satu

5.8K 140 29
                                    

Cerita direvisi agar penulisan jadi lebih baik.

Happy reading..

Seorang pria mendengus, tempat ini terkesan sangat membosankan. Tak ayal ini juga salahnya mengikuti cakra ketempat keramat ini. Beberapa wanita bergoyang dan meliuk-liukkan badannya. Berlomba untuk dirilik.

Tak terkecuali beberapa dari mereka coba mengodanya sedari tadi. Diaz memijat kepalanya, jika bukan karna teman bejatnya itu dirinya tidak akan sudi—mengijakkan kaki ditempat haram ini.

Satu intruksi ia berikan, pertama ia meminta minuman lagi, sekarang entah sudah gelas yang keberapa.

Satu wanita datang—dengan dada yang lumayan besar itu, terseyum malu kearahnya. Diaz terkekeh, apa-apaan itu—dasar wanita gila.

"Hanya minuman, kau tidak akan memesan wanita?" Imbuh wanita itu pelan—satu tangannya ia arahkan untuk memegang pundak pria itu.

"Aku tidak bermain dengan pelacur. " ucapnya tegas—dengan lumayan kasar menyentak kuat tangan wanita itu.

Diaz terseyum sinis. "Berani sekali, orang seperti kalian menyentuhku. Wanita kotor—tidak punya martabat. Manusia bodoh yang membuka kakinya untuk sesuap nasi. Kau pikir kau berhak menyentuhku, sialan!"

Wanita itu gelagapan, astaga apa dirinya sedang salah sasaran. Mereka bekerja untuk pria-pria kaya. Dan sepertinya ini ia salah target kali ini.

Pria itu mengelap bekas sentuhan wanita tadi menggunakan sapu tangannya—yang bahkan jika dilihat wanita tadi bak kuman kotor yang sudah menyentuhnya.

"Kau akan kulaporkan—." Ucapan diaz berhenti tatkala melihat wanita itu tiba-tiba memohon bersimpu dihadapannya. "Apa yang kau lakukan sialan!"

"Saya mohon ampun. Sungguh apa daya saya—saya tak sengaja tuan, sungguh, ampuni saya." Derunya kuat-kuat.

Tak ayal beberapa orang melihat kearah mereka. Sial, diaz benci jadi bahan perhatian. Lihatlah disekeliling mereka yang sedang menonton dengan ibanya.

Namun kala itu, bagai mendapat berlian dirinya menemukan satu sosok wanita yang dikenalinya—gadis itu, teman satu sekolah dengannya. Gadis cantik, berbaju kaus putih polos dan celana panjangnya. Dan sial, ada yang dirinya lihat—wanita itu membawa beberapa minuman di atas nampan tangannya, berjalan mengantarkan minuman itu ke beberapa tamu.

Hei lihatnya, apa yang dirinya tangkap hari ini—gadis polos dengan beasiswa itu, bekerja ditempat seperti ini. Cukup terkejut untuknya yang beberapa hari ini memang tertarik pada wanita itu.

Cih, diaz akan menarik kata-katanya, tidak mungkin dirinya menyukai wanita seperti itu, tidak akan lagi.

"Aku akan mengampunimu. " ucap diaz seketika. "Tapi kalau kau bisa membawa temanmu yang satu itu untuk menggantikanmu. " katanya sambil menunjuk kearah allesia.

"Tapi, tapi dia bukan—," ucapnnya terputus ketika diaz menatapnya nyalang.

"Sampah sepertimu berani menolakku?"

"Tidak aku bukan, gadis itu dia—,"

Diaz bersedekap dada. "Ada apa dengannya. Kau begitu perduli pada orang lain sementara ini satu-satunya cara kau menyelamatkan diri. Aku bisa menghacurkanmu detik ini juga—pergi dan tarik dia kesini, jika tidak kau tau akibatnya. "

Diaz memandang puas wanita itu  yang kini pergi dengan langkah cepatnya. Keningnya dibanjiri peluh keringat. Dan ya semestinya diaz tidak perlu mengampiri tempat seperti ini.

************

Gadis itu agak terkejut melihat tampang sombong dihadapnya. Diaz—anak kandung pemilik kampus tempatnya menimba ilmu. Kedua tangannya menggenggam kuat kaos putih polosnya—pertanda dirinya sedikit gugup.

"Kamu—apa yang kamu lakukan disini." Ucap gadis itu tiba-tiba.

Diaz menyeringai. "Itu harusnya jadi pertanyaanku allesia, apa yang kau lakukan ditempat seperti ini."

"Bukan urusanmu, " jawab gadis itu dingin.

Diaz mendecak. "Kasar sekali, kau itu memang sulit bicara baik-baik ya. Akan jadi apa reputasimu jika mereka tau kau bekerja ditempat seperti ini."

Gadis itu meremas kaosnya kuat-kuat. "Mereka tidak akan tau jika tidak ada informasi yang bocor, atau jangan-jangan kamu yang akan memberi tau mereka semua?"

"Benar begitu, " ucap diaz seraya meniup kuku-kuku panjangnya. "Bukankah mereka semua yang tertarik padamu harus tau wujud aslimu—wanita murahan. "

"Jaga bicaramu!". Ucap allesia mendebati, "hanya dengan satu kali lihat, dan belum mendapatkan kebenaran yang ada kamu sudah berkata yang tidak-tidak. Aku bukan wanita seperti itu."

Pria itu menatapnya dingin, "lalu seperti apa, apa targetmu bukan pria-pria kaya?

Allesia terdiam, sulit sekali berbicara seperti ini. Jika dirinya ikut tersulut emosi, maka tamat sudah, tidak akan ada yang mau mengalah.

"Apa hanya karna ini kamu memanggilku. Jika benar, maka aku rasa sudah cukup. Masih banyak pekerjaan—, "

"Pekerjaan seperti apa, melayani pria-pria tadi. " ucapnya merendahkan. "Aku akui cukup tertarik padamu, tapi kurasa seleraku mulai turun sekarang—jadi jelek sekali."

Gadis itu hampir memaki pria ini tapi dirinya masih menahan diri.

"Kau tidak mau bicara, atau karna ucapanku benar semua. Allesia jangan bekerja pada mereka, bekerja saja padaku. Aku akan membayarmu."

Allesia muak, pria ini keterlaluan sekali. Entah sudah berapa kali menghinanya dengan kata-kata itu. Dirinya berbalik untuk pergi—namun ditarik keras oleh diaz untuk menhadapnya kembali.

"Aku belum memberikan ijin untuk membuatmu pergi. " katanya cepat, "bukankah aku juga tamu disini, layani saja aku."

"Lepas! Atau aku akan berteriak!" Ancam gadis itu keras.

"Apa kau pernah melihat pelacur ditolong orang lain?"

"Aku bukan pelacur!"

"Itu dirimu!" Sentak kuat pria itu, "bagimana bisa mengelak lagi sekarang. Dengan mata kepalaku sendiri melihatmu melayani pria hidung belang itu, sial. Apa dia juga memberikan tip padamu. Dan sudah berapa malam yang kau habiskan dengan pria-pria keparat itu!"

Gadis itu terngaga—apa-apaan sekali pria ini.

"Aku membencimu, lepas, lepaskan aku!" Ujarnya seraya memberontak, kedua tangannya dicengram paksa oleh pria itu.

Diaz menarik gadis itu kuat. "Kau pikir siapa kau, aku juga membencimu. Wanita sialan, aku pastikan mulai hari ini akan banyak kehancuran yang menghampirimu, ncamkan itu!"

"Aku pikir juga salahku, aku pikir kau gadis baik-baik. Sial, jangan sampai aku melihatmu lagi sialan!"

Gadis itu menatap diaz dingin.

"Sombong sekali, kau tidak ingin menjawabku lagi—kalau begitu jangan pernah bicara lagi. " katanya sambil memasukkan satu gelas beer kedalam mulut gadis itu. Satu tangannya menggengam kuat kedua tangannya, satunya lagi ia gunakan untuk mencekoki wanita itu dengan minuman keras.

Tak lama gadis itu terlihat terjatuh, hanya satu gelas minuman, lemah sekali.

Diaz terlihat tidak perduli—kakinya ia langkahkan pergi dari tempat terkutuk itu. Dan mulai hari ini dirinya akan mulai menghapus nama allesia dari hatinya, wanita murahan itu sama sekali tidak pantas bersanding dengannya.

Sorry LiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang