapan cemooh, takut, bahkan jijik—Diberikan kepada lelaki itu. Tetapi tak ada satupun yang berani bersuara.

     Aslan berjalan memasuki kelasnya. Gafra, Raul, Marvell yang tengah berbincang langsung menengok kala suasana kelas yang sebelumnya ribut dan bising seketika hening.

    Mereka membelakkan mata ketika melihat siapa gerangan pembuat suasana kelas hening. Sedangkan murid lainnya langsung berhamburan keluar dari kelas, seakan-akan takut Aslan akan melukai mereka.

    Aslan tampak acuh dan berjalan dengan santainya. Wajahnya jauh lebih baik, luka-lukanya tampak memudar, tangannya pun sudah tak terbalut dengan gips. Itu semua berkat seseorang yang membantunya, Shean.

     Sebenarnya, setelah insiden tamparan yang dilakukan Shean, perempuan itu justru malah kembali lagi keesokan harinya dan meminta maaf. Hal itu, membuat Aslan senang.

     Tanpa dipaksa pun, Shean datang dengan sendirinya. Lalu, keduanya pun melakukan kesepakatan, Shean berkata akan membantu Aslan untuk merawat diri di rumah sakit, asalkan Jenna aman dan segera pulang. Tidak itu saja, Shean juga ingin setelah Aslan keluar dari rumah sakit, pria itu tak lagi mengganggunya atau bisa menganggap mereka tak saling mengenal.

     Tentu kesepakatan itu ia setujui. Tapi siapa bilang Aslan akan melepaskan Shean begitu saja?

     Ia memang menyetujui. Tapi tak lama lagi, Aslan akan melanggarnya. Ia sudah melakukan rencana jauh hari, dan hari ini adalah puncaknya. Ah, tentu suasana paginya cukup baik kali ini.

     Bagaimana ya reaksi Shean nanti? Ckck.. Marah? Menangis? Atau mungkin sebaliknya?

     Aslan jadi tak sabar menunggu gadis itu datang kepadanya.

    "Loh? Aslan?" Suara perempuan dari belakangnya, membuat Aslan yang duduk di kursi mendongak.

   Darissa dengan tas yang di sampirkan di kedua bahunya, membawa tas itu dan meletakkannya di bangku samping Aslan.

    Ia menatap penuh cemas pada pria itu. Aslan sedikit kaget melihat perubahan wajah Darissa, kantung matanya tampak hitam, bibirnya terlihat sedikit pucat, Darissa sakit?

    Beberapa hari lalu, Aslan memang jarang bertemu lagi dengan sahabatnya. Dikarenakan Shean, ia selalu melarang sahabatnya terutama Darissa untuk datang menjenguk.

     Paling tidak, saat tengah malam itupun sebentar, Marvell, Gafra atau Raul akan datang untuk melihat kondisi pria itu.

    "Kok lo udah keluar sih? Bukannya masih harus di rawat? Juga, tangan lo emang nggak pa-pa?" Tanyanya bertubi-tubi setelah mendaratkan bokongnya di kursi.

    "Gue baik-baik aja."

    Hembusan nafas terdengar Darissa. Darissa melirik temannya yang tampak mengedikkan bahu. Mereka pun juga penasaran, kenapa Aslan datang ke sekolah?

    "Lo udah sarapan? Kebetulan gue bawa bekal.. Gue suapin ya." Ucapnya dan mengeluarkan sekotak bekal berwarna baby blue.

     Aslan menghela nafas kasar dan menggeleng. Ia terganggu dengan kekhawatiran Darissa untuk saat ini. Gadis itu cerewet saat khawatir dan Aslan tak menyukai itu. Suasana hatinya sedang baik, jadi, ia berharap mulut Darissa tertutup untuk sementara.

ASLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang