Bismillahirrohmanirrohim
Jangan tinggal sholat jamaah dan tilawah Qur'an ya..
Asmaul husna dan burdah juga dibaca man-teman...Ada yang mau beli buku fisiknya gk ya?
Vote bintang di pojok dan comment yang membangun ditunggu....
¤¤¤¤
Barokah Cucian
"Tetes air bilasan pakaian ini menjadi saksi, bukti kami mengabdi,di tempat menimba ilmu demi mendekat kepada Ilahi."
Ketika terik sudah diatas kepala dan aku masih berada di sumur belakang pondok menemani sahabatku Roihana yang masih mencuci pakaian milik keluarga ndalem.
Keringatku bercucur sudah sebiji jagung. Kulihat beberapa pakaian sudah dibagi ke ember terpisah. Diantaranya pakaian suci ataupun yang terkena najis dan tidak lupa pula pakaian warna putih maupun pakaian yang warnanya mudah luntur.
Di pondokku ini memang tugas mencuci pakaian ndalem diserahkan kepada mba ndalem khusus yang sudah paham fiqih. Jadi tidak asal mba ndalem yang bisa melaksanakan khidmah ini.
Hal yang lebih berat lagi, mencuci pakaian ini menggunakan tangan alias tidak memakai mesin cuci. Aku hanya membantu sahabatku berhubung teman khidmahnya sedang pulang karena ibunya sakit keras.
"Mbak Roihana, hari ini bajunya banyak sekali ya?" kataku sambil memeras pakaian entah yang keberapa.
"Iya Mbak, alhamdulillah banyak cucian, banyak barokah Mbak," katanya sambil tersenyum.
"MasyaAllah Mba, iya Mba. Mba kalau masalah begini kayaknya tidak pernah mengeluh atau capek ya," kataku lagi selalu heran sekaligus kagum dengan sifatnya.
"Semuanya sudah diniatkan khidmah guru. Memuliakan guru juga salah satu adab kita dalam mencari ilmu Mba. Percuma mondok bertahun-tahun kalau cari pinternya saja, tapi tidak mau khidmah dengan gurunya yang mengajari ngaji dari alif, naudzubillah ya Mba," katanya sambil menerawang matanya lurus kedepan. Aku membenarkan dalam diam. Kemudian Roihana melanjutkan,
"Lagipula Abah Yai dan Bu Nyai sudah saya anggap kedua orang tua saya sendiri mba." Kulihat matanya menjadi sendu.
"Ya Allah Mba, saya belajar banyak dari mba semua kata-kata mba ini pelajaran buat saya, rasaya rugi sekali kalau saya tadi lebih memilih di kamar saja daripada disamping mba yang selalu motivasi saya seperti ini," kataku sambil membereskan ember dan pakaian yang sudah selesai.
Setelah menyelesaikan bilasan pakaian terakhir akhirnya kami menjemur pakaian ndalem di tempat jemuran khusus samping ndalem.
Tempat ini sangat sejuk dan terkena sinar matahari.
Biasanya aku dan Roihana akan duduk dikursi rotan dekat jemuran sambil mutolaah kitab untuk diniyah pagi atau pengajian sore. Namun, karena siang ini kami terlalu lelah akhirnya kembali ke kamar untuk istirahat.
¤¤¤¤
Niat hati ingin istrirahat. Namun, apa mau dikata. Aku diajak pengurus lainnya untuk membereskan kantor.
Namanya masih awal ajaran baru. Ada banyak berkas baru yang harus langsung di rekap. Beberapa santri baru ada yang langsung lunas. Lebih banyak lagi yang membayar dengan sistem cicilan.
"Dek Niya, ngantuk tah? " kata Sarah pengurus kebersihan.
"hehe..." aku sungkan kalau mau pamit duluan. Tanganku masih menghitung uang kitab yang akan kuserahkan ke pengurus pendidikan.
"kan, angop lagi, " kata Mbak Fajar pengurus perlengkapan paling rajin. Iya, tanpa beliau anak-anak bakalan gak bisa mandi atau minum. Pokoknya urusan air, apalagi sanyo pondok, panggil namanya tiga kali. Asal kalau beliau tidur jangan diganggu.
" Awas hitungannya salah, " Mbak Lail mengambil alih tugasku. Aku langsung seketika melebarkan mata.
"Sini mbak, biar saya aja, " kataku sungkan kalau sudah ditegur dengan mbak yang satu ini.
Sejam berlalu. Aku meletakkan kalkulator baruku. Iya baru beli lagi. Soalnya kemarin punya pondok baru kebanting Mbak Lail. Ada sedikit masalah dengan pengurus bendahara yang lama.
Namanya uang, memang suka bikin orang lupa diri. Aku selalu berdoa semoga amanah. Aku selalu merapalkannya setelah memegang lembaran uang yang berbahaya. Jadi pengurus bendahara ternyata seberat itu. Aku juga sudah mengunci brankas uang pondok. Ngeri, kalau uangnya harus mampir lemari pribadiku.
"Mbak Niya, ayo bantuin angkat jemuran, mau hujan, " Mbak Roihana lari menggeretku. Mbak pengurus lainnya ikut-ikutan lari.
Memang hanya tetesan air hujan yang bisa membuat wibawa pengurus sedikit turun di depan santri lainnya.
Kami semua lari ke jemuran. Bedanya aku ke jemuran ndalem. Sedangkan semua santri berbondong-bondong menyelamatkan pakaian mereka masing-masing.
Sebenarnya, kalaupun pakaian cucian kita terkena air hujan itu tidak mengapa. Alias hukumnya masih suci.
Namun, kitanya aja yang jadi capek karena misal baju baunya menjadi apek dan sebagainya. Hukum air hujan atau air langit itu suci dan mensucikan. Air laingit atau air hujan misalkan ditampung dalam suatu wadah, lalu digunakan untuk berwudu tentu boleh saja.
"Mbak Roihana, ini gamisnya Ibu Nyai kotor, tadi kesenggol kayu." laporku tidak enak.
"Yaudah cuci lagi." Mbak Roihana langsung berdiri. Berjalan ke kamar mandi. Mengucek dengan santai, tanpa wajah mengeluh sama sekali. Aku yang berbuat salah, kenapa jadi dia yang tanggung jawab.
Kenapa gamis Ibu Nyai Mai dicuci lagi? Kotor yang terkena kayu tadi bisa jadi najis, dan lagipula tidak mungkin gamis yang awalnya sudah dicuci bersih menjadi kotor karena ulahku.
"Sini,, Mbak biar aku aja, " susulku penuh sesal.
"Udah, ini udah selesai. " berjalan keluar sambil menjemur gamis itu di pinggiran yang masih beratap, jadi tidak kehujanan.
Kelak, semua akan menjadi saksi, tetesan bilasan pakaian ini mungkin di akhirat akan mengatakan bahwa Mbak Roihana begitu tulus mengabdi kepada guru kami. Aku meneteskan air mata tanpa kuminta.
Monggo jejak manis kalian yang mau vote dan comment.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampean Gus?
SpiritualSemenjak membantu temanku mengkhitbah calonnya yaitu santri pamanku, aku sedikit memperhatikan gadis bercelak yang mengantarkan unjuan di ruang tamu ndalem itu. Zayyan Zainul Muttaqin Tahun keduaku mengabdi di ndalem ini sedikit berbeda karena sahab...