Derita yang bertambah

79 10 1
                                    

Pagi telah datang. Cahaya mentari memasuki jendela kamarku. Aku terbangun dan menguap sembari membuka jendela. Burung berkicau ria, menari nari di langit yang cerah. Seakan seperti salam pagi menyapa diriku yang terbangun.Seperti biasa, mandi, sarapan lalu berangkat.
''Aku berangkat, Ayah , Ibu''.
'' Hati- hati dijalan''. Ucap ayah dan ibuku.Kubersalaman dan mencium tangan mereka, berangkat dan melambaikan tangan dan tersenyum ceria. Namun itu hanyalah pura pura.
Saat aku sampai disekolah, aku hanya murung dan menunduk. Di kelas kejutan yang sangat menyedihkanlah yang menyapaku, mejaku dicoret-coret dengan kata-kata cacian dan hinaan. Padahal belum ada sebulan aku dijenjang SMA, mengapa sudah begini.
Para siswa yang berada didalam kelas, berbisik-bisik dalam artian menggunjing diriku secara diam-diam. Aku menghela napas, membersihkan mejaku dengan minyak kayu putih dan mengusapnya dengan kain.

'Kasihan dia.....'

'Memang begitu yang harus dia dapatkan'

'Katanya temanku, dia adalah pengganggu dan beban.....'

'Serius. Menjijikkan.'

Kata-kata itu. Kudengar dari bisikan mereka. Aku hanya bersabar dan sabar sembari mengelap mejaku. Serasa sudah bersih, aku langsung duduk dan menaruh tasku di bawah meja. Memangku kepalaku dengan tangan kanan, menatap pemandangan dari ketinggian gedung sekolah ini dari balik jendela. Langit yang cerah, angin musim semi semilir, dan burung yang terbang bebas di angkasa. Aku hanya terpaku dengan dengan suasana di luar jendela. Apa aku bisa sebebas burung terbang?. Pikiran tersebut terlintas di benakku.

Teng....Teng....Tengg!!
    Suara bel masuk berbunyi. Pelajaran dimulai. Aku mengikuti pelajaran dengan khidmat dan sungguh sungguh. Mendengarkan apa yang Pak Boy, guru biologi terangkan. Menulis semua yang kuperlu dalam buku catatan sesekali aku bertanya apa yang tidak kupahami. Namun mungking para siswa lain memandangku berbeda, seakan seperti cari cari perhatian dari para guru.

Teng....Teng...Teng!!
    Bel istirahat berbunyi. Semua siswa berhamburan keluar dari kelas. Entah itu kekantin, ke lapangan sekolah atau kekelas sebelah untuk bertemu temannya yang beda kelas. Aku hanya memakan bekal yang ibu buat dengan kasih sayang. Telur mata sapi dan mie. Selama ini aku jarang membeli jajan di kantin, bahkan aku pernah tidak membawa uang saku sama sekali selama seminggu. Aku memakan bekalku dengan tenang sembari menatap pemandangan diluar jendela. Para teman dikelasku tidak mengusikku, jadi tenang saja. Namun...

Slapp!!

Praakkk!

   Seseorang menyahut dan membanting bekalku yang masih setengah isi. Orang itu adalah Sera. Dia yang selalu mengusikku dari SMP dan kemudian aku tidak sengaja masuk satu sekolah dengannya.
   '' Halo~ Alicia'' Sapanya. Aku hanya menatap datar sosoknya tanpa menjawab sapaannya. Aku mengambil bekalku dan membersihkan lantai.

Braakkk!!
   Dia menjambak rambut hitamku dan menatapkan kepalaku di sisi meja. Dia menginjak tanganku yang sedang membersihkan makananku yang berserakan.
   ''HEI. Setidaknya jawablah salamku dasar cewek beban!!''. Para siswa yang melihat hal itu hanya diam saja, tidak berani membantu atau merelai kami sekalipun. Tidak ada. Aku berkata...
   ''Apakah ini yang kau sebut salam?.  Kasar dan tidak sopan sama sekali.''

Plaakk!!
   Sera menamparku. Dia melepas jambakannya dan berjalan menjauhiku. Aku hanya tertunduk diam. Sera berhenti di ambang pintu kelas dan berkata tanpa berbalik
   ''Kutunggu kau di belakang sekolah. Atau kau akan merasakan akibatnya''.
Dia mengancamku. Aku hanya diam sembari membersihkan lantai, menyimpan bekalku didalam tas.

'Rasakan itu dasar cewek beban'

'Kasihan juga ya'

'Dia pantas mendapatkannya'

'Dasar caper'

  Gunjingan kembali terdengar. Aku serasa ingin pergi, keluar dari tempat jahanam ini. Aku ingin sekali berteriak, tapi tak bisa kukeluarkan.

  Sepulang sekolah aku langsung pulang saja. Malas mengurusi Sera dkk. Perjalanan pulang, aku hanya menatap jalan raya besar yang berlalu lalang. Tak ada sesuatu yang spesial yang membuat seuasana hatiku berubah. Sesampainya dirumah. Aku membuka pintu dan mengucap
   '' aku pulang ''. Namun tidak ada satu orangpun menjawab. Aku celingak - celinguk mencari - cari ibu didapur. Secarik kertas tertempel di pintu kulkas terlihat. Aku mengambilnya dan ada sebuah tulisan

Ibu pergi kerumah teman bersama Ayah. Ada beberapa lauk di meja makan. Dimakan ya~~

  Ibu

   Aku hanya senyum saja melihat pesan yang ibu berikan. Aku memakan lauk yang ada dimeja. Setelah itu tidur siang dan lupa mengganti baju.

........
  
  Aku terbangun jam 3 sore. Segera, aku mandi dan menggantungkan seragamku karena masih bisa dipakai lagi . Setelah ganti baju, aku turun ke bawah dan kemudian kedapur untuk mengambil camilan yang ada dikulkas.
Aku sempat berpikir 'ibu belum pulang juga ya?. Kenapa lama sekali?'. Aku mengechas hpku dan beranjak kekamar untuk melakukan keseharianku. Membaca komik dan menggambar sembari memakan camilan.

  Senja mewarnai langit yang biru. Hari sudah sore menjelang malam. Tidak ada tanda - tanda orangtuaku pulang. Aku sempat cemas dan lapar. Akhirnya aku memutuskan untuk membuat mie instan. Malampun tiba, aku semakin cemas. Baterai hpku terisi penuh. Kucabut kabel kontaknya dan segera menghubungi ayah dan ibu.

Nomor yang anda panggil, tidak dapat dihubungi.

  'Sial!!' Aku kesal, kenapa tidak bisa dihubungi. Kemudian aku melihat banyak riwayat panggilan telepon dari nomor yang tidak dikenal. Siapa?

Drrrrrrt.......
    Nomor tak dikenal itupun menelponku lagi. Kuangkat panggilannya.
   ''Halo. Maaf ini dengan siapa, ya?''
   ''Halo. Selamat Malam. Apa benar ini dengan keluarga Bapak Rudi dan Ibu Liana?''. Suara seorang pria yang tengah berbicara kepadaku.
   ''Iya. Saya anaknya''.
   ''Kami dari kepolisian, memberi kabar bahwa orang tua anda.......Meninggal''.

Apa?












Bohong.











Tidak mungkin.
   ''Anda pasti bercandakan, pak?''. Fikiranku sudah lari entah kemana.
   ''Kalau begitu . Datanglah di rumah sakit Pelita sekarang juga. Akan kami tunggu. Selamat malam''. Panggilan telepon berhenti. Aku terduduk lemas di kamar. Apa benar yang dikatakan oleh polisi tadi?. Tanpa basa basi, aku langsung mengenakan jaket hitam, memakai masker dan memakai celana panjang abu-abu. Mengunci pintu dan menaiki taksi, pergi ke rumah sakit.

   Sesampainya disana. Ada beberapa polisi yang menungguku di depan pintu rumah sakit.
   ''Anda anak dari Bapak Rudi dan Ibu Liana?''. Aku mengangguk angguk. Pak polisi tadi mengantarkanku bertemu orang tuaku. Hingga aku diantar di sebuah ruangan bertuliskan 'kamar jenazah'. Aku sudah keringat dingin. Tidak mungkin ayah dan ibu meninggal. Pintu terbuka, terlihatlah 2 mayat terbaring di kasur rumah sakit tertutupi oleh kain putih. Aku masuk keruangan, membuka salah satu kain.
   ''Ibu........''. Kemudian aku membuka kain yang satunya lagi.
   ''Ayah.....''. Suaraku bergetar, terduduk lemas melihat mereka menutup mata tak bernapas.
   ''Korban mengalami kecelakan tabrak lari. Mobil hancur dan jatuh kejurang. Saat kami mengevakuasi korban, mereka sudah tak bernyawa.''. Aku semakin shock setelah mendengar penjelasan salah satu polisi. Aku ingin menangis tapi kenapa tidak bisa mengeluarkan air mata. Hatiku seketika remuk dan hancur. Mengapa...















Mengapa kalian meninggalkanku.
Ayah
Ibu.


Kini Alicia memikul satu penderitaan lagi.



07-07-2022

Alicia Stories : In Another WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang