Pulang sekolah Kara pergi ke taman yang sempat didatanginya dengan Andra beberapa Minggu yang lalu. Lagi-lagi ia tidak bisa pulang bersama Dira, karena ia harus menemui Andra, cowok itu yang minta bertemu. Dira sendiri tadi bilang kalau dia akan bersih-bersih ruang latihan band dulu dan tidak keberatan pulang sendiri dengan bus terakhir yang lewat di halte depan sekolah.
Kara pergi ke taman dengan naik ojek online sebab taman itu lumayan jauh dari sekolah. Andra sudah minta maaf tidak bisa menjemput karena masih ada kelas yang berbarengan dengan waktu pulang Kara, tetapi dia berjanji kelasnya akan berakhir kurang lebih saat pukul setengah empat dan Kara tidak akan menunggu lama.
Jam di pergelangan tangan Kara menunjukkan pukul tiga kurang dan ia memang sengaja datang lebih awal ke sana hanya untuk melihat anak-anak bermain. Kalau sudah di atas jam tiga lewat biasanya anak-anak yang bermain di sana sudah disuruh orang tuanya pulang atau memang mereka sudah lelah bermain dan memilih pulang.
Sampai di taman Kara langsung duduk di kursi panjang di bawah pohon Akasia. Ia menatap anak laki-laki yang tidak jauh darinya sedang bermain bola, ada pula beberapa anak perempuan yang sedang bermain ponselnya, mereka kadang-kadang berfoto bersama. Beberapa meter di sebelah kursi Kara ada anak perempuan yang sedang asik dengan buku gambar dan pensil warna, anak itu duduk lesehan di atas rumput hijau.
Kara bertanya-tanya kenapa anak perempuan itu tidak bergabung dengan anak-anak perempuan yang sedang sibuk dengan ponselnya itu? Kalau dilihat-lihat mereka sebaya. Untuk menuntaskan rasa penasarannya Kara menghampiri anak itu.
Anak itu tersenyum ketika tahu Kara menghampirinya. Kara duduk di samping anak itu dan meletakkan tas di atas pahanya. Ia mengambil buku dan pensil di tasnya, lalu menulis sesuatu untuk anak itu.
"Nama kamu siapa?"
"Ulfa. Nama Kakak siapa?"
"Kara."
"Maaf, Kakak nggak bisa bicara, ya?"
Kara tersenyum kemudian mengangguk. Anak itu, Ulfa, menghembuskan napas. "Kata Emak Ulfa, semua orang pasti memiliki kekurangan sesempurna apa pun orang itu. Sebenarnya Ulfa nggak begitu ngerti kata Emak itu, tapi Ulfa tahu kalau Emak dan Ulfa itu kekurangan uang itu saja."
"Kakak tidak bisa bicara itu kekurangan, Kakak."
"Ya, tapi Kakak cantik dan kaya."
"Kakak anggap itu sebagai pujian, jadi terima kasih, Ulfa. Oh, ya, kenapa kamu tidak bergabung sama mereka?"
Kara menunjuk di mana anak-anak perempuan yang sedang heboh dengan ponselnya.
"Karena Ulfa nggak punya hp dan kata mereka Ulfa nggak pantes berteman sama mereka. Mereka anak orang-orang kaya, Kak. Emak Ulfa cuman mampu beli buku gambar sama pensil warna buat Ulfa bermain, kalau buat beli hp kata Emak belum mampu. Ulfa nggak pa-pa kok nggak main hp soalnya Ulfa sukanya gambar, nggak bermain sama mereka juga nggak pa-pa."
Meski berucap begitu Kara dapat melihat gurat sedih di wajah Ulfa. Sepertinya Ulfa bukan dari keluarga berada, pakaian Ulfa yang dipakai saat ini pun sangat sederhana hanya kaos putih dan celana training yang sudah kusam. Tadi pun Ulfa bilang bahwa dia dan ibunya kekurangan uang.
Untuk Ulfa bermain dengan anak perempuan lain pun kekusahaan karena tidak memiliki gadget. Di jaman sekarang memang anak-anak sudah pandai menggunakan ponsel, bahkan mereka seringkali menghabiskan waktunya dengan bermain ponsel. Namun, kondisi anak-anak yang sudah pintar bermain ponsel ini bisa membawa dampak positif dan negatif, sebab dari ponsel semua sudah bisa diakses dengan mudah.
Terakhir kali Kara mendengar berita ada anak SD berumur sebelas tahun yang memperkosa adik kelasnya sendiri yang masih berumur tujuh tahun dan ternyata motif pelaku melakukan tindakan asusila itu karena bujukan temannya dan terpengaruh film porno. Bahkan sekarang film-film porno bisa diakses oleh anak SD. Media masa sangat berpegaruh pada anak-anak di jaman sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karadira (Selesai) ✓
Teen FictionBagi Kara pembeda antara dirinya dan Dira adalah suara. Bagi Dira persamaan antara dirinya dan Andra adalah memiliki kekhawatiran yang sama. Bagi Jendra tidak ada bedanya saat dia memperjuangkan mimpinya sendiri ataupun membiarkan Andra mengorbankan...