Diandra Hartigan: Aku ada berita menyenangkan, Kara!!
Diandra Hartigan: Dan berita sedih:(
Karana Garvita: Berita apa, Kak?
Diandra Hartigan: Mau berita yang mana dulu?
Karana Garvita: Terserah Kakak aja.
Diandra Hartigan: Aku mulai yang menyenangkan dulu, ya.
Diandra Hartigan: Aku sudah berbaikan dengan Jendra. Tidak ada lagi saling diam dan menghindar. Aku bahkan mengambil rapornya.
Diandra Hartigan: Berita buruknya, aku nggak bisa nemenin kamu beli sepatu karena ada urusan:(
Karana Garvita: Turut senang, Kak.
Karana Garvita: Aku bisa pergi sendiri lagian kan emang dari rencananya aku beli sendiri.
Diandra Hartigan: Maaf, ya:(
Karana Garvita: Nggak perlu minta maaf, Kak. Kakak nggak salah juga.
Karana Garvita: Udah dulu ya Kak aku mau siap-siap pergi.
Kara meraih tasnya yang ada di atas kasur lalu memasukkan ponselnya. Ia keluar kamar dan berpapasan dengan Dira yang membawa gitarnya.
"Aku mau ke sekolah sebentar," ucap Dira ketika Kara menatapnya dengan mengangkat satu alisnya.
"Kamu mau ke toko sepatu langganan kita kan? Kalau gitu kita naik bus yang sama aja." Dira mengandeng tangan saudara kembarnya. "Ngelihat kamu semangat banget buat liburan ke Jogja sampai nyiapin sepatu baru segala aku jadi ikut seneng."
"Oh, ya! Kita juga akan ke rumah Nenek dan kita akan menuntaskan rasa penasaran kita sama sikap Nenek terakhir saat aku di sana. Duh aku nggak sabar."
Berbeda dengan Dira yang tidak sabar Kara malah sangat berdebar. Sejujurnya ia takut kecewa, bagaimana kalau sikap Nenek tetap sama. Padahal ia ingin memeluk Nenek, entah kenapa akhir-akhir ini ia selalu berpikir mengenai bagaimana rasanya pelukan Nenek. Mungkin perasaan itu datang karena ia sudah lama tidak bertemu Nenek.
Mereka berjalan ke halte biasanya untuk menunggu bus. Bus datang setelah lima belas menit. Mereka duduk berdampingan karena kursi bus masih banyak yang kosong. Telinga mereka sama-sama tersumpal oleh earphone yang menyalurkan lagi yang sama.
Seperti biasanya Kara akan memandang jendela dan menikmati apa yang tertangkap Indra penglihatnya. Dira sendiri menyenderkan tubuhnya di punggung kursi sembari memejamkan matanya, lagi yang mengalun membuatnya mengantuk.
Dira turun bus lebih dulu sedang Kara tetap melanjutkan perjalanan ke toko sepatu. Toko sepatu langganannya dan Dira memang sedikit jauh, kira-kira dari pemberhentian Dira tadi masih butuh waktu sepuluh menit untuk sampai di halte terdekat dengan toko sepatu. Itu pun ia harus melanjutkan dengan jalan kaki untuk sampai toko sepatu.
Selama perjalanan telinga Kara terus tersumpal oleh earphone. Baru ketika sampai di toko sepatu ia melepaskan earphone- nya. Pemilik toko sepatu, seorang ibu-ibu seumuran Bunda, menyambutnya dengan senyuman.
Kara melihat jejeran sepatu yang terpasang di rak. Dia tidak begitu pemilih, dia hanya akan membeli sepatu yang dirasa akan nyaman kalau ia memakainya lama. Ia akan menggunakan sepatu ini saat di Jogjakarta. Liburan di rumah Eyang pasti akan jalan-jalan, jangan lupakan Malioboro yang selalu ia kunjungi saat ke sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karadira (Selesai) ✓
Teen FictionBagi Kara pembeda antara dirinya dan Dira adalah suara. Bagi Dira persamaan antara dirinya dan Andra adalah memiliki kekhawatiran yang sama. Bagi Jendra tidak ada bedanya saat dia memperjuangkan mimpinya sendiri ataupun membiarkan Andra mengorbankan...