Zayyan Zainul Muttaqin 27

3.6K 343 14
                                    

Bismillah,
Semoga istiqomah jamaah 5 waktu,puasa ramadhan, solat tarawih n tadarus Al-Qur'annya....
Jangan lupa solawat kepada kanjeng Nabi Muhammmad sollallohu 'alaihi wasallam

Sebenernya kemaren malem mau dobel update, tetapi kemaleman.
Masih adakah yang menunggu kisahnya Gus Zain atau Ust Zayan?

Happy Reading
¤¤¤¤

Pulang

"Rindu rumah atau orang tua itu tidak perlu dipertanyakan.Namun, banyak alasan yang membuatku belum siap untuk pulang. Pulang ke rumah berarti siap mengemban amanah pesantren."

Aku sudah siap dengan barang-barangku. Satu ransel kugendong, satu lagi koper besar berisi sebagian baju dan kitab. Aku tidak serta merta membawa barang banyak mengingat kepulanganku diantar oleh Abah Afnan.

Mobil Abah Afnan sudah berada di depan ndalem utama. Aku segera bergegas mengangkat koperku. Sesampainya aku di halaman ndalem ada yang membuatku berdesir. Terlihat seorang santri putri sedang menata barang di bagasi mobil. Kemudian dia sedikit berlari menghampiri Bu Nyai. Entah apa yang Bu Nyai perintahkan Mbak itu kembali masuk ke ndalem. Aku mulai berjalan mendekati Bu Nyai.

"Ust sudah siap pulang?" tanya Bu Nyai atau Bibiku ini. Sejak awal masuk pesantren aku sudah menolak dipanggil Gus, dan beliau malah selalu memanggilku Ust seperti kebanyakan santri.

"Ehem, Enggih Bu," jawabku sambil menunduk malu.

"Alhamdulillah, sudah waktunya ya Ust.." kata Bu Nyai terputus.

"Dek Mai," panggilan Abah Afnan kepada Bu Nyai. Aku yang mendengar langsung tersenyum. Pamanku ini masih so sweet dengan Bibi walaupun beliau berdua sudah berumur kepala empat.

"Dalem Kak." Bu Nyai masuk ke ndalem.

Selang beberapa menit keluarlah Abah Afnan dan Bu Nyai sudah siap langsung menaiki mobil. Aku masih linglung. Dari tadi aku tidak melihat Kang Saiful, supir ndalem yang biasa mengantar Abah dan Bu Nyai bepergian.

"Zain, aku lupa, kamu masih inget kan caranya nyetir mobil?" tanya Abah Afnan membuatku kaget.

"Enggih Bah," jawabku langsung segera meletakkan tansel dan koper ke bagasi. Kemudian aku menuju kursi kemudi.

"Mbak Niya itu baru keluar," kata Bu Nyai yang membuatku langsung menoleh ke arah yang ditunjuk Bu Nyai. Ada dentuman keras didadaku. Mengapa ada Mbak Niya ke sini.

"Ngapunten Bu, niki estu kulo mantok piyambak mawon," katanya lirih masih terdengar olehku. Aku melihatnya sekilas dari spion mobil.

"Lah, ayo Nduk, nang mlebu, barangmu yo wis neng mobil," kata Abah Afnan.

"Enggih," jawab Mbak Niya sambil masuk di bangku kedua duduk berdampingan dengan Bu Nyai.

Aku mematung. Maksudnya ada apa ini? Kenapa Mbak Niya pulang juga ikut mobilnya Abah, Ibu? Memangnya rumahnya di mana? Bukannya aku penasaran, tetapi aku kan sopirnya.

"Zain, ayo nang budal," Suara Abah Afnan menyadarkanku.

"Enggih Bah," kataku dengan badan tegang aku menghidupkan mesin mobil.

¤¤¤

Perjalanan pulang kali ini sangat berbeda. Beberapa kali aku harus menahan napas dan beristighfar ketika tidak sengaja melihat Mbak Niya. Dalam hati aku senang. Namun, dalam pikiran banyak dugaan yang membuatku sedih. Aku tidak boleh banyak berangan-angan. Sejak kecil aku sudah mengerti alur kehidupan berada dibalik tangan kedua orang tuaku. Beliau berdua hanya memberiku kebebasan untuk menuntut ilmu semaksimal mungkin. Selain itu, aku diajarkan untuk sami'na wa atho'na.

Mobil melaju dengan kecepatan 70km per jam di jalan tol. Aku tidak berani melajukan mobil ini dengan kecepatan 100km mengingat aku membawa Abah Afnan dan Bu Nyai, serta Mbak Niya. Tak terasa sudah delapan jam aku mengendarai mobil. Aku izin untuk berhenti di rest area. Abah Afnan setuju. Beliau melihat jam tangan dan langsung menuju kamar mandi. Aku mengikutinya.
Jam sudah menunjukkan pukul dua siang. Kami semua berjemaah. Salat zuhur dan asar dijamak (yaitu digabung, dua macam salat dikerjakan dalam satu waktu), dan diqasar (yaitu disingkat, salat yang berjumlah empat rakaat boleh diringkas menjadi dua rakaat). Bagi musafir atau orang yang sedang bepergian seperti kami boleh melakukan salat dengan cara jamak dan qasar. Hai ini tentu berdasarkan ilmu fiqih. Saat ini aku sedang mengerjakan salat jamak taqdim qasar.

Menurut Kitab Safinatun Najah karangan Syaikh Salim bin Samir,"Ada empat, syarat sah jamak taqdim (mengabung dua salat diwaktu yang pertama), yaitu, dimulai dari salat yang pertama. niat jamak (mengumpulkan dua salat sekaligus), berturut - turut salatnya. Dan terakhir udzurnya terus menerus.

Diperbolehkan meringkas salat juga ada syaratnya. Ada tujuh syarat qasar, yaitu, jauh perjalanan dengan dua marhalah atau lebih (80,640 km atau perjalanan sehari semalam), perjalanan yang di lakukan adalah safar mubah (bukan perlayaran yang didasari niat mengerja maksiat), mengetahui hukum kebolehan qasar, niat qasar ketika takbiratul 'ihram, salat yang diqasar adalah salat ruba'iyah (tidak kurang dari empat rak'aat), perjalanan terus menerus sampai selesai salat tersebut, serta tidak mengikuti dengan orang yang itmam (salat yang tidak diqasar) dalam sebagian salatnya.

Setelah selesai salat, Abah menggandengku ke salah satu cafe terdekat. Bu Nyai juga ditemani Mbak Niya yang sedari tadi menunduk dengan membawakan tas Bu Nyai. Abah segera memesan makanan kepada pelayan cafe, sedangkan Bu Nyai seperti sedang sibuk memperhatikan ponsel sesekali tersenyum. Aku tidak berani menengok ke arah Mbak Niya. Entahlah apa yang dilakukannya, aku sudah keringat dingin duduk di samping Abah Afnan.

Jangan lupa vote dan comment ya readers...

Salam dari santri lampung

Sampean Gus?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang