Zayyan Zainul Muttaqin (48)

1.5K 131 8
                                    


Bismillah, 

Semoga  Istiqomah jamaah  5 waktu
Semoga  Istiqomah  tilawah AlQuran
Semoga  Istiqomah selawat  burdah

Happy Reading

¤¤¤¤

Kitab Suci

"Sebuah benda yang berisi kalam  ilahi. Namun, tak  semua  orang  menjadikannya kitab  pedoman untuk  dijalani. "

Destinasi kedua  yaitu Museum Al-Quran dan Kitab tertua  di Jawa, yang mana kali  ini  kita  wajib  mempelajari dan  membuat dokumentasi selama rihlah berlangsung.  Sejak  tadi  Gus Daffa selalu menempel padaku.  Bahkan beliau ikut rombongan bis. Selama  di  Museum kami  tidak  pernah absen  diskusi.  Aku  berasa mempunyai adik sungguhan. 

"Kak, " tegurnya saat  aku sedang  asik  mengamati bangunan megah  ini. Museum Al-Quran Al Jalil adalah Alquran raksasa yang berbentuk lembaran kayu sebagai dinding bangunan. Museum ini sampai  bertingkat tujuh. 30 juz Alquran diukir cantik pada kayu tembesu yang berukuran 2 x 3 meter dengan tebal 2,5 sentimeter.

"Dalem," jawabku kalem sambil menyentuh permukaan dinding. Ukirannya halus. Pikiranku melayang teringat Dek Niya. Terakhir kali  aku melihatnya saat  Dek Niya  menemani Bu  Nyai pergi  di  maqom tadi. Aku  membayangkan bagaimana perjuangannya seorang Hafidz  atau  Hafidzoh.  Mereka mengukir setiap  huruf  dalam  otaknya. Mengumpulkan menjadi ayat,  merangkainya menjadi surat, lalu  membacanya tartil  berlembar-lembar hingga berganti juz.

"Lah...Kak,  malah  senyum sendiri.  Bengong  ini. Lihat  tuh  arah  jam sembilan." katanya lagi  yang reflek aku  turuti.

Pemandangan yang indah. Ada seorang gadis  sedang  duduk sambil mulutnya berkomat-kamit. Sedangkan temannya asik  memotret dinding  dengan ukiran ayat  quran  juz sepuluh.  Iya,  ketika  kubaca memang surat  at-taubah.

"Beda memang yang sudah  halal,  pandangan satu,  dua,  tiga  asli  memang rizqi,  kedip gak  kedip mah, " Gus Daffa semakin menggodaku.  Aku  merasa dejavu. Rasanya malah  seperti ketika aku menegur Bashir. Apa  kabar  dia  sekarang?

"Ekhem...Gus,  coba  ceritain museum yang terkenal di  madinah itu,  aku  hanya  bisa  melihat dari  layar  ponsel."

"Museum Alquran? Maksud Kakak The Holy Quran Ex yang di  Madinah tah? Museum itu didirikan  pada 1984.   Museum itu  luas  lo  Kak,  luas dan  punya berbagai macam koleksi Alquran. Dari yang tertua berusia hingga sekitar ribuan tahun sampai yang terbaru. Namun, lebih banyak koleksi Alquran jadul masa lampau.Salah satu koleksi museum yang cukup menarik itu  Alquran yang ditulis menyerupai mushaf aslinya dari zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib" katanya bersemangat. Aku  hanya  mangut-mangut sambil  selawat. 

Gus Daffa sesekali melihat ponselnya.  Takut  Abah  dan  Ibu menghubungi. Diam-diam Gus Daffa tumbuh menjadi lelaki dewasa,  yang penuh tanggung jawab  dan  penuh kasih sayang. Taat  dan  berbakti kepada Paman dan  Bibi. Kadang  egoku tersentil.  Menjadi anak  lelaki satu-satunya dan  tak  ada  tempat  mengeluh sekadar bercanda tawa  itu  adalah berat. Makanya aku  selalu mengambil peran  kakak  untuknya. 

"Gus,  la  mushaf aslinya ada  dimana? " tanyaku penasaran.

. “Koleksi mushaf aslinya ada di Museum Topkapi Turki. Sedangkan yang ada di Madinah ini merupakan salinan dari yang aslinya,, seingatku gitu,  kata  staf Museum Alquran disana, ketika memandu rombongan jamaah haji. " jawabnya santai.  Namanya sekolah  di  Madinah,  Gus Daffa menang banyak. Adik  kecil ini  sudah  haji  berulangkali.  Iri  , sedikit. Yah,  rasanya ingin  segera  menunaikan rukun islam  ke  lima  itu. Sholallohu ala  muhammad.

"Kak,  bukannya di  daerah  Jawa Barat juga  mau  ada   museum Al-Quran berbasis teknologi 4 dimensi atau 4D. Tahu  gak  Kak,  itu  kayak yang ada di Dubai?" tanyanya lagi  bersemangat masalah diskusi.

"Iya  tah,  malah  baru  tahu  Gus," jawabku sambil melirik kearah belakang.  Ada seseorang yang menabrak punggungku, pelan.  Aku  berusaha tidak  menggubris karena  dari  bawah melihat sandal perempuan.

"Wah,  Kakak mainnya kurang jauh,  susah  ya  Kak, istiqomah  di  bawah  atap  pesantren," katanya pelan. Aku  tahu  , lubuk hatinya masih  ingin  belajar melihat luasnya alam  semesta ini. Namun,  apalah arti  umur, ilmu,  dan  harta,  tanpa  melangkah meneruskan tapak  orang  tua.  Paman  dan  Bibi  mempunyai visi  misi  yang besar.

Aku  menepuk pundaknya.  Namun,  aku  penasaran dengan seseorang yang ramai dibelakangku.  Apa  mba  santri  dari  tadi  tidak  pergi.

"Kak,  ditungguin istri? " kata  Gus Daffa membuat  aku  membalikkan badan secara refleks.

"Dek, " kataku melihat Dek Niya  terdiam sambil  memilin jilbab seragam pengurus.
"Dalem  Mas,  niki, "  katanya sambil memberiku,  minuman  ion. Lalu  mencium tanganku dan  bergegas pergi.  Tidak  lari,  hanya  mundur secara cepat.  Aku  melihatnya terus  sampai dia  menghilang dibalik pintu.

"hehehe...lucu juga  kakak  iparku. " katanya membuat aku  mengalihkan pandangan lagi. Aku  tersenyum samar. Memang selucu  itu. 

"Kak,  kita  barter gimana,  ceritanya kakak  dapat santri  sini. Aku  cariin  santri  Lampung. Katanya  orang  Lampung asli  cantik -cantik banget. Kulitnya putih bersih. Temanku ada  loh  orang  Lampung  yang kuliah di madinah.  Kami  bertemu saat  perkumpulan mahasiswa Indonesia. " katanya lagi. Dasar  anak  kecil. Baru  tadi  kusanjung,  malah  sekarang  dia  bertingkah seperti ini. Melihat perempuan hanya  fisik itu  tidak  baik. Percayalah, laki -laki pikirannya memang tidak  jauh dengan tubuh  bagian  tengah.  Maka,  aku  sering  bersyukur,  Kak  Zainab galak  dan  tomboy. Sedang,  istriku,  pemalunya mengalahkan tanaman putri malu  yang ada  di  pinggirian pondok. 

"Hush,  pikirannya kemana-mana.  Sana wudu. Anak  di  bawah umur jangan  bahas yang bukan usianya." kataku mengalihkan. 

"Kakak mah,  seriusnya gak  ada  obat. " katanya mendengkus sambil  meninggalkanku.
"Mau  kemana?" kataku setengah bertetiak.
"katanya di  suruh  wudu,  sekalian mau  salat,  ini  dah  masuk waktu salat. " katanya sambil jalan.  Aku  pun mengikutinya. 

####

Awalnya jamaah  salat  hanya  berdua.  Namun,  ketika aku  salam, kulihat musola  ini  penuh hampir  semua  pengurus. Yah,  alhamdulillah. Terkadang,  aku  malah tidak  berniat jadi  imam,  ketika  di  musola pom  bensin,  banyak  makmum. Dalam kitab  Taqrib,  dinyatakan bahwa dalam  masalah salat  jamaah,    seorang imam tidak  wajib  niat  menjadi imam,  sedang  makmum  wajib  niat  jadi  makmum.

Ketika aku melihat dalam  rumus  pernikahan.  Sebagai imam,  sejak  kulafadkan kalimat akad  ijab qobul.  Aku  niat  jadi  suami. Aku  niat  bismillah membimbing,  dan  mendampingi ibadah makmumku.

"Kak, doa, " tegur  Gus Daffa lagi  membuatku melenyapkan lamunan. Aku  mulai  memimpin doa.

"Kak,  makan  dulu  yuk, ini  diajak ke cafe depan,  udah  ada  Abah  ma  Ibu, " katanya sambil memakai sepatu sneakers putihnya.  Sedangkan aku  hanya  memakai sandal kulit yang kubeli sebelum lamaran yang langsung  sah. Kami  berjalan bersisian. Sesampainya cafe sudah ramai.  Abah  dan  Ibu ada  di  ruangan dalam. Sedang  para santri  di  luar . Aku  melihat Dek Niya  yang berdiri kebingungan mencari tempat. Aku  bergegas menghampirinya.  Sebelum temannya mengajak duduk.  Aku  membawanya untuk  makan  bersama keluarga ndalem.  Jangan  tanya  kenapa?  Aku  hanya  ....itu pokoknya. Tak  peduli Gus Daffa  meledekku.  Paman  dan  Bibi  tersenyum lebar.  Tangan  istriku sudah basah  sejak kugenggam sejak tadi.

"Kak,  makannya pake  tangan  apa  disuapin? Itu  dari  tadi  kok  gak  dilepas?" tanya  Gus Daffa membuat aku dan  Dek Niya  saling  melihat tangan  kami.  Paman  dan  Bibi  pun ikut menoleh.  Dengan perlahan aku  melepaskannya sambil berdehem,  wajahku kali  ini  sangat  panas. Padahal ruangannya ber AC. Aku  tidak  berani melihat kondisi istriku yang semakin menenggelamkan kepalanya. 

"Makan Mba  Niya, " Bibi  berusaha mencaikan suasana.  Sedangkan Paman sudah  memilihkan lauk dipiringku. Makan  siang  ini  sangat  berkesan.  Rasanya aku  kapok membawa istri  semeja dengan Gus Daffa yang usil.

Terima  kasih yang sudah  setia  menunggu

Salam  dari  santri  Lampung

Sampean Gus?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang