Bab 21

32 11 1
                                    

"Kara sudah siap belum?!" teriak Bunda dari bawah.

Kara yang dari tadi duduk di ranjang sembari meremat tangannya menghembuskan napas berat. Ia bangkit sembari mencangklong tas ke bahunya dan dengan berat ia keluar dari kamar.

Bagi Kara hari Minggu tiba dengan begitu cepat. Dan hari inilah ia akan pergi ke rumah Nenek juga menginap, karena Dira gagal membujuk Bunda agar tidak menginap. Ia juga dapat kabar bahwa-- Pakde Arifin--Kakak dari Bunda akan menginap pula hari ini bersama tiga anaknya yang otomatis kamar di rumah Nenek akan penuh. Entahlah, ia nanti malam akan tidur di mana, sofa panjang depan TV mungkin.

Sampai di ujung tangga Kara disambut oleh cengiran Dira. Dira merangkulnya, lalu berkata, "Tenang aja, Kar, semua bakal baik-baik saja. Satu malam akan berakhir cepat!"

Berakhir cepat jika Kara menikmati momen di rumah Nenek. Namun, di sana rasanya sedikit menyesakkan ketika ia tidak dianggap meskipun ia sudah terbiasa akan hal itu.

Bunda datang menghampiri kedua putrinya kemudian mengandeng tangan mereka. "Kita hanya satu hari di sana, Sayang," ujarnya.

"Kara sama Dira tahu itu, Bun," balas Dira.

"Bunda cuman takut akan kehilangan Nenek cepat atau lambat itu saja. Selagi bisa Bunda ingin menghabiskan waktu bersama Nenek. Bunda harap kalian mengerti, ya." Bunda menoleh ke Kara sembari tersenyum. Kara membalas senyuman Bunda dan mengusap tangan Bunda yang melingkar di tangan kirinya.

Dira turut menatap saudara kembarnya. Ia hanya memastikan Kara tidak apa-apa, ia takut Kara tertekan akan perkataan Bunda. Tapi ia tahu Kara bisa berlapang dada. Ia juga berharap hari ini Nenek akan menyambut Kara sama saat menyambut dirinya. Dekapan hangat dan ciuman di kening.

"Sudah siap semuanya? Makanan yang Bunda buat Ibu sudah siap kan?" Ayah datang dengan pakaian yang rapi.

"Sudah, Yah. Makanannya ada di meja makan Ayah bantu bawa, ya. Bunda sama anak-anak mau ke mobil duluan."

Bunda bersama kedua putrinya berjalan keluar rumah lebih dulu. Ketika Melewati pagar rumahnya Kara menguatkan dirinya bahwa hari ini akan seperti biasanya tidak ada yang berubah. Ia tidak boleh membiarkan perasaannya mengendalikannya hari ini.

•••

Rumah Nenek terdengar ramai dari luar sewaktu mereka sampai. Suara Nenek juga terdengar, tetapi suara Kak Paula--anak sulung Pakde--lebih mendominasi. Bunda jalan memimpin di depan saat memasuki rumah Nenek, sedang Ayah berjalan paling belakang.

Nenek yang menyadari akan kehadiran Bunda langsung tersenyum lebar. Nenek merentangkan tangannya, mengisyaratkan agar Bunda mendekat dan dapat dipeluknya. Cukup lama Bunda berpelukan dengan Bunda.

Ketika pelukan ibu dan anak itu usai barulah Dira mengantikan posisi Bunda. Nenek memeluk Dira sama eratnya dengan pelukan yang diberikannya pada Bunda. "Cucuku, kenapa jarang banget ke sini? Nenek kangen!"

Dira hanya terkekeh sembari mengurai pelukannya. "Dira juga kangen banget sama Nenek. Nenek udah baikkan?"

"Udah. Kamu sering-sering ke sini kalau beneran Rindu sama Nenek!"

"Iya, Nek."

Saat Dira mulai bergeser memberikan Kara ruang untuk mendekati Nenek, Kara malah turut minggir memberikan Ayah lewat untuk salim kepada Nenek. Kara menunduk dan menantikan momen hangat antara Nenek, anak, dan cucu itu berakhir. Percayalah, Kara tidak akan pernah ada di momen itu.

Usai Ayah salim, Ayah mengangguk pada Kara menyuruh Kara untuk salim kepada Nenek. Dengan masih menunduk Kara menghampiri Nenek dan meraih tangan Nenek dan mencium punggung tangannya. Ia menatap Nenek sebentar, mata mereka saling bertemu, ia berharap rasa rindunya kepada Nenek bisa tersampaikan lewat tatapan mata mereka walaupun cuman sebentar.

Karadira (Selesai) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang