Bab 35

18 7 1
                                    

Beberapa olahan makanan dibuat Bunda dan Kara di hari terakhir mereka di rumah Nenek. Nanti siang mereka akan pulang dan mempersiapkan barang-barang yang akan dibawa ke Jogjakarta besok.

Karena jatah cuti Ayah yang tidak terlalu lama maka mereka hanya ke Jogjakarta selama dua hari, seperti saat mereka menginap di rumah Nenek. Kara dan Dira sudah mencoret beberapa list wisata yang akan dikunjungi selama di Jogjakarta karena mereka tidak mungkin mendatangi banyak wisata hanya dalam waktu dua hari. Mereka sepakat untuk lebih banyak menghabiskan waktu di rumah Eyang saja dan bisa mengunjungi wisata yang tidak jadi mereka datangi setelah liburan usai ujian akhir sekolah nanti.

Kali ini Nenek tidak melarang Kara untuk membantu Bunda di dapur sebab Nenek turut ikut membantu pula. Selama memasak sarapan Nenek selalu mengajak bicara anak dan cucunya itu.

Dira sendiri sedang duduk di teras rumah bersama Ayah yang meminum kopinya. Dari dapur terdengar petikan gitar Dira, tetapi tidak terdengar suara nyanyian Dira.

"Meskipun bukan hari libur kamu bisa ke sini, Kara. Nanti Nenek bakal nyambut kamu dengan hangat. Nenek juga bisa meminta kamu buat masakin Nenek lagi."

Bunda yang sedang memindahkan nasi dari rice cooker ke tempat nasi menyahut, "Atau Ibu aja yang kerumah biar Mas Handika nanti yang jemput Ibu. Sudah lama pula Ibu nggak berkunjung ke rumah kan?"

"Bisa diatur lah itu."

"Makanya Ibu jaga terus kesehatan Ibu jangan sering telat makan, apalagi makan malam ibu sering kelupaan."

"Iya-iya." Nenek terkekeh, kemudian duduk di kursi meja makan.

"Kara kamu panggil Ayah kamu dan Dira biar Bunda aja yang nata lauk. Terus nanti setelah sarapan kamu langsung kemasi baju-baju kamu, ya."

Kara menata piring-piring yang tadi sudah dia ambil setelah selesai barulah dia memanggil Dira dan Ayah. Ayah pergi sembari membawa cangkir kopinya yang hanya tersisa ampas kopi. Dira sendiri masih di tempatnya dan melamun.

Setelah pengakuan mengejutkan dari Kak Andra membuat otaknya berkerja keras memikirkan semuanya. Bahkan otaknya sudah menyusun skenario yang sangat menyeramkan.

Jika Kara dan Kak Andra menjalin hubungan lalu bagaimana jika Kak Andra menyakiti Kara?

Selama ini ia memang sering kali berpikir bahwa orang-orang akan menyakiti dan menghancurkan Kara. Sebenarnya bisa dibilang ia sangat paranoid jika menyangkut hal-hal mengenai Kara.

Bukan tanpa alasan kenapa ia selalu ketakutan jika Kara akan disakiti orang, dari kecil ia sudah melihat bagaimana orang-orang mengucilkan, menghina, mengasihani, dan melakukan tindakan tidak menyenangkan lainnya pada Kara.

Lalu, bukannya Dira tidak percaya pada Kak Andra hanya saja ia tidak terlalu mengenal Kak Andra hingga benar-benar Kak Andra akan melindungi Kara.

Dira tidak terlalu banyak interaksi dengan Kak Andra. Pertemuan mereka pun lebih sering terjadi karena kebetulan.

Mendapati Dira yang melamun dan menghiraukan tepukan Kata di bahunya membuat Kara menghela napas panjang. Dari semalam kerjaan Dira kalau tidak melamun ya genjreng-genjreng gitar tidak jelas.

Sepertinya saudaranya itu sedang banyak pikiran.

Kali ini Kara menepuk Dira pelan agar Dira tersadar dari lamunannya. Dira mengerjap dan ketika mengetahui kehadiran Kara ia menyunggingkan senyuman.

"Aku nggak lagi mikirin hutang kok! Jadi kamu tenang aja." Dira bangkit dan menaruh gitarnya di meja, lalu mengandeng tangan Kara menuju meja makan.

"Aku nggak tahu peraturan perihal kita harus cerita kalau ada apa-apa itu masih berlaku atau tidak. Kalau yang aku rasakan sih udah nggak berlaku, ya?" Dira menoleh melihat wajah Kara.

Karadira (Selesai) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang