Gadis itu menunggu, sudah satu jam lalu tapi sosok yang dirinya tunggu belum menampakkan diri sama sekali. Allesia—dia menadahkan tangannya kehujan sekali lagi. Hari ini hujan sangat deras, seperti hatinya yang sedang bergemuruh sedari tadi.
Semenjak kejadian pertengakaran dirinya dan naina, wanita itu bahkan aska tak menampakkan diri lagi. Entah kemana, atau mungkin benar kata naina—aska hanya membutuhkannya bukan dirinya.
Tak ada yang salah selama ini, allesia hanya menyayangi aska sebagaimana itu kakak kandungnya. batinnya berkata seperti itu, lalu apa hatinya berkata sama—sama sekali tak ada yang tau.
Arah matanya menatap hujan sekali lagi. Hari ini dirinya membuat janji dengan diaz, entahlah rindu atau apa. Dia membutuhkan laki-laki itu kali ini. Meski dia juga tau diaz pun sama bejatnya, dia memilih untuk bertemu diaz sekali lagi.
'Apa kau tak akan datang.' Kata monolog hatinya—mungkin benar, pria itu akan menjauh. Bukankah aska pernah mengancam diaz untuk tak bertemu dengannya lagi.
Tubuh ringkih itu berdiri—berjalan sendu kearah hujan. Dia menangis lagi, entah sebab apa, dan dia memilih untuk menyembunyikan tangisannya melalui hujan. Biarlah, dia tak ingin ada yang tau sehancur apa hatinya.
"Hiks..., hikss sa..kit sekali. " ucapnya seraya menepuk-nepuk dadanya, sesak sekali—rasanya seperti ada badai dalam hatinya. Tak lama dapat ia rasakan hujan tak membasahinya lagi. Arah matanya melihat kedepan—tepat kearah diaz yang datang dengan payung digenggamannya.
Datang gadis itu lalu memeluknya dengan erat. "Aku kira kau tidak akan datang, hikss...," diaz tertegun, bukan hanya kaget dengan pelukan allesia tapi juga heran dengan dia yang menangis hebat sekali.
Laki-laki itu membelai wajahnya pelan. "Hei ada apa denganmu, berhenti menangis. Aku sudah menemukanmu kau tenang saja, hm?"
Gadis itu menggeleng kuat, "kau tidak tau apa yang terjadi denganku. Aku—banyak sekali hal yang terjadi, aku tidak ingin disini lebih lama. Tolong bawa saja aku kemanapun, semua terlihat menakutkan. Mereka semua yang berada disisiku, mereka orang-orang jahat. Aku tak bisa percaya lagi diaz, kumohon tolong aku. "
Diaz mebelai wajah itu sekali lagi. "Hei, tenanglah. Aku pasti mendengarkanmu, aku tidak akan meninggalkanmu sendirian. Percayalah semua akan baik-baik saja." Ucap diaz sambil mengecup kedua tangan itu, gadisnya benar-benar ketakutan. "Bicaralah pelan-pelan, aku akan mendengarkannya. "
Allesia terdiam sebentar—dirinya bingung akan cerita mulai dari mana. Semuanya terkesan ingin untuk ia ceritakan, namun ia juga tau bahwa dirinya tidak memiliki waktu banyak untuk bertemu diaz kali ini.
"Ada wanita dirumah itu. Aku tidak mengenal dia siapa, aku juga tidak mengerti mengapa kak aska membawaku kesana. Disana kami tinggal bersama, lalu—," ucapannya terhenti, diaz terlihat menatapnya dengan sangat serius. "Lalu ? ".
Gadis itu meremat kedua tangannya, dia cukup gugup menceritakan semua ini.
"Kak aska sangat melarangku bertemu apalagi berbicara padanya tapi aku—melanggarnya, aku berbicara padanya." Ucap allesia pelan. "Awalnya aku hanya ingin mengajaknya lari bersama karna kupikir—kak aska juga menyekapnya."
Allesia menatap diaz sendu, matanya berkaca-kata. "Tapi bahkan dia tak menjawab semua pertanyaaanku, dia malah mengatakan hal aneh yang bahkan sampai saat ini aku tidak bisa percaya. Dia bohong, semua yang dikatakannya adalah kebohongan. Bagaimana bisa dia—," ucapannya terputus.
Laki-laki itu menghapus sebagian air matanya yang terjatuh, "Apa yang dia katakan sampai membuatmu menangis seperti ini ? "
"Aku tidak bisa percaya padanya. "
"Bukankah kau harus katakan padaku, aku juga ingin tau—setelah itu kita bisa menilai apakah yang dikatakannya benar, atau kebohongan semata."
Gadis itu menggeleng. "Kau mungkin tidak akan percaya, wanita itu dia—mengatakan kalau kak aska menyanyangiku bukan sebagai seorang adik, tapi seorang wanita. Dan wanita itu mengatakan, dia tidak akan memberikan kak aska untuk siapapun. Wanita itu mencintai kak aska."
Diaz menatap gadis itu dingin. "Lalu apa yang membuatmu menangis sampai seperti itu ?"
Allesia menyela kedua pipinya, tanpa ia sadari kedua air matanya berlinang lagi. "Aku tidak tau. kenapa aku menangis, sungguh." Ucap gadis itu. "Rasanya disini sesak sekali, aku tidak kuat. Sedari semalam aku tidak bertemu kak aska, aku tak tau apa salahku. Bagaimana dia sangat mengindariku, dan aku menangis sampai seperti ini, aku sungguh tak tau mengapa."
"Berhenti menangis." Ucap laki-laki itu dingin. Nada suaranya berubah jadi ketus sekali. Kedua tangannya meremat satu sama lain.
"Kau menangis karna dia mengindarimu? "
"Tidak." Jawab gadis itu cepat.
"Kau—jangan berbohong allesia. Kau seperti ini karna dia juga mencintaimu ?"
Allesia tercengang. "Apa maksudmu ?"
"Kau menyukainya ?" Tanya diaz cepat. "Ah tidak, apa kau jatuh cinta padanya ? "
Gadis itu menggeleng kuat, "tentu tidak, apa yang sedang kau bicarakan."
Laki-laki itu terkekeh sinis—benar kata aska, cintanya bertepuk sebelah tangan, dan kali ini bahkan dia menyaksikan sendiri bagaimana wanitanya begitu hancur karna pria itu. Sungguh sakit sekali, rasanya ia ingin menghancurkan semua kebahagiaan didunia ini.
Sentakan kuat—ia banting payung itu kuat-kuat kearah jalan. Sedangkan mereka berdua harus diguyur hujan. Melihat gadis itu yang ingin lari menepi—segera ia tarik kuat, allesia tak bisa kemana-mana lagi.
"Bodoh sekali—bahkan tuhan pun tau aku sebodoh apa. Aku disini hanya untuk mendengarkanmu menangisi pria lain, yang tak ayal itu kakakmu sendiri. Kau dengan dia kalian sama-sama munafik. Jika saling mencintai jangan melibatkan orang lain dalam kisah cinta kalian."
Gadis itu menggeleng, diaz sedang salah paham.
"Aku tak mencintainya diaz. Kau salah, aku menyayanginya karna dia kakakku, tidak lebih dari itu."
Diaz mendekati gadis itu. "Apa kau tau sedang berbicara pada siapa. Bahkan orang bodoh pun tau kau menyukainya."
"Tidak, aku tidak—," ucapnya terputus ketika diaz menatapnya lebih dalam.
"Lalu apa kau mencintaiku ? "
Laki-laki itu terkekeh sinis kala mendapati—allesia yang tak bisa menjawabnya. Meski mungkin hatinya tertohok dengan keras, banyak sekali kenyataan yang kian menyayat hatinya.
Laki-laki itu mengangguk. "Kau pasti sangat menyukainya."
"Meski yang kau katakan adalah benar, maka kenyataannya adalah aku tidak akan pernah bisa bersama dia—," ucapannya terputus dikala diaz mencengkram kedua pipinya. Menciumnya sangat dalam, ia berontak tapi ia juga tau bahwa tenaganya tak seberapa.
Didalam derasnya hujan—dua insan itu berciuman. Cukup lama, sungguh bagi diaz baik memaksa gadis ini seperti ini dari pada mendengarkan gadis itu lebih jauh. Jawaban allesia berhasil mengancurkannya sangat dalam. Karna secara tidak langsung ia mendengarkan sendiri bahwa cintanya bertolak sebelah tangan.
Laki-laki itu menarik diri, menyudahi aktifikas mereka. Dilihatnya allesia yang menatap dirinya kosong, wajahnya pucat sekali. Sungguh seribu penyesalan kini menyesakkan dadanya.
"Maaf..., maaf al." Kata diaz sambil mengelus kedua pipi itu, namun lagi-lagi tak mendapatkan respon dari gadisnya.
Sangat fokus, sampai-sampai tak menyadari bahwa ada sosok pria yang menatap mereka disebalik mobil hitamnya. Tangannya meremas kuat-kuat kemudi mobilnya. Menyaksikan dari awal pertemuan, pertengakaran sampai terjadinya adegan akhir mereka, dia menyaksikan semuanya. Ya, pria itu adalah zaleon aska raymond.
🍓🍓
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry Lia
Teen Fiction"Kehidupan seperti apa yang kau bayangkan allesia? " - Zaleon Aska Raymond -