Umniyatul Ula (35)

4.7K 458 96
                                    

Assalamualaikum

Bismillah
Semoga jamaah salat lima waktu, dan tilawah Al-Qur'an istiqomah ....aamiin

Alhamdulillah, terima kasih untuk readers setia yang sudah vote, comment, support semoga kalian semua sehat, panjang umur dan sukses selalu aamiin

Happy Reading

¤¤¤

Matahari

"Jadilah seperti matahari yang kilaunya tak bisa disentuh. Jadilah seorang wanita yang mempesona dan hanya disentuh oleh kekasih halal."

Mataku mengerjap sipit. Kulihat kasur sudah tak sempit lagi. Perlahan aku bangun dengan kesadaran yang masih belum pulih. Lampu kamar masih gelap. Aku tak ingat jam berapa semalam aku tertidur pulas. Namun, suara kamar mandi membuatku tersadar, tak sengaja dadaku bergetar lagi. Iya, aku ingat semalam ada ibadah baru yang baru dilakukan.

Aku segera menghidupkan lampu, merapihkan diri dengan menggenakan baju yang pantas dan bergegas ke luar kamar. Pipiku memanas membayangkan aktivitas semalam yang masih terasa melelahkan saat ini. Aku melihat ruang tamu dan beberapa ruangan lainnya masih gelap. Namun, tempat salat tak pernah sepi. Ada Ayah dan Ibu yang sudah absen menghadap Sang Pencipta.

Aku membelokkan diri ke kamar mandi belakang. Aku harus segera bersuci. Tak butuh waktu lama,  sekitar dua puluh menit aku sudah selesai mandi besar. Ini bukan asal mandi. Mandi yang diniatkan untuk menghilangkan hadats besar juga mempunyai rukun dan sunnah tersendiri. Dalam mandi ini setelah niat , kita menghilangkan najis yang ada di badan, kemudian meratakan air ke seluruh badan. Yang mana tidak boleh ada bagian dari badan kita yang tak terkena oleh air. Air mengalir dari ujung rambut hingga ke ujung kuku kaki. Dan dijelaskan juga dalam kitab Fathul Qorib sunnah mandi besar antara lain, membaca basmalah, diawali dengan berwudhu, menghilangkan najis terlebih dahulu (biasanya dari hadats kecil seperti buang air kecil), bersegera atau tidak terputus-putus mandinya, dan terakhir menggosok bagian kanan terlebih dahulu.

"Assalamualaikum," ucapku pelan sambil membuka pintu kamarku sendiri.

Tak ada jawaban. Kulihat punggung suamiku sedang sujud. Alhamdulilah, pemandangan yang menyejukkan hati. Aku langsung mengambil mukena dan menggelar sajadah tepat di belakang, Ustad Zayan.

"Dari mana , Dek?" tanya Ustad tanpa berbalik melihatku. Aku yang masih mengenakan mukena sambil bercermin langsung membatu.

"Besok lagi, jangan pergi kemana pun tanpa izinku, engkau adalah istriku. Aku sempat bingung mencarimu." katanya tegas yang membuatku terhenyak. Aku sudah melakukan hal yang salah dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam menjadi istrinya. Astaghfirulloh.

"Iya Ust, maafkan saya," kataku mendekat kepadanya,tetapi urung bersalaman. Kami masih sama-sama menjaga wudu.

"Tak apa, aku hanya tak ingin melewatkan malam ini beribadah denganmu lagi," katanya melihatku dan aku sedikit melirik kepadanya. Ada senyum Ustad Zayan yang membuatku dadaku berdegup kencang. Astaghfirulloh, ibadah itu banyak macamnya, tetapi aku malah terbayang ibadah semalam. Fokus salat, bismillah, batinku berteriak.

Salat sunnah kami lakukan secara munfarid atau sendiri-sendiri. Memang namanya ibadah tambahan baiknya dilakukan sendiri. Salat malam ini adalah suatu yang istimewa, di mana hanya  sebagian kecil umat islam mau mengamalkannya. Jadi misal kamu termasuk orang yang mau melawan kantuk serta dinginnya air saat bersuci berarti kamu termasuk golongan.orang yang beruntung. Itu adalah nasehat Ayah yang tak pernah terlupa.

"Dek,"

"Dalem, Ust,"

"Aku ingin menyimak Al-Qur'anmu," pintanya yang membuat bulu kudukku meremang. Namun  aku segera bangkit menuju meja belajar dan mengambil Al-Qur'an. Lalu kuserahkan kepada Ustad Zayan.

"Juz 20," katanya lagi seperti bergumam sambil membuka pembatas mengajiku saat maghrib.

"Iya, Ust," dengan rapalan bismillah aku berusaha tidak menolak ujian dadakan bahkan sebelum matahari muncul. Setidaknya usai maghrib adalah deresan terakhirku yang semoga dapat melancarkan hafalan di depan suamiku ini.

"Bismillah, ila hadoroti.....'ala hadiniyah , al fatihah," ucapnya pelan sambil memejamkan mata. Aku sempat melirik suami, semoga tidak gerogi Ya Allah gusti.

"A'udzubillahi minas syaithonir rojim, bismillahir rohmanir rohim....." Pembacaan fatihah sebagai pembuka, lalu dilanjut surat an-naml, al qosos, dan terakhir al-ankabut. Bibarokatil fatihah, guru-guru, orang tua, dan semua doa-doa alhamdulillah rangkaian ujian pagi ini selesai bersamaan dengan azan subuh.

"Alhamdulillah, kemarilah Dek," pinta Ustad Zayan.

Aku langsung mendekat, ingin bersaliman kepadanya. Namun, ternyata tanganku tidak dilepas. Beliau mencium keningku, kedua pipi serta bibirku. Badanku kaku, dan tentu tanganku sudah berkeringat sedari tadi menjadi dingin.

"Barokalloh, semoga istiqomah dengan Al-qur'annya, Aamiin," doanya sambil memeganh ubun-ubunku.

"Aamiin," tak terasa air mataku sudah menggenang di pelupuk mata. Entah rasa haru yang tak bisa kujelaskan. Aku ingin menangis, tetapi kutahan.

"Aku, langsung wudu di masjid saja ya, Dek, sampean jamaah dengan Ibu," katanya adalah perintah.

"Iya, Ust," kataku sambil menunduk.

Ketika beliau sudah menutup pintu kamar, ada tetesan-tetesan air mata yang membuatku bahagia. Syukur alhamdulillah Ya Allah, tak ada nikmat yang lebih baik selain mempunyai imam yang sholih dan mendoakan istrinya menjadi lebih dekat kepada-Mu.

Salat subuh berjamaah di tempat salat menjadi lebih tenang. Setelah itu para bu nyai sudah rapih menata barang-barang di dalam bagasi mobil. Tentunya aku yang sudah selesai membantu ibu menyiapka sarapan lari ke halaman untuk membantu Bu Nyai menata barang, takut ada satu dua hal yang tertinggal.

"Mbak Niya, jadilah mataharinya Zain, yang bisa membuatnya tetap berada dalam sinar cahaya Allah. Dampingi tiap langkah suamimu, tak ada hidup yang lepas dari ujian dan perjuangan. Maka, sebagai istri terangkanlah hati dan pikiranmu untuk dapat mengimbangi langkahnya." nasehat dari Bu Nyai Zuhdi.

"Mbak Niya, sudah tahu belum ini ibunya Zain, eh Zayyan, Mbak'e di pondok itu tidak.ada nama Zain, semuanya kenalnya dengan Ustad Zayyan," kata Bu Nyai Mai.

Eh, loh, Bu Nyai istrinya Abah Zuhdi ini ibunya Ustad. Berarti Ustad itu gus? Tubuhku rasanya lemas.

Eh...Mbak Niya..

Jangan lupa vote dan comment yang membuat saya cepet update.....

Sampean Gus?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang