Umniyatul Ula (14)

3.6K 284 6
                                    

Bismillah...

Ini revisi bab yang hilang, karena ketambahan bab lain, hehe,
Biar ceritanya makin jelas, cakep dan gak belibet. Saya juga masih revisi sana sini. Terima kasih support dari para pembaca yang budiman.

Semoga senantiasa diistiqomahkan dalam kebaikan.
Sholat malam atau sholat dhuha misalnya.
Puasa senin kamis, atau puasa ayamul bidh misalnya.
Atau membiasakan tilawah Al-Qur'an sehari minimal satu halaman.

Sedekah paling mudah adalah senyum. Vote dan komen juga termasuk sedekah hehe, karena sudah buat saya tersenyum.

Happy Reading

¤¤¤

Publik Figur

"Apa yang lebih berat dari amanah? Atau apa yang harus dilakukan bila seorang sudah dianggap dewasa? Keduanya dilihat dari otak, pundak dan dada. Yaitu pemikiran, tanggung jawab dan perasaan. Mendewasakan diri dan berusaha menjadi pribadi amanah itu harus."

       Acara yang ditunggu-tunggu semua santri pun tiba. Yaitu malam acara pembukaan perlombaan.  Jam sudah menunjukkan pukul  delapan malam.  Namun,  Aku  dan Mbak Lail masih di ruang kesehatan karena tiba-tiba ketua perlombaan putri ini asam lambungnya kambuh.

     Namanya  Alya Rizqia. Adik kelasku ini memang anaknya ambisius dan disiplin, tetapi kurang memperhatikan kesehatannya sendiri alias makan kalau ingat. Alya ini juga sering keluar masuk rumah sakit karena asam lambung.

Alya sejak dilantik menjadi ketua perlombaan sudah sibuk mengurus segala macam tetek bengek lomba sampai urusan makannya kocar-kacir. Acara malam pembukaan perlombaan ini tentunya sangat penting bagi Alya, karena nanti Alya selaku ketua perlombaan putri diberi tugas menjelaskan teknis perlombaan dll.

      Dari maghrib Alya sudah menangis sambil memegangi perutnya. Alya dibawa ke ruang kesehatan untuk perawatan intensif. Pengurus kesehatan sudah memeriksa dan memberi obat untuk Alya.

      Aku dan mba Lail yang sedang kebingungan, siapa yang bisa menggantikan tugas Alya karena semua panitia sudah ada tugasnya masing-masing. Pengurus lainnya juga tidak ikut rapat atau tidak mengetahui teknis perlombaan tahun ini yang sedikit berbeda.

       Akhirnya dengan berbekal buku catatan Alya dan tentunya print out teknis lomba dari panitia sekretaris kami (aku dan Mbak Lail) yang akan menggantikan Alya . Aku berjalan tergesa di sampingnya Mbak Lail. Memang berjalan dengan Mbak Lail terkesan sangat cepat tetapi bukan berlari. Mbak Lail ini memang terkenal tegas dan cekatan. Banyak orang yang segan terhadapnya termasuk aku.

       Kami sampai di masjid pondok saat Abah Afnan sedang membuka acara perlombaan ini dan diakhiri dengan doa bersama. Setelah Abah Afnan undur diri, MC menutup acara baru kami maju ke podium. Mbak Lail mula-mula menjelaskan peraturan umum. Lalu aku melanjutkan rincian setiap lomba dan penanggup jawab lomba. Gugup, ini pertama kalinya aku berdiri di podium masjid pondok. Beruntungnya aku tidak sendirian alias ditemani Mbak Lail.

       Moment ini karena harus berdiri di depan ratusan santri putra - putri dan berbicara kepada mereka semua.
Setelah turun podium badanku lemes. Mbak Lail kaget. Mbak Lail langsung merangkul pundakku dan berjalan perlahan. Para santri lainnya mulai bubar diawali santri putri, sedangkan santri putra masih duduk di masjid.

Keluar masuk masjid ini memang ada tata caranya. Pintu utama masjid hanya satu yang di belakang. Pintu ini digunakan bergantian dan satu arah. Jadi dari dalam masjid santri putri arahnya keluar semua.
Pintu kanan kiri masjid dibuka khusus untuk Abah yai dan Bu Nyai bila mengikuti pengajian hari-hari besar atau semacamnya.

Sampean Gus?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang