Dari jendela Kafe Kara dapat melihat orang-orang hilir mudik berjalan, ada yang berjalan dengan santai ada pula yang terburu-buru. Ada mereka yang berjalan bersama dengan bergengaman tangan atau ada pula yang berjalan sendiri dengan menggenggam ponsel.
Di pagi yang sedikit mendung karena sudah memasuki bulan penghujan Kara duduk sendirian di dalam Kafe menunggu seseorang yang mengajaknya bertemu. Dia akan memberikan waktu akhir pekannya untuk orang itu.
Harusnya akhir pekan ini akan ia habiskan di rumah Nenek. Nenek yang meminta Bunda untuk datang bersama Ayah, Bunda, Dira dan dirinya. Namun, ia sudah terlanjur menyetujui ajakan orang itu untuk bertemu. Jadi ia hanya menitipkan salam dan permintaan maaf untuk Nenek kepada Ayah.
Dentingan ponsel Kara yang tidak kunjung berhenti membuat Kara mengecek ponselnya yang ada di dalam sling bag-nya.
Dirana Hanasta: Pasti kamu tidak akan percaya apa yang akan aku katakan!
Dirana Hanasta: Nenek bilang kangen sama kamu, Kar!
Dirana Hanasta: Awalnya Nenek cuman bilang, "Kakak kamu mana?" Waktu aku sama Nenek duduk di taman belakang rumah sambil ngasih makan ikan.
Dirana Hanasta: Terus aku jawab kamu ada janji sama teman. Dan kamu tahu Nenek bilang apa?! Nenek bilang, "Padahal Nenek pingin ketemu."
Dirana Hanasta: Ya aku jawablah, "Tumben Nenek pingin ketemu Kara? Biasanya kalau Kara ikut ke sini Nenek nggak peduli."
Dirana Hanasta: Setelah denger aku ngomong gitu Nenek diam aja. Aku kira aku udah keterlaluan dan Nenek tersinggung tapi ternyata nggak. Nenek pergi dari sana tapi sebelum pergi Nenek bilang, "Nenek cuman kangen aja sama Kakak kamu."
Dirana Hanasta: Bukankah ini kemajuan? Aku seneng banget!!
Butuh waktu beberapa menit untuk Kara mencerna isi chat yang Dira sampaikan. Nenek rindu dengannya? Itu kesimpulannya bukan? Namun, kenapa rasanya tidak meyakinkan?
Karana Garvita: Aku lebih percaya jika ini bercanda.
"Serius banget lihat ponselnya," ujar Andra. Dia menarik kursi di hadapan Kara lalu duduk.
Kara mengalihkan perhatiannya kepada Andra. Orang yang akan menghabiskan waktu akhir pekannya sudah datang.
"Kamu datang lebih awal rupanya. Nggak sabar ketemu aku, ya?"
Gelengan kepala Kara membuat Andra terkekeh.
"Kamu cuman pesan minum aja? Kamu udah sarapan?"
"Belum, aku nunggu Kak Andra dulu baru pesan."
"Ya udah kamu mau pesan apa biar aku yang pesenin."
"Aku ngikut Kak Andra aja."
"Sandwich ayam gimana?"
Kara mengangguk menyetujui. Andra pergi untuk memesan sedang Kara kembali menekuri balasan chat Dira.
Dirana Hanasta: Nanti kita buktikan sama-sama, ya:)
Membuktikan, ya? Bagaimana nanti kalau ia kembali kecewa? Kara memang ingin hubungannya dengan Nenek menghangat seperti halnya dengan Eyang. Namun, semua terlalu tiba-tiba untuknya.
"Ngelamunin apa sih, Kar?"
Kara mengerjap tatkala tangan Andra menepuk punggung tangannya. Sejak kapan Andra sudah kembali duduk di depannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Karadira (Selesai) ✓
Teen FictionBagi Kara pembeda antara dirinya dan Dira adalah suara. Bagi Dira persamaan antara dirinya dan Andra adalah memiliki kekhawatiran yang sama. Bagi Jendra tidak ada bedanya saat dia memperjuangkan mimpinya sendiri ataupun membiarkan Andra mengorbankan...