Bab 28

29 7 6
                                    

Hari Senin adalah hari yang sangat Dira tidak sukai atau sudah naik tingkat hingga membenci. Di hari Senin yang mendung dengan angin dingin yang berhembus menerpa rambut dan kulit Dira harus berangkat ke sekolah.

Hari Senin itu tambah menyedihkan karena Dira harus menahan nyeri di perutnya karena hari pertama menstruasi. Tapi untunglah karena nyeri perut itu ia bisa ke UKS dan melewatkan upacara di halaman.

Di UKS Dira tidak sendirian ada beberapa siswa di sana yang katanya sakit dan tidak kuat untuk mengikuti upacara. Entahlah, Dira tidak tahu mereka benar-benar sakit atau hanya pura-pura. Dari pada memikirkan mereka lebih baik Dira tiduran untuk mengalihkan rasa nyeri di perutnya.

Upacara di luar sepertinya berjalan lambat sebab seperti biasanya amanat kepala sekolah selalu panjang. Andai kepala sekolah tahu bahwa amanat yang disampaikannya hanya didengar beberapa murid saja karena sudah pasti lebih banyak murid yang mengeluh dalam hati atau menahan kesemutan di kaki mereka.

Walaupun upacara sudah bubar dan anak-anak yang tadi mengaku sakit di UKS sudah pada keluar tapi Dira masih tetap di tempatnya. Nyeri perutnya belum reda, di hari pertama sampa ketiga menstruasi memang menyiksa untuknya.

"Dira perut kamu masih nyeri?" tanya Mbak Ela yang menyadari kalau Dira belum beranjak dari ranjangnya.

"Masih, Mbak. Nanti kalau udah baikan aku bakal balik ke kelas kok," jawab Dira.

"Kamu sudah izin ke guru yang mengajar di kelas kamu?"

"Aku akan mengirim pesan ke Malvin, Mbak, biar dia yang mengijinkanku ke guru."

"Ya udah kalau gitu. Kalau butuh sesuatu bilang ke Mbak aja, seperti butuh obat pereda nyeri atau kiranti."

"Iya, Mbak, makasih."

Dira mengirim chat pada Malvin setelah Mbak Ela pergi dan menutup tirai. Di UKS sekolahnya ini setiap ranjang di batasi oleh tirai.

Tidak butuh waktu lama untuk Dira mendapatkan jawaban dari Malvin. Cowok itu bilang kalau dia akan mengijinkan Dira ke guru.

Nyatanya sampai jam pelajaran berakhir dan bel istirahat berbunyi Dira masih meringkuk di ranjang UKS sembari memegangi perutnya. Tahu begini harusnya tadi ia tidak berangkat sekolah saja.

Sebuah suara setelah pintu UKS terbuka membuat Dira membuka mata. Suara itu tidak asing di telinganya. Barulah ketika Mbak Ela menyebutkan nama pemilik suara Dira menggumamkan kata 'oh'.

"Wah, kepala kamu masih sakit, Jendra?" tanya Mbak Ela.

"Nanti kalau udah sembuh aku ajak Mbak Ela syukuran deh jadi tenang aja." Jendra mengakhiri ucapannya dengan kekehan.

"Ya, ya, Mbak Ela pegang ucapanmu. Mbak pergi dulu, ya, ada rapat sebentar sama guru. Oh, ya, kamu jangan berisik ada yang sakit soalnya." Mbak Ela pergi tapi sengaja tidak menutup pintu UKS. Jendra sendiri juga tidak berminat menutup takut kalau seseorang yang kata Mbak Ela sakit itu perempuan dan jika ia menutup pintu UKS yang di dalamnya ada dua makhluk berlainan bisa-bisa timbul fitnah. Jendra juga tidak ingin nama baiknya tercoreng lagi, cukup dulu saja waktu dia sok mengikuti saran Mama untuk menjadi ketua OSIS.

Jendra pergi ke salah satu ranjang lalu tidur terlentang dan menjadikan kedua tangannya bantal. Beberapa kali ia mengembuskan napasnya kasar. Hari ini seharusnya ia tidak pergi UKS lagi dan bisa makan bakal Kara dengan tenang toh cewek itu sudah tahu masalahnya. Namun, rasanya sebelum ia mendapatkan solusi ia jadi ingin menyendiri terus dan memikirkan semuanya.

Waktu tirai di sampingnya di tarik kasar ke sebelah Jendra terkejut matanya juga jadi sedikit melotot menatap siapa yang jadi pelaku penarikan tirai dengan brutal itu.

Karadira (Selesai) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang