Rantai Pengekang Emosi

13 2 0
                                    

Happy reading

Aku bertemu dengan kuburan ayah Alexa. Walaupun sudah beberapa bulan ditinggalkan, tetapi kuburan ini tampak bersih dan terawat. Mungkin warga sekitar yang membersihkan.

Aku meletakkan tasku, kemudian aku tidur dengan tasku sebagai bantal. Aku menatap langit malam yang hanya ada rembulan dan lintang menghiasi malam. Aku tidak merasa kedinginan ataupun ketakutan.

Padahal dahulu aku takut akan kegelapan dan kesendirian. Kini aku terbiasa tidur dialam bebas yang buas. Berdamping dengan hitam putihnya kehidupan yang lebih dari kehidupanku sebelumnya. Hingga aku terlelap di gelapnya malam.

Zrash......

Suara api berkobar membakar mansion yang berdiri kokoh dari generasi ke generasi. Seorang gadis berambut putih salju terduduk menangis sembari memegangi kalung yang ditinggalkan sang ayah.

Namun......

Jdak!!

Ada seseorang yang memukulnya sampai pingsan dan meninggalkan seberkas cahaya sang jago merah melahap tempat untuk kembali dirinya.

Gelap.....

Sunyi.....

Sakit.....

Sendiri....

Gadis itu terkengkang oleh rantai besi yang melilit di jenjang kaki indahnya. Buih air dari matanya keluar tak henti - henti. Dia terduduk sendiri dan selalu berharap ada yang menyelamatkannya.

Kesempatan datang saat ia hendak dijual. Dia berhasil melepaskan diri saat tak ada siapapun mengawasinya.

Kaki indahnya terus berlari, terjatuh dan berlari lagi disebuah hutan agar tak ada siapapun yang bisa mengejarnya.

'Seseorang. Tolong aku'

Hah.......

Hah.......

Hah.......

Aku terbangun dari mimpi buruk lagi. Aku duduk sembari memegang kepalaku.

'Jadi. Itu yang terjadi saat kakiku terantai' batinku.

Tanpa sadar mentari telah terbit. Sinarnya menghangatkan tubuhku yang kedinginan. Aku berdiri dan menggendong tasku kembali. Aku kembali memeriksa reruntuhan.

Helaian demi helaian rambut putih diterpa angin musim semi. Aku mencari sisa sisa barang yang masih utuh ditempat ini.

Namun sayang. Semuanya telah hancur dan tak ada yang utuh. Aku yang tengah lapar harus mengisi perut terlebih dahulu. Aku akan menuju ke tempat itu lagi kemudian kembali lagi.

. . .

Setelah mengisi perut, aku kembali lagi. Aku terus mencari. Bongkahan demi bongkahan aku mengangkatnya. Sayang seribu sayang. Tak ada satupun benda yang utuh.

Aku terduduk di puncak puing - puing bangunan. Sejenak untuk istirahat dan menikmati suasana di sini.

Klotak...klotak...klotak.

Alicia Stories : In Another WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang