Kala Sebelum Senja

23 3 0
                                    

~Happy Reading~

Dikala senja, kududuk sendiri di jendela kamar. Meratapi mentari yang hendak tenggelam di ufuk barat. Namun musim dingin yang ku dambakan belum datang juga. Gedung pencakar langit dihiasi oleh sinar senja dari balik tubuhnya. Pemandangan biasa dan membuatku tak bosan - bosan. Sesekali diiringi mendengarkan musik melody Solas membuat suasana berasa hening, nyaman dan tentram.

Sudah 3 hari aku diskros dari sekolahan dan sudah 3 hari aku mengurung diri dirumah tanpa ada tamu ataupun mentariku yang datang. Bosan dan bosanlah yang kurasa. Ini sudah bulan November, sebentar lagi akan ujian dan sebentar lagi akan turun salju. Mengingat apa yang diinformasikan kakak reporter di televisi mengenai prakiraan cuaca. Langit juga mendung setiap harinya, angin pancaroba menerpa setiap waktunya. Namun salju belum turun juga. Aku turun dari kasur sembari mencari - cari sketcbook di lemari bukuku.

Buku berserakan dimana - mana, demi mencari - cari sketcbookku yang hilang entah kemana. Hingga aku terpaku pada suatu monokrom hitam putih yang berserakan di dalam laci. Aku mengambil semuanya dan melihat satu persatu.

''Foto ini..............''. Aku melihat satu foto hitam putih yang membuat diriku mengulang memori yang terlupakan. Ya, sebuah foto dimana terlihat diriku yang berumur 5 tahun berfoto dengan ayah dan ibuku di sebuah taman nan indah. Aku mengulang kenangan dalam memori batinku.

Tap.....

Tap.....

Tap.....
Langkah kecilku menuju bunga - bunga yang indah di sebuah taman. Aku berlari dengan senang hati, ceria dan bahagia. Bibir mungilku tersenyum kala kedua orang tuaku menyusul dari belakang.

''Ayah......ibu........., cepatlah kemari''. Teriakku yang masih kanak - kanak terdengar oleh mereka. Ayah yang baru datang tiba tiba memggendongku di dekapannya.

''Anak ayah jangan keluyuran kemana - mana. Nanti tersesat lho~'' ucap tulang punggung keluargaku yang menurunkanku dibawah. Aku hanya cemberut sembari menggembungkan pipi chubbyku.
''Ehh.........tapi ayah kan aku sudah besar. Aku bisa berjalan sendiri. Hmm'' celetukku dengan kesal sembari berdehem marah. Pipiku dicubit oleh ibuku yang gemas terhadapku.

''Turutilah apa perkataan ayahmu nak. Jangan membuat ayahmu kesusahan. Ya?'' Ucap ibuku sembari melepas cubitannya. Aku hanya mengelus pipi gembulku yang sakit. Aku berkata

''Baiklah, ibu, ayah. Alicia janji''. Sebuah helusan tangan mengusap kepalaku. Rasa kasih sayang dan kehangatan mereka membuatku tidak kesal lagi. Hingga ada seorang pria paruhbaya yang membawa kamera kuno menuju kemari, kemungkinan dia adalah fotografer.

''Permisi. Kalian adalah keluarga yang bahagia. Bolehkah saya mengambil sebuah foto sebagai kenang - kenangan anda sekalian disini?'' Celetuknya. Ibu dan ayahku menerima usulan pria itu. Terfotolah kami bertiga di sebuah gambar. Sebuah keluarga bahagia yang terpampang di monokrom hitam putih nan tua.

Tes.....

Tes.....

Tes.....

Air mataku mengalir tanpa sadar. Dan tanpa sadarnya lagi aku meremat ujung foto itu. Aku langsung mengusap kasar mataku dengan lengan dan menyelipkan lembaran foto di figura kamarku. Aku tak ingin kehilangan kenangan itu. Tak ingin kehilangan.

Alicia Stories : In Another WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang