Bab 25

48 11 0
                                    

Hari ini tidak ada bekal, tidak datang ke taman belakang, dan tidak berteduh di bawah pohon Mangga. Kara mengisi jam istirahat bersama Dira, Jendra, Malvin, dan Reiko. Dia juga tidak membawa bakal atas paksaan Dira, karena Diralah yang merencanakan perkumpulan di jam istirahat ini.

Mereka duduk di meja yang ada di tengah kantin. Dira berada di tengah-tengah antara Jendra dan Malvin sedang Kara berada di samping Reiko. Di depan mereka sudah ada makanan yang tadi mereka beli.

Kara memakan makanannya seraya menyimak pembicaraan antara Dira, Reiko, dan Malvin. Dira terlihat sudah sedikit menerima Reiko, meskipun kadang-kadang Dira masih sering berbicara ketus dengan cowok itu.

"Jadi kamu putus sama si Reta? Gara-gara kamu nggak ada hubungin dia semenjak menyelesaikan masalah kamu dengan Kara, eh masalah kamu dengan diri kamu sendiri." Dira nyengir.

Reiko baru saja menceritakan perihal hubungannya dengan Reta yang belum kunjung membaik walaupun ia sudah berusaha memperbaikinya. Sangat sulit mengajak Reta balikan, cewek itu sangat keras kepala.

"Iya, gue juga udah berusaha kok memperbaiki semuanya."

"Memperbaiki gimana? Lo udah jelasin kenapa lo nggak bisa dihubungi?" tanya Malvin.

Malvin cukup cepat berbaur dengan Reiko. Malvin sendiri langsung menerima Reiko tanpa bertanya-tanya mengenai masalah Reiko dengan Kara yang sudah selesai.

"Gue nggak bisa jelasin dengan detai, gue malu soalnya. Kalau Reta tahu bahwa masalah gue sama Kara terletak jelas di diri gue bisa-bisa gue dihajar sampai babak belur sama dia. Selama ini dia ngira Karalah yang salah. Tapi gue udah lurusin kok kalau Kara nggak salah dan gue nggak bakal ngangguin Kara lagi. Eh, dia malah bilang nggak peduli dan nggak bakal ikut campur masalah gue lagi."

"Jelasin aja semua, Rei. Nggak usah malu, biar semua selesai dan nggak ada salah paham lagi. Kalau Reta nggak peduli ya udah nggak pa-pa yang penting kamu udah jujur aja. Emm, soal yang kamu bakal babak belur emang iya, ya?"

Reiko meringis. "Iya, dia kan ikut taekwondo dari SD, Dir."

"Gue setuju sama Dira. Jelasin semua, biar Reta juga tahu posisi Kara yang sebenarnya. Kalau dia minta maaf sama Kara itu malah lebih baik. Dia pernah nampar Kara kan?"

Kara melihat Reiko menghela napas. Mereka saling bertatapan dan Reiko tersenyum tidak enak. Kara membalasnya dengan senyum tipis sembari menggeleng.

"Nanti gue usaha lagi deh. Usaha buat jelasin semua juga."

"Nanti kalau beneran nggak bisa baikan gue nyanyiin kamu lagu galau deh." Dira mendondongkan tubuhnya agar bisa menepuk bahu Reiko tiga kali.

Kara mengalihkan fokusnya dari Dira ke Jendra yang dari tadi tidak bersuara. Cowok itu sedang melamun. Bakso yang tadi Jendra beli pun masih utuh.

Kara meraih tangan Jendra yang sedang memegang sendok dan menepuknya pelan. Ia menaikkan satu alisnya ketika Jendra melihatnya.

Jendra merespon Kara dengan gelengan kepala. Tidak puas akan jawaban yang Jendra berikan Kara memilih mengirim chat ke Jendra.

Karana Garvita: Lagi mikirin apa? Kayaknya serius banget.

Karana Garvita: Baksonya aja sampai kamu abaikan.

Rajendra Aldanta: Lagi mikirin hutang negara hehe.

Karana Garvita: Nanti kalau udah capek mikir sendiri ajak aku, ya.

Rajendra Aldanta: Oh, siap!

Di seberang Kara Jendra sedang menunjukkan senyum terbaiknya untuknya. Kara membalasnya, lalu menunjuk mangkok bakso Jendra dengan dagunya.

Karadira (Selesai) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang