Zayyan Zainul Muttaqin (19)

4.2K 366 6
                                    

Assalamualaikum

Bismillahirrohmanirrohim

Istiqomah Jamaah, Ngaji, dan Sholawatan....

Budayakan komen dan vote bintang oke...

Happy Reading

¤¤¤¤

Setelah berwudhu di ndalem Abah Afnan, aku bergegas menyusul abah ke masjid pondok.

Di masjid sebenarnya sudah banyak santri ada yang bersholawat memakai microfon, solat sunnah, tadarus Quran, dzikir, bahkan ada yang sedang menghafal kitab kuning mungkin siang ini dia ikut lomba.

Adab memasuki masjid setelah berwudhu, berdoa masuk masjid. Aku memutuskan sholat tahiyatal masjid sebelum duduk. Kemudian dilanjutkan solat qobliyah dzhuhur.

Selesai salam yang pertama aku langsung niat keluar dari solat. Hal ini aku lakukan karena salam yang pertama termasuk rukun solat sedangkan salam kedua termasuk sunah haiat. Dimana sunah haiat termasuk perkara yang bila tidak dikerjakan dalam solat tidak perlu mengulang dan tidak sujud sahwi.

Dan yang paling penting niat keluar dari solat setelah salam yang pertama yang merupakan rukun solat ke 18 dalam kitab taqrib.

Dan dijelaskan lagi di kitab safinatun najah bahwa niat keluar dari solat tidak boleh ragu-ragu.

Selang 5 menit setelah solat sunah, salah satu santri mengumandangkan iqomah. Semua santri berdiri dan abah Zuhdi (alias abahku) maju ke tempat imam. Aku mencari tempat shaf yang masih renggang, saat akan menggelar sajadah ada seorang bapak di sampingku yang tidak membawa sajadah. Aku langsung menggelar sajadah untuk berbagi dengan bapak itu, yang ternyata tak lain adalah wali santri atau mungkin orangtuanya mba bendahara tadi. Astaghfir mau solat y'all Allah...

Terdengar suara takbir, Abah memulai solat dan diikuti oleh seluruh santri berjamaah.

¤¤¤

Jamaah selesai dan dilanjut oleh wirid bersama sekitar 15 menit. Karena ini waktu dzuhur wirid tidak panjang seperti saat solat subuh atau isya.

Aku wirid sambil memejamkan mata sebenarnya ini kebiasaanku saja agar lebih khusu' saat wiridan. Tapi kalau dalam solat tidak diperbolehkan memejamkan mata dengan niat agar khusu'karena hukumnya makruh.

Aku membuka mata saat seseorang menyentuh pundakku dan...

"ngapunten gus, matur sembahnuwun sajadahipun," kata bapak wali santri sambil menyerahkan sajadah yang sudah dilipat .
(maaf Gus , terimakasih banyak sajadahnya)

Aku kaget, terdiam sebentar melihat jam tangan dan ternyata sudah jam 1.30 memang kadang wiridan itu membuat aku lupa waktu.

"enggih pak , sami-sami jenengan ngentosi kulo? "kataku tidak enak mengingat ini mungkin sudah sejam lebih.
(iya pak sama-sama ,bapak menunggu saya)

"enggih kulo sampun di sambuti sajadah jenengan bungah sanget kulo mugo lumeber barokah sajadahe jenengan." katanya lagi sambil tersenyum.
(iya, saya sudah dipinjami sajadah seneng banget semoga dapat barokah sajadahnya)

Mendengar jawabannya malah membuatku sungkan, ini jujur aku deg-degan diajak bicara berdua sama bapak ini, sampai bingung mau jawab apa.

"ampun ngoten pak, kulo sing nyuwun pangapunten, jenengan maleh ngentosi kulo dangu.." kataku menunduk lalu mengalihkan karena siang ini mungkin bapaknya belum makan.

"kulo boten nopo-nopo ngentosi jenengan dangu tapi mungkin ibue niya sing bingung hehe, ".katanya lagi sambil melihat sekeliling masjid.
(bapak tidak masalah menunggu gus lama, tapi mungkin ibunya niya yang bingung)

Aku mendengar bapak tadi menyebut Niya ini mba bercelak yang bendahara itu bukan ya..mungkin benar kenapa aku yakin?aku harus memastikannya.

Aku mengikuti arah pandang beliau, masjid sudah sepi, ya memang karena perlombaan dimulai jam 2 di aula putra maupun aula putri.

"enggih pak ,mba niya niku mts npo sd geh tasek alit sampun di paringke pondok", kataku lagi malah penasaran.
(iya pak, mba niya ini mts atau sd, masih kecil sudah di masukkin ke pondok.)

"Lo, Niya niku sampun lulus MA teng mriki, malah niki tasek ngabdi. Tiyange niku krasan sanget teng pondok mriki malah boten nate wangsul. Sing alit niku Adek'e niya ..dina asmine geh lulus sd nembi mawon pancen awake pendek sami ibune hehe ".katanya panjang lebar yang membuatku sumringah karena tebakanku benar. Sudut hatiku sedikit menghangat, entah perasaan apa ini padahal hanya berbicara dengan bapaknya mba bendahara.
(Lo, niya itu sudah lulus MA disini, malah sekarang masih mengabdi disini. Orangnya betah sekali di pondok ini sampai tidak pernah pulang. Yang kecil itu adeknya niya , namanya dina baru lulus SD, badanya memang kecil kayak ibunya.)

"Gus, kulo riyen geh ajeng nyusul ibune niya" kata bapak itu mengajakku bersalaman , beliau hendak mencium tanganku tapi aku cegah dan aku mencium tangannya.
Beliau sedikit kaget, tersenyum sungkan dan setelah salam beranjak pergi meninggalkanku di masjid. Aku masih memperhatikannya sampai bapak tadi menghilang dari pandanganku.

Aku juga bergegas berdiri karena sudah merasa sedikit lapar. Aku menuju ke ndalem untuk menemui Ibu, biasanya kalau Ibu kesini membawa masakan kering kesukaanku dari Lampung.

¤¤¤

Ndalem Abah Afnan

Aku langsung menuju ndalem tengah. Disana kulihat abah dan umi sudah duduk sambil menikmati makan
siang.

"Assalamualaikum warohmatulloh wabarokatuh", kataku sambil jalan dengan lutut lalu mencium tangan abah dan umi.

"Wa'alaikum salam warohmatulloh wabarokatuh, sampun matur piyambak to gus kaleh bapake mba niya dangu sanget geh?" kata abah yang membuat tanganku yang sedang mengambil piring terhenti.

(Waalaikum salam warohmatulloh warobakatuh, sudah bilang sendiri sama bapaknya mba niya tah, bicaranya lama sekali?)

"saestu bah, guse niki sampun nembung kaleh bapake mba niya ndek wau? ", kata umi dengan mata berbinar menghentikan kegiatan makannya.
(beneran bah, gusnya sudah melamar ke bapaknya mba niya yang tadi)

"pripun gus, umi sami penasaran kaleh abah " kata abahku menambah nasi ke piringnya.
(gimana gus, umi sama abah penasaran)

"Abah sumerap saking pundi, ndek wau kulo kantun maturan biasa kaleh wali santri, boten nembung nopo -nopo bah, umi ".kataku melanjutkan mengambil nasi dan tentunya tempe kering masakan umi.

(Abah tahu darimana, tadi saya hanya bicara biasa dengan wali santri, tidak melamar bah ,umi)

"lo gus , ko boten estu..umi mpun bungah ,guse milih mba niya geh umi setuju mawon", kata umi dengan raut kecewa mulai makan lagi.
(lo gus, ko2 ga jadi, umi sudah seneng, gusnya milih mba niya, umi setuju. )

"Guse pingin mantok teng Lampung kapan? " kata abah mengalihkan pembicaraan.
(gus mau pulang ke Lampung kapan?)

"nderek Abah, umi mantok geh gus, " kata umi lagi kali ini wajahnya sudah terlihat seneng lagi.

(ikut abah dan umi pulang ya gus)

Aku sebenarnya mau pulang ke Lampung, tapi ini saja masih ada amanah menjadi juri di perlombaan. Tapi kalau bilang tidak hari ini sudah membuat umi kecewa berkali-kali. Akhirnya aku menjawab

"Umi, Abah..kulo mengke mantok ba'da perlombaan, pas2 liburan rojabiyah. Niki kantun nyelesaike perlombaan akhirussanah teng mriki. Dadose dereng saget derekke abah umi sakniki. "kataku menunduk.

"enggih mpun ga popo gus, nang di maem pancen kering pendamelan umi paling echo. " kata abah lagi yang membuat tersipu.
Melihat interaksi Abah memang selalu berusaha membuat umi tersenyum so sweet sekali setiap perkataan Abah bijak dan sangat menjaga hati umi. Aku sebagai anak umi malah sering membuatnya kecewa astaghfir

Setelah itu tidak ada pembicaraan lagi sampai selesai makan. Abah dan umi berisitirahat di ruang tamu ndalem, kemudian pulang ke Lampung ba'da ashar.

Jangan lupa tinggalkan jejak voment.

Sampean Gus?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang