Kara menghentikan kegiatan mengikat tali sepatunya sewaktu saudara kembarannya berjalan mendekat sembari bersenandung, senyumnya terbit menyambut.
Dira duduk di sebelah Kara lalu membalas senyuman dari kembarannya. Dia berhenti bersenandung, lalu menepuk puncak kepala Kara pelan. "Anak pintar," ucapnya.
Kara terkekeh mendengar penuturan Dira. Dia dan Dira hanya berbeda delapan menit saja, tetapi Dira sangat suka sekali berlagak sebagai kakak padahal dirinyalah yang lahir lebih dulu. Namun, apa pun sifat Dira yang ditunjukkan ia sangat menyukai selagi bukan hal yang salah.
"Aku bangun telat untungnya Ayah yang bangunin. Kalau Bunda yang bangunin yang ada entar aku nggak bisa bangun lagi." Dira mengikat tali sepatunya.
"Dira jangan ngomong sembarangan, nak!" Bunda berteriak dari dapur.
Bibir Dira mengerucut lucu. Kara mengusap bahu adiknya, lalu menggeleng. Dia sudah hapal tabiat adiknya yang memang suka bicara sembarangan dan sering kali membuat orang di sekitarnya kaget dengan kata-kata ajaibnya.
Kara mengeluarkan ponselnya lalu mengetik sesuatu di notes ponselnya.
"Kamu begadang lagi tadi malam?"
"Iya, ada tugas yang belum aku kerjain padahal harus aku kumpulin hari ini."
"Kalian udah siap kan? Ayo berangkat!" Ayah mengulurkan kedua tangannya untuk membantu kedua putrinya berdiri.
Mereka berdua menyambut tangan Ayah kemudian berdiri. Sebelum mereka keluar dari rumah Bunda menghampiri mereka. "Ini bekal kamu belum kamu bawa." Bunda menyerahkan paper bag kepada Kara.
Kara memukul dahinya. Bisa-bisanya ia melupakan bekal makan siangnya untungnya Bunda mengingatkannya jadi ia tidak akan kelaparan waktu jam istirahat nanti.
"Kamu nggak mau bawa bekal juga, Dira?" tanya Bunda.
"Nggakah, Bunda, ribet! Nanti Dira makan di kantin aja," jawab Dira.
"Ini sudah nggak ada yang kelupaan lagi kan? Kalau udah kita berangkat Ayah keburu telat ini."
Kara dan Dira menyalimi Bunda lalu keluar dari rumah dan naik ke mobil Ayah. Dira duduk di depan, di samping Ayah sedangkan Kara duduk di jok belakang.
Selama perjalanan Dira tidak berhenti bernyanyi dan Kara hanya melihat pemandangan jalan dari kaca mobil sembari mendengarkan nyanyian Dira yang sangat enak di dengar. Bakat bernyanyi memang dimiliki Dira sejak kecil.
Kara selalu menyukai jika Dira menyanyi. Bahkan selama masa kanak-kanak dulu Diralah yang menyanyikan lagu tidur untuknya. Namun, sayangnya dia tidak bisa melakukan hal yang sama kepada Dira.
•••
"Nanti kalau mau pulang tunggu aku dulu, ya. Ada latihan band hari ini." Kara dan Dira berjalan beriringan memasuki gerbang sekolah mereka dengan tangan yang saling bertaut.
Kara mengangguk setuju.
"Kalau kamu mau nonton aku latihan ke ruang latihan aja. Jangan sungkan!"
Kali ini Kara tidak mengangguk atau pun menggeleng. Dia jarang sekali melihat Dira latihan apalagi datang ke ruang latihan anak-anak band sekolah. Rasanya tidak nyaman.
Saat ada seorang teman Dira menghampiri mereka Kara melepaskan tautan jemari mereka lalu berpamitan untuk pergi dulu.
Dira menatap punggung Kakaknya yang menjauh lalu menghela napas panjang. Ia dan Kara sudah kelas 12 sekarang dan sudah dua tahun mereka bersekolah di sini. Dalam dua tahun itu Dira tahu bahwa Kara mengalami hal-hal sulit tapi melihat Kakaknya yang tetap bertahan membuat Dira bangga. Kakaknya begitu kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karadira (Selesai) ✓
Teen FictionBagi Kara pembeda antara dirinya dan Dira adalah suara. Bagi Dira persamaan antara dirinya dan Andra adalah memiliki kekhawatiran yang sama. Bagi Jendra tidak ada bedanya saat dia memperjuangkan mimpinya sendiri ataupun membiarkan Andra mengorbankan...