Jendra menguap lalu merentangkan kedua tangannya. Dia menatap sekolah yang sudah sepi pasti dia kelamaan tidur dan tidak ada satupun teman sekelasnya yang membangunkannya.
Jeandra berjalan menyusuri koridor jurusan MIPA. Langkah kakinya baru berhenti saat melihat siswi yang tadi ditemuinya waktu jam istirahat. Siswi itu sedang duduk bersandar di kursi depan kelas MIPA 1 dengan mata tertutup sembari mendengarkan musik lewat earphone yang tersambung dengan ponselnya.
Karena penasaran dan rasa sesal yang masih menggerogotinya membuat Jendra menghampiri siswi itu dan duduk di sampingnya tanpa meminta izin kepada siswi itu.
Siswi itu tidak menyadari akan kehadirannya membuat Jendra gemas sendiri. Usil Jendra mencabut sebelah earphone milih siswi itu lalu memakainya di telinganya. Alunan lagu Usik milik Feby Putri terdengar di telinga Jendra.
Kara terkejut akan tindakan Jendra tiba-tiba. Dia mengerjapkan matanya saat Jeandra tidak berhenti menatapnya. Rasanya tidak nyaman.
"Usik," ujar Jendra tiba-tiba tanpa melepaskan pandangannya dari Kara.
Kara memutuskan kontak mata antara dirinya dan Jendra untuk mengetik sesuatu di notes ponselnya.
"Iya, Usik lagunya Feby Putri."
"Kenapa usik?"
Senyuman Kara terbit.
"Tiada yang meminta seperti ini
Tapi menurutku Tuhan itu baik
Merangkai ceritaku sehebat ini
Tetap menunggu dengan hati yang lapang
Bertahan dalam macamnya alur hidup
Sampai bisa tiba bertemu cahaya."Jeandra tahu betul yang dituliskan Kara adalah lirik lagu yang sedang dia dan Kara dengarkan sekarang. Pasti lirik itu sangat bermakna untuk Kara. "Kenapa menulis lirik itu?"
"Semuanya lirik dalam lagu ini sangat bermakna untukku, Jendra. Tapi lirik yang aku tulis tadi itu yang luar biasa untukku, untuk hidupku. Kalau boleh jujur lagu ini mewakili perasaanku. Aku sangat ingin meyanyikannya tapi aku bersyukur masih bisa mendengarkannya."
"Bagi gue lo kuat."
"Bagi aku, aku belum cukup kuat. Ini masih separuh alur hidup yang aku jalani. Masih banyak yang harus aku hadapi. Masa lalu menjadikanku sekuat hari ini, hari ini yang akan menjadikanku kuat di masa depan."
Tanpa sadar kedua sudut bibir Jendra sudah terangkat menampilkan sebuah ulasan senyum. Jendra tidak menduga berdialog bersama Kara akan semenyenagkan ini. Kara memberikannya sudut pandang baru.
"Mau jadi teman gue?"
Lagi-lagi Kara mengerjapkan matanya. Selama dua tahun bersekolah di sekolah umum ini kali pertama Kara ditawari sebuah pertemanan. Selama ini pengabaian yang sering diterimanya karena orang-orang takut dia akan menyusahkan saja.
Tak kunjung mendapatkan jawab dari Kara membuat Jendra yakin ia perlu memberi keyakinan kepada Kara bahwa ia tidak main-main. Ia tulus mengajak Kara berteman meskipun pertemuan mereka masih tergolong singkat.
"Ya, gue emang terlihat bodoh dan lo baru tadi lihat gue simulasi jadi anak badung gadungan pasti lo nggak mau temenan sama gue. Tapi gue gak bisa langsung nyebut diri gue orang baik buat bisa ngebujuk lo jadi temen gue. Dan kita juga baru kenal pasti lo juga masih ragu. Gue nggak maksa kok. Tapi tawaran gue akan selalu berlaku."
"Gue juga minta maaf soal sikap gue di taman tadi. Jujur gue bener-bener nggak tahu, Ra."
"Aku cukup terkejut akan tawaranmu. Beri waktu untuk aku meredakan keterkejutanku dulu, ya. Kenapa minta maaf? Kamu nggak salah, Jendra."
KAMU SEDANG MEMBACA
Karadira (Selesai) ✓
Teen FictionBagi Kara pembeda antara dirinya dan Dira adalah suara. Bagi Dira persamaan antara dirinya dan Andra adalah memiliki kekhawatiran yang sama. Bagi Jendra tidak ada bedanya saat dia memperjuangkan mimpinya sendiri ataupun membiarkan Andra mengorbankan...