tigabelas

1.3K 56 9
                                    

Motor besar itu memasuki kawasan elite. Tak seperti biasanya yang selalu kebut-kebutan kali ini pria bermotor itu datang dengan sangat santai. Dibelakangnya ada seorang gadis yang ia paksa untuk ikut dengannya.

Bak sepasang kekasih, kedatangan mereka menjadi berita hangat di seluruh wilayah kampus.

Namun lain halnya dengan seorang gadis yang menatap dingin sepasang kekasih itu, jika saja Cakra tak menahannya ia pasti sudah marah-marah saat ini. Seyra, gadis itu mengepalkan kedua tangannya.

Cakra bergerak, berdiri dibelakang Seyra guna untuk melepaskan kepalan tangan gadis itu. Ia tidak mau tangan Seyra terluka karna kesalahannya sendiri.

Seyra mendengus, merasa Cakra sudah mulai mengaturnya.

Diaz merangkul bahu alisha—meski harus mendapatkan pemberontakan gadis keras kepala itu, " Gue sebarin berita ga bener kalo Lo masih mau ngelawan,"

Muka alisha memerah, siap untuk memaki. "Anj—," dengan cepat Diaz membungkam mulut alisha. "Anak baik ga boleh ngomong kotor." Kata Diaz cepat

Alisha semakin melawan, kakinya siap menendang Diaz dengan cepat. "Jalan Lo lagi pincang. Lo gamau jadi berita hangat di Mading kan, gue bisa aja buat berita hoax mecem-macem tentang Lo." Bisik pria itu pelan.

Melihat alisha yang hanya mengenakan celana longgar tidak akan memperlihatkan bentuk lukanya. Gadis itu memang bodoh, sudah cantik—dapat dikelabui lagi. Benar-benar perpaduan yang cocok dengannya. Tampan dan sangat mencolok.

Tampaknya ancamannya ampuh, melihat alisha yang bergerak mengikuti langkahnya. Dengan cepat Langkah kaki mereka bergerak untuk segera masuk. Namun tiba-tiba dihadang seorang gadis didepannya. Diaz mendecak, mantan Cakra memang tidak ada yang waras. "Apalagi?" Tanyanya cepat.

Wanita itu menatap alisha datar, "Perempuan Ini siapa?"

Diaz mendecak, merepotkan sekali menjawab pertanyaannya. Memangnya dia siapa. "Cewek gue, kenapa?"

Gadis itu menggeleng, coba menolak. "Nggak mungkin, kamu gak punya bukti. Bisa aja kan demi buat aku cemburu kamu bohong."

Diaz tersenyum sinis, merasa perkataan Seyra sangat lucu. "Gue gak ngerasa perlu ngejawab pertanyaan murah Lo sey, mau gue pacaran sama siapapun bukan urusan Lo. Lagian gada untungnya buat Lo cemburu, mantan bukan, pacar juga bukan."

Seyra meremas kedua tangannya, "Gak gini cara kamu balas aku Diaz. Aku tau aku salah tapi—,"

"Gak semua hal tentang masa lalu akan selalu membekas Seyra. Contohnya Lo, bagi gue Lo hanya sebatas cinta sesaat, dengan bukti gue dengan mudah ngelupain Lo. Bahkan gue kasih sama sahabat gue sendiri. Jadi keluarin semua pikiran aneh Lo itu."

"Aku sayang kamu Diaz, aku nunggu kamu tadi malam." Ucap wanita itu dengan bahu bergetar.

Mata Diaz bertatapan dengan cakra. Pria itu menatap Diaz dingin.

"Gue ingetin lo. Gak semua hal tentang masa lalu bisa Lo bawa-bawa kesini. Apalagi didepan cewek gue. Apapun yang terjadi dulu gak pernah gue sesali. Satu-satunya yang gue sesali cuma ketemu sama Lo. " Diaz memutuskan tatapan mereka. Tangannya menarik alisha untuk pergi.

"Kamu benci sama aku Diaz?,"

Diaz menghentikan langkahnya. Menatap Seyra untuk terakhir kali. "Gue gak benci Lo sey. Tapi dari dulu gue punya prinsip. apa yang udah gue buang haram bagi gue untuk ngutip balik."

Seyra akan mengejar Diaz itu pasti. Jika saja Cakra tidak menahan tubuhnya. Seyra benci, benci ketika Diaz tak menatapnya. Benci ketika Cakra yang membuat semua hal ini terjadi. Jika saja dulu Cakra tak mengambil hatinya. Hari ini Diaz pasti masih bersamanya.

"Lepas!" Sentak gadis itu kuat.

Cakra berhenti, memilih untuk menarik gadis itu kepelukannya. "Gue gak akan lepasin Lo sey! Gak akan! Sekarang udah terlalu terlambat buat Lo milikin Diaz sey, maafin gue," teriaknya dalam hati.

**********

Diaz menarik Alisha ke markas. Sedangkan gadis itu sudah keringat dingin. Ingat kejadian terakhir yang terjadi padanya kala Diaz mengeroyoknya disini. langkah gadis itu terhenti didepan pintu namun dengan keras Diaz menariknya kuat.

Nafas Diaz memburu, alisha ragu. Apalagi masalah laki-laki gila ini. Tiap-tiap hari emosi. "Bilang kalo Lo cemburu!" Kata pria itu memaksa.

Alisha mendecak, "Gila aja, siapa lo—," Diaz mendekat, siap mencium gadis itu jika saja melawannya lagi. "Jangan macem-macem Lo ya bangsat!"

"Tinggal nurut apa susahnya Al?"

"Kak," titah pria itu pelan. Satu tangganya mengelus bibir wanita itu. "Biasa Lo panggil gue gitu. Gue lebih suka dipanggil gitu sama Lo,"

Alisha mendecak, "Gue juga punya kakak dirumah."

Diaz merapikan rambut wanita itu yang terlihat agak berantakan—ia rasa ia menarik gadis ini terlalu keras tadi. "Katakan kalo Lo cemburu, katakan kalo Lo gamau gue deket-deket Seyra, Alisha cepat," ucapnya pelan. Kali ini dengan nada yang benar-benar lembut.

"Gak mau, jangan maksa-maksa Lo."

Diaz menggeram, satu hari saja gadis ini tidak pernah tidak membuatnya marah.

Kedua tangannya mencengkram bahu gadis itu kuat. Membuat alisha mengadu, "Lo harus ngelarang bangsat! Lo harus cemburu! Mana ada orang pacaran cowoknya dekat sama cewek ga cemburu!"

Gadis itu melotot seketika, "Enak aja, gue gak mau ya pacaran sama Lo. Nembak juga enggak, main pacar-pacaran aja!" Kata gadis itu tak kalah kuat.

"Emang cewek-cewek anjing!". Dengan kuat tubuh alisha menghantam lantai. Diaz dengan kuatnya mendorong gadis itu, lalu kaki—nya melangkah keluar meninggalkan gadis itu. Alisha memenangkan dadanya yang bergemuruh. Kali ia masih selamat.

*******

Terjadi kerusuhan. Penyerangan antar kampus terjadi. Penyerangan yang dilakukan hampir lima puluh orang pun memakan banyak korban jiwa. Kelompok mereka yang dipimpin—sebut saja namanya bara sudah sering terjadi. Ada dendam yang belum tuntas—mengakibatkan hal seperti ini kerap terjadi.

Banyak yang luka-luka. Bahkan—orang diluar kampus juga kena getahnya. Tak main-main, mereka menyerang tanpa pandang bulu. Sekalipun itu wanita mereka tidak perduli.

Diaz menyentuh keningnya, terdapat sayatan pisau yang tidak dapat ia hindarkan tadi. Ingatkan pria itu untuk membalas mereka nanti, ia pastikan mereka semua mati. langkah kakinya memutari wilayah kampus guna menemukan seseorang yang nyaris ia tinggalkan di markas mereka tadi.

Melihat sosok itu yang tengah berlari kearahnya membuat hatinya tenang. Untungnya gadis itu baik-baik saja. Tubuhnya membalik meninggalkan gadis itu, melihat alisha yang baik-baik saja sudah cukup. Ia masih marah pada wanita itu.

Gadis itu mempercepat langkahnya. dengan cepat berhadapan dengan Diaz, "Kak kening lo—, " Diaz menyingkirkan tangan alisha cepat. "Gue gak papa,"

"Gak papa gimana, itu kening Lo luka."

"Gue tau luka, gue juga tau ini sakit. Gue gak buta Al." Pria itu mendengus. "Cuma yang gue tanyakan itu tanggapan Lo. Jangan bertingkah seakan-akan Lo perduli."

"Kalo gitu Lo bisa anggap ini bentuk keperdulian gue kak," gadis itu mengeluarkan plester kecil dari kantong celananya. Bibir Diaz berkedut menahan senyum. Lihatlah gadis ini memang sayang padanya.

Warna pink anjing! Batin Diaz memaki.

Ingatkan ia untuk tidak memaki gadis kecil ini, CK. Untung sayang.

Diaz menarik pelan tangan gadis itu yang tadinya sedang menempelkan di plaster dikeningya. Ia merasa ini saat yang sangat cocok. Biarlah ia dikatakan menjilat ludahnya sendiri. Salahkan alisha yang mengantarkan diri pada iblis sepertinya. Ia tak dapat menahan buncahan bahagia pada hatinya.

Diaz menatap alisha lembut, "Alisha, be mine?"

#🌻🌻

Sorry LiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang