Tubuhnya menghangat, seperti ada lilitan dipinggangnya. Ketika ia buka kedua matanya—dapat dengan jelas ia rasakan deru hangat nafas aska ditelinganya. Laki-laki itu bertelanjang dada, hanya mengenakan celana panjangnya. Sudah jadi kebiasaan tidur untuk pria itu.
Entah sejak kapan. Seingat gadis itu dirinya tidur sendirian. Beberapa hari ini ia enggan berbicara pada aska maupun naina. Aska juga terkesan menghindarinya, setelah hari ketiga ia baru mendapati aska menghampirinya setelah kejadian itu.
"Aku sangat merindukanmu." Ujar pria itu tulus. Jemari tangannya bergerak mengelus perut gadis itu. "Apa yang kau lakukan hari ini, allesia."
Allesia menutup matanya kembali, memilih untuk tidak perduli.
Geram, aska membalik gadis itu menghadapnya. Namun, meski begitu allesia belum mau meresponnya. Dia mendengus, gadis ini sombong sekali. Tangannya bergerak untuk mengelus surai hitam itu, allesia berubah jadi pendiam. Bahkan semua kalimat yang keluar dari bibirnya menjadi sangat ketus. Aska tak suka, dia suka allesia yang penurut.
"Coba katakan sesuatu allesia, berhenti menyiksaku." Nadanya pelan. "Kau tau—aku menghindarimu bukan karna aku menyesali malam itu. Itu adalah malam terindah untukku, aku hanya ingin memancingmu. Tapi kau sungguh keras kepala, bahkan kau tak perduli padaku."
Pandangan aska menatap wajah cantik itu tajam. "Kau dilahirkan hanya untuk menjadi takdirku, allesia."
"Dulu—aku terlalu membencimu, sampai aku tak sadar perasaanku mulai berubah. Tak kupungkiri kau gadis paling cantik yang pernah kulihat. Ibu membawamu sebagai adikku, tapi aku mencintaimu."
Gadis itu sebal, bisakah pria menyebalkan ini berhenti berbicara. Hal-hal tidak penting seperti itu tidak perlu dibicarakan. Entah berapa kali aska mengutarakan cinta, tapi faktanya pria itu sudah memiliki anak dari wanita lain. Gadis itu memilih tetap diam, tak perduli sama sekali.
"Kau—belum mau berbicara padaku ?"
"Dasar keras kepala. Jangan kau pikir karna aku menyukaimu kau bisa seenaknya. Bangunlah, aku akan membahas sesuatu yang penting." Dilihatnya wanita itu masih memejamkan matanya. Geram, ia tarik tubuh itu lalu ia goyangkan pelan. "Kau bangunlah, buka matamu."
Aska mendengus. Apa gadis itu pikir dirinya bodoh.
"Berkemaslah besok pagi, kemungkinan kita akan pindah pagi hari. Naina akan tetap disini, hanya kita tidak ada orang lain. Satu lagi, aku tak minta pendapatmu. Kau dilarang untuk menolak apalagi membantah."
Allesia membuka matanya—menatap heran sang kakak yang tiba-tiba sekali seperti ini. Rumah ini cukup nyaman, dia dan naina juga cukup cocok. Aska tak perlu sampai membeli rumah baru untuk mereka berdua. Apalagi berduaan dengan aska, sungguh mati mungkin lebih baik.
"Aku tidak mau." Bantah gadis itu. memikirkannya bahkan nyaris membuatnya gila.
Aska menatapnya dingin. "Sudah kukatakan, aku tidak minta pendapatmu."
Allesia tertawa hambar, enak sekali aska mengaturnya sampai seperti ini. Jika pria itu mau maka hal itu yang akan terjadi. Gadis itu tidak bisa, sudah cukup aska mengancurkan hidupnya. Hidup dengan orang lain bersama mereka saja aska bisa berbuat sesukanya apalagi hanya berdua.
"Aku muak—berbicara padamu memang tidak ada gunanya. Pikirkan hidupmu sendiri, berhenti mengaturku lagi." Gadis itu bangun, melangkahkan kakinya menjauhi aska. Ia bergerak akan menggapai pintu.
"Apa kau pikir aku bercanda ?" Nada pria itu tegas. "Aku bukan tidak tau kau akan kabur dengan teman priamu itu. Pikirkan sekali lagi, kau tidak ingin dia mati ditanganku bukan ?"
Allesia membalikkan tubuhnya, wajahnya menahan marah. "Kau—tidak ada habis-habisnya. Jika kau hanya ingin menghancurkanku maka hanya aku, jangan korbankan orang lain dalam masalah ini!"
"Kau yang mengorbankan temanmu sendiri."
Gadis itu meremat kedua tangannya, geram. Aska sulit sekali ditebak, bahkan rencana kaburnya pun pria itu juga sudah tau. Aska, entah cara macam apa lagi yang ia gunakan untuk menjauhi pria ini.
Aska berdiri mendekati gadis itu—sedangkan allesia berusaha menjauhinya. Langkahnya terhenti ketika kakaknya menarik tubuhnya mendekat. "Seingatku, kau jadi seperti ini karna dia. Kau banyak membantahku karna berkenalan dengannya. Kau tau, sangat mudah bagiku menyingkirkan bocah itu. Agar kepala kecilmu ini tau, tak ada yang bisa menyelamatkanmu dariku, tidak ada allesia."
Mata gadis itu berkaca-kaca, tubuhnya berontak minta dilepaskan tapi aska malah mencengkram kedua lengan itu lebih keras.
"Apa yang kau lihat darinya. Atau jangan- jangan kau berpikir akan mulai menyukainya. Maka detik itu, aku tak akan segan merantaimu dan mengancurkan kepalanya. Aku serius, kau bisa coba jika kau mau." Ucap aska mengancam, lalu bibirnya terkekeh sinis. "Lagipula dia tak akan mau dengan bekasku bukan ?"
"Lepaskan!" Teriak gadis itu.
Aska mencengkram kedua lengan itu lebih dalam. Hingga bisa allesia rasakan kuku-kuku aska menancap pada lengan mulusnya.
"Jangan berlagak seperti seorang perawan allesia!"
Aska banting tubuh itu ke lantai—allesia mencoba melarikan diri. Saat kesempatan muncul ia coba berdiri namun berhasil ditangkap lagi dan dibanting sekali lagi. Sungguh aska tidak punya rasa kasihan sama sekali, seluruh tubuhnya terasa sangat sakit.
Aska tarik tubuh itu mendekat padanya. Menghirup rakus aroma vanilla yang sangat ia rindukan itu. Satu tangannya menahan kedua tangan allesia yang tidak berhenti berontak.
Tangannya yang lain mencengkram wajah itu kuat. "Ini yang kau dapatkan dari keras kepalamu itu—mencoba melarikan diri dariku, mimpi saja kau!"
Allesia menggigit tangan itu. Aska berteriak pelan. Wanita ini memang cukup sulit ditaklukkan. Dengan cepat kedua tangannya berpindah untuk menahan gadis itu lebih kuat. Satu tangannya menarik kedua tangan gadis itu kebelakang, menguncinya dengan sangat kuat.
Plak!
"Tidak perduli bagaimana aku mengungkapkan perasannku—hatimu tetap batu! Tidak bisakah kau menurutiku sekali saja! Sudah kukatakan aku ingin bersamamu! Apa kau bodoh, dengan cara kasar seperti ini baru mau mengerti!"
Gadis itu terdiam, dengan sedikit luka disudut bibirnya. Bekas tamparan aska. surai hitamnya menutupi wajahnya. Aska terdiam untuk sesaat, sedikit menyesal saat tak mendapatkan respon dari wanita dibawahnya ini.
Aska mengelus wajah cantik itu pelan. "Al, bicaralah. Jangan begini, kumohon."
Gadis itu menutup matanya. Sakit melihat aska memohon seperti itu, sakit melihat keadaanya sendiri. Ia bahkan tidak bisa membela dirinya sendiri. Bahkan saat aska membuka kancing piyamanya satu persatu ia tetap diam. Karna bagaimanapun, dirinya tak akan bisa melawan aska. Melawan pria itu sama saja dengan membuat luka baru pada tubuhnya sendiri.
"Maaf tapi aku tidak akan berhenti." Kata-kata terakhir itu ia dengar sebelum tangisannya terdengar. Aska sama sekali terlihat tak perduli. Baginya ini adalah hal normal yang dilakukan orang yang saling mencintai, tanpa tau gadis itu sudah hancur tak terbentuk lagi.
🍑🍑
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry Lia
Teen Fiction"Kehidupan seperti apa yang kau bayangkan allesia? " - Zaleon Aska Raymond -