enam

1.7K 74 10
                                    


Gadis itu terseret mengikuti langkah lebar dihadapannya. Bagai mangsa alisha diam tak berkutik, dalam keadaan sadar saja ia mustahil untuk melawan tenaga sang kakak. Apalagi sekarang, pria itu sedang tidak sadarkan diri dengan beberapa alkohol yang sempat ia teguk tadi.

Alisha merasakan lengannya semakin tertarik kuat, sedikit tidak sabaran Aska menariknya menuju wilayah pantry dapur. Dengan cepat ia angkat tubuh kecil gadis itu keatas lalu mengurungnya dari kedua sisi, hatinya benar-benar masih sesak.

"Kakak-," gumam gadis itu ketika merasakan wajah aska mendekatinya. Aroma Vodka tercium hingga membuat perutnya kian mual.

Aska menatapnya tajam. "Berhenti panggil gue kakak."

Tangannya bergerak mencengkram kuat pinggang gadis itu, "Gue udah pernah bilang berapa kali, gue bukan kakak Lo."

Pria itu menghembuskan nafasnya pelan, lagi-lagi adiknya terisak pelan. Tunggu apa baru saja ia mengakui Alisa sebagai adiknya? Tidak, tidak akan pernah. Gadis itu miliknya, kepunyaannya, wanitanya, bukan adiknya, sekali lagi egonya menolak. alisha adalah gadisnya, tidak perduli gadis itu harus tersiksa atau tidak.

Perlahan ia mempertemukan kening mereka, biarlah alisha bertanya-tanya tentang apa yang ia lakukan. Biarkan ia melakukan keinginannya sekali saja.

Merasakan tidak ada perlawanan dari alisha. sentuhannya mulai turun ke pipi, mengecup pelan pipi gadis itu. melakukan hal terlarang yang sedari dulu dengan keras otak warasnya tahan, untuk saat ini ia benar-benar sudah tak perduli.

Bisa ia rasakan tubuh alisha yang menegang, menandakan agak kaget dengan tindakan yang baru saja sang kakak lakukan.

"Rileks sayang." Ucapnya tersenyum tulus. Satu tangannya mengambil alih untuk mengelus pelan pipi gadis itu.

"Apa yang sedang kakak lakukan?"

Satu titik air matanya jatuh untuk menggambar rasa kecewa pada lubuk hatinya. Gadis itu sudah dewasa, ia paham benar tindakan seperti apa yang sedang ia terima.

Aska tidak perduli, meskipun gadis itu harus menangis sambil menjerit sekalipun ia tetap tidak akan perduli, ia sudah mengeraskan hati.

"Tidak," ucap gadis itu ketika merasakan Aska mendekatkan diri lagi. Tubuhnya bak menggigil ketakutan. Jika seperti ini ia lebih baik dihadapkan kepada kemarahan laki-laki itu daripada diperlukan seperti ini.

Aska menatapnya tajam.

"Tidak, tidak mau kak, hiks." Teriaknya cukup kuat. Rasa sesak kian merambat keseluruh tubuhnya.

Aska mengunci kedua tangannya. Tidak ada cara untuk mengelak apalagi melarikan diri. Gadis kecil dihadapannya ini lebih menyukai cara kasar, jadi jangan salahkan dirinya. Berani membuatnya gila harus berani bertanggung jawab atas kegilaannya. Cinta sepihak yang sudah ia tanggung sekian lama.

Bibir mereka bertemu, untuk pertama kalinya-aska merasakan hangatnya bibir gadis yang sedari dulu ia impikan. Kedua bibir mereka menyatu, tidak ada pergerakan
Keduanya terlihat masih sama-sama kaku, ini adalah ciuman pertama untuk Aska, juga hal pertama untuk alisha.

Setelah merasa cukup ia melepaskan alisha, menyatukan kening mereka. Sudut bibirnya tersenyum kecil.

Matanya melirik adiknya sekali lagi. Mengecup bibir itu singkat, untuk memastikan hal terindah dalam hidupnya sekali lagi. Bisa ia pastikan, tidak ada yang menyentuh wanita ini sebelum dirinya. Ia sudah memastikan hal itu sejak alisha kecil.

Kepalanya jatuh keceruk leher alisha. Dengan tidak sengaja setetes air matanya jatuh, merasa menyesal sudah memaksa gadis itu, tapi ia tidak mengelak, sebagian hati kecilnya juga merasa bangga.

"Aku mencintaimu,"

Alisha terdiam, tak ada kata-kata yang terlontar dari kedua bibirnya. Pernyataan tersebut cukup membuatnya kaget. Aska sangat membencinya, ia paham benar. Tindakan yang baru saja pria itu lakukan bisa saja untuk menumbuhkan rasa benci gadis itu padanya tapi tidak akan ia lakukan, ia menyayangi kakaknya. Itu faktanya. Tapi, pernyataan seperti apa yang baru saja ia dengar, cinta seperti apa yang Aska maksud.

"Aku mencintaimu, Anastasia." Ucap Aska sekali lagi. Setelah itu tubuh itu jatuh menghantam lantai, dengkuran halus pun mulai terdengar.

Alisha merasakan nafasnya teratur, akhirnya ia mengerti. Aska melakukan ini karna pria itu mabuk dan membayangkan bahwa ia adalah Anastasia gadis yang pria itu cintai.

Setidaknya, gadis itu merasakan hatinya tenang. Kejadian tadi hanya salah faham, tidak lebih dari itu.

Sedangkan diluar jendela terlihat sesosok pria dengan gelas Vodka di sisi tangan kanannya. Sedari tadi, tidak ada yang menyadari bahwa ia melihat semua kejadian itu tanpa terkecuali.

"Diaz!" Teriak Cakra dari belakang. Pria itu menghampiri Diaz karna sudah mencari temannya kemana-mana, ternyata pria itu disini. Namun, hal yang menjadi pertanyaannya terjawab sudah dengan keadaan yang ia lihat dihadapannya. Terlihat-alisha yang sedang membopong seorang pria yang tidak ia kenali.

"Tenang, Diaz Lo bisa cari tau dulu dia siapa-,"

"Diam, gue gak butuh ocehan Lo!" Sentaknya dengan meremas kuat botal Vodka di tangan kanannya, serpihan kaca itu melukai sebagian kulitnya. Darah mulai berceceran kemana-mana, tak ada rasa sakit yang ia rasakan melebihi rasa sakit hatinya saat ini. Ia tidak mengerti mengapa dadanya seakan terasa sangat sesak.

"Gue ingin gadis itu hancur, sehancur-hancurnya sampai dia nggak pernah merasakan kebahagiaan lagi. Gue ingin dia tersiksa sampai memohon kematian dibawah kaki gue." Ucap Diaz menatap Cakra.

"Gue gak perduli harus berhadapan dengan keluarga terpandang sekalipun, hancurkan keluarganya sekaligus jika perlu." Sambungnya sambil meninggalkan tempat itu.

#next?

Sorry LiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang