Umniyatul Ula (39)

2.7K 270 21
                                    

Asaalamualaikum

Semoga kita semua istiqomah jamaah sholawat 5 waktu, tadarus Al-Qur'an dan  Sholawat Nabi.

Maaf,  tadi salah,  ini pov mba niya ya,  hehe 
Tadi udah dek ilham udah nangis,  pas mau update sampe salah,  maaf

Monggo  vote and comment  ya my readers.....

Happy Reading

¤¤¤

Malam Anugrah

"Rasa syukur membuat hidup lebih indah. Bukan hanya dari moment tertentu, tetapi buatlah hari-harimu selalu bahagia dengan senyum cerah."

Tepat aku sampai di pondok. Malam ini adalah malam bahagia karena akhir dari serangkaian kegiatan perlombaan pondok tentunya. Namun, pertanyaan datang bertubi-tubi dari Dek Dina yang pertama, kedua dan seterusnya dari pengurus dan selebihnya dari mba-mba khuffadz maupun santri kelas umum. Masalahnya Bu Nyai Mai dan Abah Afnan bahkan mengadakan acara tasyakuran pernikahan kami bersamaan dengan malam anugrah ini.

Pondok jadi heboh mendadak. Bahkan status Ustad Zayyan seorang Gus pun menjadi bumbu pemanis dari kisah hidupku di pesantren ini. Santri putri idaman, sebutan baru yang berawal dari Dek Dina lalu menyebar ke seluruh penjuru pondok. MasyaAllah banget, Dek Dina ini memang kiprahnya luar biasa. Perasaan baru kutinggal pulang sebentar pesonanya sudah tercium sampai kemana-mana. Perkataannya  didengar oleh seluruh santri. aku dan Dek Dina dipanggil Ning sejak sejam yang lalu.

"Mba Niya, duduk di depan bareng ibu, nanti anak-anak yang lain biar gampang musafahahnya." kata Bu Nyai Mai dengan menarik tanganku halus. Dek Dina yang dari tadi duduk disampingku berlagak diam, sopan, lalu melambaikan tangan padaku. Dasar Adek tidak bisa diajak kompromi. Aku sangat malu. Sebenernya MC sudah memanggilku untuk duduk di depan bersanding dengan Gus Zayyan ditemani Bu Nyai Mai dan Abah Afnan, tetapi aku ingin melarikan diri. Dan tiba-tiba Bu Nyai Mai sendiri yang turun tangan menarikku maju ke depan.

"Mba Niya, bajunya pas ya, ini  dulu baju nikah saya pas masih muda, MasyaAllah akhire malah dipake sama sampean, Daffa ini belum dikasih adek si," katanya sambil mengelus tanganku. Aku hanya bisa tersenyum sambil menunduk.

Sebenernya aku penasaran bagaimana keadaan Gus Zayyan, tenang saja atau grogi luar biasa sepertiku. Bicara soal anaknya Bu Nyai Mai, sebenernya beliau itu dulu pernah melahirkan bayi kembar laki, perempuan. Namun, qodarulloh meninggal dunia saat masih bayi. Kemudian beberapa kali hamil lagi, tetapi keguguran. Jadi Gus Daffa menjadi anak satu-satunya.

Aku hanya tersenyum canggung. Pasalnya Bu Nyai Mai ini memberiku senyum yang tak bisa kuartikan. Lagipula tak pantas rasanya aku mengangkat kepalaku tegak di depan guruku ini. Aku mengikuti acara demi acara malam anugrah ini dengan perasaan campur aduk. Bahagia karena kamar Dek Dina jadi juara umum. Bingung karena aku dipajang didepan ratusan santri. Sedih karena mungkin tahun-tahun yang akan datang aku sudah tidak mengabdi di pesantren bersama Abah dan Bu Nyai, tidak mendengar keluhan para pengurus yang kewalahan mengatur jadwal pengajian , jadwal piket, sampai pengurus keamanan yang paling rajin memberi ta'ziran (hukuman) bagi santri yang melanggar.

Masa pengabdianku memang dihitung masih setahun lagi. Namun, aku tidak tahu pastinya genap atau tidak hitungan setahun itu. Mengingat suamiku adalah seorang Gus. Beliau sudah lama juga ditunggu Abah dan Umk mertuaku di Lampung. Bahkan teringat pembicaraanku dengan gusku saat kita masih di perjalanan.

"Dek," panggilnya saat kami sedang beristirahat di rest area. Iya, kali ini beliau menjadi supir. Namun, bergantian dengan Ayah. Itu saja dari awal ada sedikit perdebatan ala syar'i dengan bahasa kromo inggil. Intinya Ayah merasa tidak pantas keponakan guruku menjadi supir dari mobil rental yang sudah Ayah siapkan. Sedangkan Gusku berpikir , sangat tidak berbaktinya seorang anak menyuruh orang tuanya untuk menjadi supir. Aku tidak bisa memihak suami maupun ayahku sendiri. Akhirnya ibulah yang menjadi penengah masalah ini.

Sampean Gus?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang