Bab 14

46 13 1
                                    

Seperti pagi biasanya Kara akan mengikat tali sepatunya diiringi nyanyian Dira. Kemudian mereka berangkat bersama Ayah. Di dalam mobil Kara hanya memandang pemandangan di luar jendela mobilnya. Di kepala masih terus berputar-putar mengenai Reiko. Cowok itu berhasil menguasai pikiran Kara.

Kara khawatir akan keadaan Reiko dilain sisi ia juga mengkhawatirkan diri sendiri. Bagaimana kalau keputusan yang ia ambil adalah keputusan yang salah? Terus bagaimana kalau Reiko akan bertindak lebih kejam lagi padanya? Jika ia terluka maka keluarganya juga akan merasakan luka. Ia tidak ingin Ayah, Bunda, dan Dira bersedih karenanya. Sudah cukup keluarganya pernah bersedih akan kondisinya.

"Mikirin apa, Kara? Dari tadi kayaknya ngelamun terus?" Ayah melihat Kara lewat spion tengah mobil.

"Bukan dari tadi aja, Yah! Dari kemarin juga. Sejak pulang sekolah. Aku sampai mengira kalau Kara kerasukan. Atau jangan-jangan kamu ketempelan ya, Kar!" Dira menolehkan kepalanya ke belakang untuk melihat Kara.

"Apa perlu kita cari orang pintar dulu sebelum pergi ke sekolah, Yah? Buat ngusir Jin atau Setan yang nempelin Kara!" lanjut Dira dengan heboh.

"Omongan kamu kok ngawur banget to, Dir," balas Ayah. Ayah kembali menatap Kara dari spion tengah mobil untuk memastikan keadaan anak sulungnya. "Kamu kenapa, Kara? Cerita sama Ayah kalau ada apa-apa jangan dipendam sendiri."

Kara menggeleng sembari menunjukkan senyum tipisnya. Ia tidak ingin Ayah khawatir juga dengan saudara kembarannya. Ia kemudian kembali menatap jendela mobil.

"Hari Minggu kita ke rumah Nenek, ya. Sebenarnya rencana Ayah ke rumah nenek Minggu kemarin berhubung kerjaan Ayah lagi banyak-banyaknya dan kalau Minggu Ayah buat istirahat jadi nggak jadi-jadi ke sananya. Kara udah setuju ke rumah nenek, kalau kamu gimana Dira?" tanya Ayah.

"Ya, hayuk. Tapi jangan menginap."

"Kenapa?"

Dira menoleh sebentar ke arah Kara sebelum menjawab. "Emm di sana pasti ramai cucu Nenek yang lain dan pasti mereka menginap juga. Nanti nggak bisa tidur, Yah."

Jawaban Dira memang benar tapi itu bukan alasan sebenarnya kenapa Dira enggan menginap di rumah Nenek. Sebenarnya Dira tidak ingin berlama-lama melihat saudara kembarnya terasingkan di rumah Nenek, apalagi sampai menginap. Terakhir kali mereka menginap ia mengetahui Kara tidur di sofa ruang tengah, saudara kembarnya itu tidak kebagian kamar dan tempat tidur. Sedang ia malah tertidur dengan nyenyak di kasur bersama cucu Nenek yang lain. Ia memang lumayan akrab dengan sepupu-sepupunya dan setiap sama-sama berkunjung ke rumah nenek maka ia akan bermain bersama, tanpa Kara. Ia selalu mengajak Kara sebetulnya namun itu sama saja karena sepupu-sepupunya tidak pernah sekalipun menghiraukan keberadaan Kara. Dan Kara kembali tersisihkan. Lalu apa yang bisa ia lakukan? Tidak ada.

Selalu seperti itu.

"Soal menginap atau tidak itu keputusan ada sama Bunda. Kamu bisa bicara dengan Bunda," timpal Ayah.

Dari tadi Kara mendengar perbincangan Dira dan Ayah. Alasan Dira terdengar seperti dibuat-buat. Ya, ia bisa menyimpulkan sendiri.

Sampai kapan akan terus seperti ini?

***

Sekolah sudah ramai karena memang sudah jam setengah tujuh lewat. Kara langsung ke kelasnya sedang Dira mengobrol bersama teman-teman band-nya di pinggir lapangan.

Sampai di kelas anak-anak kelasnya yang sudah sampai lebih dulu serempak melihat Kara yang baru masuk ke kelas. Tidak biasanya ia diperhatikan seperti itu sama penghuni kelasnya. Ia juga tidak merasa ada yang aneh dengan dirinya hari ini, kecuali mata pandanya, hingga menjadi pusat perhatian. Mereka tidak mungkin tertarik dengan mata pandanya bukan?

Karadira (Selesai) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang