Digelapnya malam terdapat sosok gadis yang tertidur pulas. Tak menghiraukan rasa sakit disekujur tubuhnya, gadis itu memilih untuk sekedar mengistirahatkan tubuhnya. Ia cukup-bahkan sangat lelah.
Dihadapannya ada sosok wanita tua yang mengobati lukanya. Tadi ia meminta salah satu pembantu rumah untuk membantunya membersihkan luka, bi Sumi namanya. Wanita tua itu menatap teduh ke arah alisha, ia juga punya anak perempuan dan sudah seperti ibu untuk alisha jadi ia bisa merasakan sakitnya gadis itu.
Setiap hari, ada saja luka yang gadis ini dapatkan. Baik luka batin maupun luka fisik, seakan alam juga tak ingin membantunya. Sejak kecil gadis ini tak pernah bahagia walaupun ia dirawat oleh orang berkuasa sekalipun.
Wanita itu mengambil salah satu tangan alisha-dulu tangan ini selalu memohon padanya untuk bersembunyi dari Aska untuk menghindari pukulan pria itu. Tangan ini yang selalu memohon ampun pada Aska yang tidak mau mendengarkan apa yang adiknya katakan.
Aska selalu beranggapan bahwa alisha selalu salah dirinya benar.
Merasakan kehadiran seseorang membuatnya membalikkan tubuh ke belakang. Membuat ia bertatapan dengan pemilik rumah, Aska.
Satu yang ingin ia tanyakan. Mengapa tuannya itu disini, jangan bilang pria itu perduli karna itu sungguh tidak mungkin.
"Tinggalkan kami berdua." Ucapnya cukup dingin, tak ingin dibantah.
Bi Sumi dengan cepat bangkit. "Baik tuan."
Aska meliriknya tajam. "Jika saya tidak menyuruhmu, kau tidak perlu membantu gadis pembangkang ini. Mengerti?"
Wanita itu menunduk, ia sungguh tidak bisa melakukan itu. Sedari dulu ia sudah sering menolong alisha secara diam-diam dan sampai hari ini ia akan terus melakukannya. "Baik tuan, tolong maafkan saya."
"Kau tau aku percaya padamu kan, jangan pernah mengecewakan perintahku."
Melihat belum ada jawaban dari wanita tua itu ia kembali melanjutkan. "Kau tak ingin keluargamu hancur kan?"
"Tidak tuan." Jawabnya cepat.
Wanita itu pamit pergi dan undur diri, membiarkannya hanya berdua dengan adik kecilnya ini. Sudut bibirnya terangkat, merasa sangat puas dengan luka yang alisha dapatkan. " Ini belum seberapa Alisha."
"Lo gatau seberapa besar luka yang gue punya, jadi Lo pantes dapetin ini."
Pria itu mendekat kearah adiknya. Ia dapat mencium aroma alisha, bahkan saat tidurpun kening gadis itu berkerut-menandakan bahwa ia memimpikan sesuatu yang buruk. Dalam tidurpun gadis itu tidak pernah tenang.
"Diaz. Sebenernya Lo bego atau apa. Gimana bisa Lo gatau sebab apa yang buat dia benci sama lo-lo ga mungkin kan ga peka untuk menyimpulkan alasan masuk akal apa yang buat nekat dia sampe bikin Lo kayak gini."
Aska terkekeh, "Lo cantik, tapi sayang otak Lo bego."
"Dari pada liat Lo bahagia gue lebih suka liat Lo kayak gini alisha. Biar kita sama-sama tersiksa, Lo dengan sakitnya Lo, dan gue dengan perasaan gue. Karna gue tau, sampe Kapanpun gue ga akan bisa milikin Lo kan?"
Sorot matanya menatap teduh gadis itu, "Atau gue harus bertindak egois. Alisha pilihan mana yang harus gue pilih?"
*******
Alisha mengecek ponselnya, pukul sepuluh malam. Soalnya gadis itu tengah kelaparan jadi ia memilih untuk pergi ke salah satu minimarket. Bi Sumi sudah pulang tanpa meninggalkan sedikitpun makanan. Bahan mentah di kulkas juga habis. Serta Aska yang tidak ia ketahui sedang dimana.
Untung saja ia memiliki sedikit keahlian memasak jadi ia bisa mengandalkan tangan-tangannya. Langkahnya dengan cepat memasuki minimarket itu, namun seketika ia menghentikan kakinya melihat seseorang yang ia benci ada didalam sana mengenakan Hoodie hitam dan tengah menatapnya sinis.
Alisha memundurkan langkahnya. Memilih untuk mundur, bisa ia lihat Diaz yang tertawa akan tindakan cepatnya itu. Namun lagi-lagi ia berfikir, untuk apa memikirkan pria itu. Toh ia juga sedang lapar, tidak mungkin Diaz melakukan hal-hal aneh disini kan.
Gadis itu memilih untuk masuk dan mengabaikan Diaz, ia akan memilih dengan cepat dan meninggalkan pria itu. Namun, ia rasa pria itu mulai mendekati dirinya.
"Jangan macem-macem Lo." Ucapnya cepat. Tak memanggil Diaz kak seperti biasanya, sopan santunnya sudah hilang ditelan bumi kala mengahadapi Diaz.
Diaz terkekeh pelan. "Satu macem aja kok."
Alisha memutar bola matanya. "Bisa ga sih satu hari aja Lo ga ganggu gue. Gue ga ada buat masalah apa-apa sama Lo ya kak."
Alis Diaz merenggut, merasa perkataan gadis itu aneh. "Gue bully Lo bukan karna Lo salah. Gue bully Lo cuma karna gue pengen ga perlu ada salah juga gapapa."
Gadis itu tak menanggapi. Untung saja Diaz kesini tidak dengan dua manusia gila itu, bisa jadi ia dikeroyok lagi nanti. Tangannya dengan cepat memasukkan mie instan ke keranjang dan memasukkan bahan lainnya untuk ia masak.
"CK, mie instan. Selain cantik Lo juga bodoh, sama sekali ga punya keahlian Lo ya."
"Ga perlu diperjelas gue juga tau." Jawab alisha cepat.
Ingin dengan cepat pergi lengan gadis itu ditahan Diaz, mendekatkan dirinya dan alisha seraya berkata, "kalo Lo mau jadi cewek gue. Gue bisa masakin Lo tiap hari dan Lo ga bakalan kelaparan kayak gini alisha."
Alisha meliriknya sinis, "Yakin Lo kak, gue takutnya sih gue mati abis makan makanan Lo."
"Maksud Lo?"
Alisha dengan cepat melepaskan lengannya yang ditahan pria itu, sebelum bergegas untuk pergi ia menjawab. "Abisnya sebelum makan Lo pukulin gue dulu."
Oke Diaz kalah, alisha menjawabnya dengan telak.
Alisha membayar seluruh pesannya dimeja kasir. Bisa ia lihat Diaz yang berdiri disamping pintu sambil terkekeh menatapnya. Ada apa pria gila itu pikirnya. Apakah setelah ia hina otak Diaz jadi konslet.
Diaz membuka pintu minimarket sambil melihat kearah sekelilingnya. Cukup banyak pembeli walau sudah cukup malam. Ia mengangkat tudung Hoodie hitamnya dan memasukkan kedua tangannya kedalam Hoodie. "Mbak tadi saya liat cewek itu masukin coklat ke jaketnya. Coba di cek." Ucapnya sambil menunjuk Alisha.
Setelah mengatakan itu ia bergegas untuk pergi. Diluar sudah mulai hujan. Ia meninggalkan alisha yang tengah ditatap beberapa pembeli seraya mengatakan hal yang tidak-tidak mengenai dirinya. Gadis itu kelabakan ketika salah satu karyawan memeriksanya dan menemukan coklat didalam jaketnya. Demi tuhan, ia tidak pernah mencuri.
Diaz, pria itu benar-benar sialan sekali.
Tadi ketika ia menahan gadis itu agar mereka bisa berbicara sebenarnya pria itu memasukkan coklat pada jaket alisha tanpa pernah gadis itu sadari. Dan sedari tadi otaknya mencari cara agar bisa mengerjai gadis itu. Dan sekarang lihatlah alisha harus mempertanggung jawabkan tindakannya ditengah kelaparan.
"Mbak saya bersumpah saya tidak mencuri." Ucapnya terakhir kali.
#gatau next kapan jgn nanya
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry Lia
Teen Fiction"Kehidupan seperti apa yang kau bayangkan allesia? " - Zaleon Aska Raymond -