Aslan | 31

3.8K 259 19
                                    

𝓗𝓪𝓹𝓹𝔂 𝓡𝓮𝓪𝓭𝓲𝓷𝓰

    Suara ketokan pintu disertai bel membuat senyuman Shean melebar. Dia menyambar slingbag miliknya, melangkah ke pintu. Di saat, Shean membuka, dalam sekejap senyuman Shean meluntur melihat bukanlah Nero melainkan Aslan. Yang membuat Shean semakin panik adalah Jenna tak di rumah— Dan hal ini, bisa membuat Aslan leluasa melakukan apapun padanya.

    Shean mendadak gugup. Sedang Aslan dengan acuh, menyelonong masuk ke dalam rumahnya. Dia meremas kaosnya, padahal Shean sudah siap berpakaian rapi dan ia berpikir bahwa Nero yang datang menjemputnya. Tetapi, harapannya pupus.

    Shean buru-buru membuka ponselnya. Dia segera mengetikkan sesuatu disana. Mengabari Nero bahwa ia tak bisa datang.

    Buru-buru, Shean menutup pintu rumah dan menyimpan ponselnya. Dia melirik Aslan yang sudah menghilang. Sudah pasti, Aslan berada di kamarnya. Lantas, Shean langsung berlari ke kamarnya. Dia masuk.

    Entah kenapa, kali ini, ia memilikki firasat buruk soal kedatangan Aslan. Perasaannya tak enak. Shean melirik takut-takut pada pria yang tengah duduk di tepi kasur. Aslan menatap Shean yang masih berdiri mematung.

    "Kenapa? Kok kaget gitu?"

    "Lan, ini udah jam 7, terus kan di rumah nggak Mama, kayaknya lo balik—"

    "Lo mau ngusir gue?" Aslan berdiri. Reflek, Shean melangkah mundur dengan gugup.

     "Lo kenapa, She?" Aslan mengernyit bingung. "Lo keringatan, muka lo juga panik, lo takut?"

      Shean menggeleng cepat. Dia memilin jarinya dan berdehem pelan.

    "Bukan gitu, gue cuma lagi pusing dikit aja."

     "Oh, kalo gitu tiduran gih, disini." tunjuk Aslan pada kasur Shean. Dia meneliti pakaian gadis itu. "Oh ya, lo mau keluar?"

     "G-gue.."

     "Kenapa nggak ngabarin gue? Lo— Matiin gps juga ya?" Rasanya Aslan ingin membenturkan wajah Shean jika sampai Shean berbohong.

      Shean menelan saliva kasar. Dia memejamkan mata sekilas lalu mengangguk pelan. "Iya, gue tadi mau ke rumah Violet, s-soalnya ada tugas kelompok, besok harus dikumpulin, gue takut lo nggak izinin jadi—"

      "Jadi lo nggak ngabarin gue? Dan, matiin gps? Lo udah berani ya, She." Aslan masih dalam tatapan yang penuh arti. Dia bersikap tenang, nada bicaranya tak seperti sedang marah. Dia melangkah menghampiri gadis itu.

     "Hp lo."

     Shean melirik ponselnya dan Aslan, secara bergantian. Jujur, ia takut Aslan akan membaca pesannya dengan Nero yang belum sempat ia hapus. Tangan Shean gemetar, dia menatap Aslan dengan ragu. Jika bisa, dia ingin menghilang saat ini. Shean amat sangat takut. Bagaimana jika Aslan memgetahui sesuatu tentangnya bersama Nero?

      "She?" Suara Aslan penuh peringatan, mimik wajahnya berubah datar. "Nggak mau ngasih?"

      Shean menggigit bibir dalamnya dan menggeleng perlahan. Mencoba memberanikan diri, Shean akhirnya memutuskan menggenggam erat ponselnya. Dia tak akan menyerahkannya. Shean lebih takut Nero celaka karena Aslan. Lebih baik, Shean yang terluka karena menolak Aslan daripada harus orang lain yang tak tahu apapun malah terkena imbas.

ASLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang